22. Skandal

1.8K 50 1
                                    


Lisa POV

Melihat Peter menangis sangat membuat diriku merasa buruk. Peter adalah laki-laki yang baik yang pernah kutemui setelah Arvin. Walaupun belum lama mengenal dirinya, tapi dari apa yang ia ceritakan seperti ia begitu mengenal diriku. Usai sarapan dengan penuh drama yang terus saja menambah beban pikiranku, sejenak aku merasa lebih nyaman. Danau kecil di saping rumah milik Peter terlihat begitu indah dengan cahaya matahari yang begitu terang. Terlihat ada beberapa kawanan angsa disana dan burung-burung kecil di sekitarnya. Peter mengatakan dia ada urusan sebentar jadi dia harus pergi dan memohon padaku untuk tetap tinggal sementara ini. Walaupun rasanya berat sekali bagiku untuk tetap tinggal disini meninggalkan Zino sendirian. Mungkin saja Zino mengkhawatirkanku bukan, mungkin. 

Bahkan aku tidak bisa menghubunginya saat ini, aku bingung harus melakukan apa. Disatu sisi aku benar-benar kecewa melihat hubungan Zino dan Lidia yang ternyata masih terus berlanjut. Tapi disisi lain, aku masih mencintai Zino, itulah kenyataannya. Duduk di pinggir danau sungguh membuatku sedikit merasa lebih baik. Samar-samar terdengar suara mobil memasuki pekarangan yang ternyata cukup terlihat jelas dari tempat ku duduk. Ternyata hutan-hutan yang tadi malam ku lalui tidak begitu menyeramkan di siang hari. 

Mobil sedan berwarna hitam memasuki pekarangan rumah, itu mobil Peter. Dari kejauhan terlihat Peter keluar dari mobil dan melambaikan tangan padaku. Tangannya yang lain memegang tas yang sepertinya berisikan belanjaan untuk makan malam. Aku tersenyum melihat Peter, ia memberikan tas belanjaan kepada Bibi Imelda yang baru saja kuketahui namanya. Peter sedikit berlari menuju pinggir danau menghampiriku. "Apa yang kamu lakukan disini?" tanya Peter. "Tidak, hanya melihat air." jawabku. Peter mendaratkan bokongnya tepat disampingku. Dia menghela nafas seakan begitu merasa lelah. "Bisakah kamu disini lebih lama?" tanya Peter membuatku tertunduk sebagai jawaban yang jelas kalau aku ingin pulang. "Aku tahu kamu mencintainya, aku tahu Lisa. Tapi dia tidak mencintaimu." saura Peter terdengar begitu dalam, membuat perasaan nyeri menggerayangi tubuhku.

"Aku tahu." gumamku. "Berikan aku kesempatan Lisa, aku tidak akan melukaimu atau menyakitimu seperti apa yang dia lakukan." Peter memutar posisi duduknya, kini dia menatapku membuatku gugup. Aku tidak bisa mengatakan apa-apa, apa yang harus kukatakan. "Lisa, kumohon." Peter memegang tanganku, tangannya terasa begitu hangat. "Aku tidak tahu Peter, semua ini tidaklah benar. Kamu memang begitu baik, tapi aku tidak merasa semua ini adalah hal yang benar." mendengar ucapanku Peter tertunduk diam, sepertinya ia kecewa dengan jawabanku. 

"Aku akan menunggu." gumam Peter. "Tidak, Peter kamu pantas mendapatkan yang lebih baik dari diriku. Kamu sukses, pintar, tampan dan baik hati." seruku mencoba meyakinkan Peter. "Kamu cantik, pintar dan baik hati, bukankah kita pasangan yang sempurna?" aku terdiam menatap Peter yang begitu serius dengan pernyataannya. Aku terdiam tidak bisa mengatakan apapun, sungguh. Cup.. entah apa yang terjadi, aku merasakan sesuatu menyentuh bibirku. Peter menciumku, tubuhku kaku tidak bisa bergerak. 

"Brengsek!" seseorang menarik Peter, mendorongnya kemudian memukulinya. Astaga.. Zino. Peter terlempar cukup jauh karena pukulan Zino. "Zino hentikan." aku mencoba menarik Zino, tapi tentu saja aku tidak sanggup menghentikannya. "Seriously?! Peter, look at me! who is she?! she is my wife!" Zino berteriak dengan Peter yang tepat berada dibawahnya dengan mata yang lebam. "Kumohon hentikan, Zino." aku menangis, memohon Zino menghentikan semuanya. "Kau membelanya?! Dasar tidak tahu diri!" Zino membentakku membuatku begitu takut. "Zino, maaf.." suaraku bergetar, aku begitu ketakutan. Zino melempar Peter kearahku, Peter sudah tidak bergerak sama sekali. "Semoga kalian berdua bahagia.." Zino berbalik. Aku mencoba mengejarnya, tapi Zino sudah memasuki mobil. Aku mengetok pintu kaca mobil Zino, dia tidak menghiraukanku. 

Aku berlari tepat didepan mobilnya, menghalanginya untuk pergi. "Kumohon dengarkan dulu.." kakiku sudah lemas. Aku bisa melihat Zino, amarahnya masih memuncak, dia tidak akan berhenti. Tepat sebelum mobil Zino menghantam tubuhku Bibi Imelda menarikku. Dia membenciku, aku melakukan kesalahan. "Zinoo." aku menagis memeluk Bibi Imelda yang mencoba menenangkanku. 

HATE OR LOVE (Love is Complicated)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang