Tentu saja tidak mudah untukku mempercayai spekulasi Peter soal William. Tapi bagaimana bisa William berada di tempat-tempat yang Peter sebutkan. "Aku tahu mungkin ini terdengar gila. Tapi ketika kamu pergi kesuatu tempat, kusarankan untuk lebih peka terhadap sekitar. Untuk berjaga-jaga kalau William ada disekitarmu, aku takut kalau dia berniat buruk nantinya." Aku mengagguk mengiyakan ucapan Peter.
Lebih baik demikian bukan, sepertinya memang harus lebih peka terhadap sekitar. "Oh iya, seseorang pernah hampir menabrakku saat aku pergi ke swalayan."ucapku. "Kenapa kamu tidak bilang padaku?!"tanya Peter yang sepertinya cukup terkejut mendengarnya. "Untuk apa? aku baik-baik saja."
"Tentu saja untuk informasi siapa tahu aku bisa liat CCTV sekitar dan menemukan plat nomor mobil yang dia gunakana atau siapapun dibalik kejadian itu." betul juga apa yang Peter katakan.
"Tidak, itu mungkin saja hanya orang mabuk."
"Kamu tetap harus memberitahukannya padaku. Usai kegiatan camping ini, beritahu aku lebih lanjut soal detailnya. Oke?" Aku mengangguk sebagai jawaban untuk Peter.
Tidak lama kemudian, kami sampai disebuah tebing setelah melewati jalanan penuh dengan bebatuan. Disekitar kami tertutupi oleh rindangnya pepohonan pinus. Dihadapan kami adalah pemandangan matahari yang sudah tenggelam dan tergantikan oleh warna gelap malam.
"Hei Peter, bantu aku mendirikan tenda." teriak Arvin yang sudah mengangkat tas-tas tenda. Peter berjalan mendekati Arvin, sementara Ninda dan Aurel berjalan mendekatiku dengan wajah yang bertanya-tanya.
"Apa dia melakukan sesuatu?"tanya Ninda. Aku menggeleng, tentu saja tidak terjadi apa-apa, memangnya apa si yang mereka pikirkan. "Sudah kubilang Nin, baik-baik aja. Peter itu bukan orang seperti itu." seru Aurel. "Heh, kamu sok kenal banget si. Emangnya kamu tahu dia itu kaya apa?"protes Ninda mendengar Aurel yang seperti membela Peter. "Hehehe enggak si, tapi dari cerita Lisa, sepertinya dia baik. Lagipula dia pengusaha kaya dan tampan, pasti baik kan." mendengar ucapan Aurel tentu saja Ninda langsung memukul kepalanya Aurel karena kesal.
"Sudah-sudah." aku mencoba melerai mereka berdua yang mulai bertengkar lagi. Pertengkaran konyol ini membuat kami tertawa.
***
Tenda sudah terpasang dengan rapih, Arvin juga sudah menyalakan api unggun usai menyuruh Peter mencari kayu bakar. Awalnya aku agak was-was karena Peter tidak terlihat seperti orang yang pandai mengumpulkan kayu bakar. Tapi dia masuk kehutan yang gelap dengan hanya menggunakan ponselnya, dia cukup berani. Tak lama dia kembali dengan banyak kayu bakar dilengannya.
"Aku lapar..."Aurel mengelus-ngelus perutnya membuat Arvin kesal mendengar keluhannya. "Gak ngapa-ngapain aja lapar." protes Arvin. "Ayo ah kita panggang sesuatu."Aurel berjalan menuju cooler box yang kami bawa. Dia memilah beberapa bahan makanan. Aku menarik kayu yang kukenakan sebagai bangku untuk lebih mendekat kearah api unggun. Udara disini cukup dingin dan aku tidak begitu tahan terhadap dingin.
"Kamu kedinginan?"tanya Peter yang kemudian berlari menuju mobil sebelum aku menjawabnya. Dia kembali dengan selimut tebal yang kubawa dari rumah. "Terimakasih."ucapku. "Uuuu so sweet banget si, jangan mesra-mesraan disini dong."protes Aurel sambil mengunyah snack yang dia ambil dari cooler box.
"Aurel jangan ngomong aneh-aneh deh."protes Ninda yang sepertinya tidak suka mendengar ledekan Aurel. Aku diam saja tidak mengatakan apapun.
***
Malam berlalu dengan cukup menyenangkan, kami bercerita tentang banyak hal. Mulai dari cerita lucu sampai cerita menyeramkan. Walaupun sekarang jadi cukup akward karena Peter hanya terus memperhatikan setiap orang untuk bercerita. "Hei gantian, sekarang kamu Peter."seru Aurel. Sepertinya Aurel lebih mudah menerima Peter dibandingkan Ninda dan Arvin. Walaupun mereka semua sudah tahu cerita sebenarnya dari diriku.
Tapi hal itu sepertinya tidak merubah banyak hal, kuharap mereka bisa menerima Peter dengan baik. "Tentang apa?"tanya Peter yang terlihat bingung saat ditanyai Aurel. "Uuum kisah lucu?" Peter terlihat bingung dengar tema cerita lucu. Walaupun dia terlihat seperti orang yang sangat periang. "Ah tidak seru, oke bagaimana kalau Truth or Dare."saran Aurel tentu saja tidak akan dengan mudah diterima oleh Arvin.
Sejak dulu Arvin sangat tidak menyukai permain tersebut, karena terdengar terlalu konyol. "Ayolah yang benar saja Aurel."protes Arvin yang sudah diduga-duga. "Ih kita udah lama tahu tidak main permainan ini. Pokonya main." Aurel beranjak dan mengambil sesuatu dari dalam mobil, ternyata utu sebuah kertas yang dibentuk seperti bola. "Oke jadi pakai ini ya, siapa yang menjatuhkan bola nya dia yang kena." Aurle mengambil posisi duduk dihadapanku yang terpisah diantara api unggun yang mulai setengah padam.
"Oke baiklah."ujar Arvin malas. Aurel melempar bolanya padaku dan untung saja aku cukup reflex untuk menangkapnya. Aku melemparkan bola pada Arvin dan bolanya terjatuh. "Ah kau tidak serius sekali, ayo dong!" Aurel sepertinya sadar dengan sikap Arvin yang malas-malasan. "Iya iya Oke." Kami akhirnya harus mengulang lemparan bola kali ini. Arvin melempar bola pada Peter, kemudian menangkapnya dengan cepat. Peter melempar bola pada Aurel dan bola itu terjatuh karena lemparannya yang cukup kencang.
"Aurel Truth or Dare."seruku. "Yaaah.. oke dare deh."
"Karna yang bikin bolanya jatuh itu Peter, jadi kamu yang kasih dare ke Aurel."ucap Ninda. Peter tampak bingung harus menyuruh apa pada Aurel. "Kalau begitu nyanyikan satu lagu untuk kami." ... "Yes" "Yahhh" secara bersamaan Aku, Arvin dan Ninda mengeluh mendengar apa yang Peter suruh kepada Aurel.
"Dia senang menyanyi tahu." eluhku pada Peter. "Oke gengs, dengarkan suara merduku." ucap Aurel dan mulai berdiri berlaga seperti seorang Artis yang ingin menyanyi solo diatas panggung megah.
When I was a young boy I was scared of growing up
I didn't understand it but I was terrified of love
Felt like I had to choose but it was outta my control
I needed to be saved, I was going crazy on my own
Took me years to tell my mother, I expected the worst
I gathered all the courage in the world
She said, "I love you no matter what
I just want you to be happy and always be who you are"
She wrapped her arms around me
Said, "Don't try to be what you're not '
Cause I love you no matter what"
.....
Tentu saja kami tidak kecewa dengan suara Aurel yang begitu bagus, tapi yang kami harapkan adalah dia mendapatkan tantangan yang dia akan menyesal telah menyarankan permainan ini. Mendengar Aurel menyanyi selalu membuatku merasa nyaman dan senang, karena suaranya yang begitu bagus dan Indah.
Bukan hanya sekali dia mengikuti ajang pencarian bakat, tapi harus gagal karena rasa gugupnya yang tidak bisa dia kendalikan. Aurel menangis seharian setiap gagal audisi, tapi kami selalu mendukung apapun yang dia lakukan. Ninda, Aku dan Arvin menyemangatinya. Bukan karena suaranya tidak bagus, tapi mungkin tuhan menciptakannya untuk membuat orang disekitarnyalah yang pantas mendengarnya.
Sampai akhirnya Aurel menyerah akan mengikuti Audisi. Dia bilang itu bukan menyerah, tapi mencari jalan yang lain. Bakatnya dalam seni mungkin tidak untuk diadu demi uang dan ketenaran. Aurel mulai menyanyikan beberapa cover dan mengupload di internet, tapi tidak menunjukkan siapa dirinya, alias anonim.
Usai melakukan konsernya, bola itu mulai dilemparkan lagi. Kali ini bola ada di tangan Peter dan dia melemparkannya padaku. Bola itu meleset tidak sampai ketanganku. Tentu saja aku harus memilih antara Truth atau Dare. Karena takut disuruh yang aneh-aneh jadi aku memilih dare. Peter akan mengajukan pertanyaan padaku.
"Do you still love him?"
Pertanyaan itu sungguh membuatku kikuk, karena pertanyaan yang sama yang kutanyakan pada diriku selama ini. 'Do I still love him?'
***
Maaaf ya gengs pendek banget, maklumin. Aku lagi sibuk banget buat mempersiapkan Press Conferance, jadi tolong bersabar ya gaes...
Terimakasih sudah membaca...
KAMU SEDANG MEMBACA
HATE OR LOVE (Love is Complicated)
Romance"Aku tidak pernah mengenal Cinta, sampai aku mengenal dirinya." - Lisa Mazoe "Benci, mungkin itu yang bisa menjelaskan perasaanku padanya." - Rezino Willins Lisa Mazoe lugu dengan hati yang begitu polos harus menerima kenyataan untuk dinikai dengan...