11. Teman?

1.9K 60 2
                                    

"itulah alasan mengapa aku meminta maaf padamu. Aku membiarkan pria itu menutup matamu, mengikat kaki dan tanganmu dan menyembunyikanmu." Peter menghela nafas kemudian menatapku. Sungguh aku belum mengerti maksud dari semua perkataan yang Peter lontarkan. "Aku membiarkannya menikahimu, jika saja hari itu aku datang menculikmu, semua ini tidak akan terjadi." keningku berkerut mendengar ucapan Peter.

"Kau kan belum mengenalku." jawabku singkat. Tentu saja Peter belum mengenalku, kami bertemu di hari setelah pernikahan. Lalu bagaimana dia bisa mengatakan hal-hal seperti itu. "Aku mengenalmu, sama seperti Zino mengenalmu sejak dulu." tunggu, semua ini semakin membingungkan. "Aku tidak mengerti." hanya itu yang bisa kukatakan. Karena memang aku tidak mengerti, sangat tidak mengerti maksud dari semuanya. 

"Seru sekali sepertinya berduaan disini." suara itu, Zino. Peter dan aku secara bersamaan membalikkan badan. Disanalah Zino berdiri dengan rambut nya berantakan tertiup angin dan tangan yang dimasukkan kedalam saku celananya. "Zino.." gumamku, sungguh ketakutan menjalar ditubuhku. Terkahir kali Zino mendapatiku dengan Peter, ia begitu marah. "Bagaimana dengan Lidia?" Zino menatap Peter tajam, apalagi setelah mendengar pertanyaan Peter. "Bukan urusanmu." jawab Zino sembari memutar bola matanya, bukankah mereka berdua berteman?

"Apa yang kau lakukan disini?" sekarang Zino menatapku tajam. Aku diam tak menjawab, bingung harus menjelaskan dari mana. "Berduan dengan laki-laki lain? kau ini sudah menikah Lisa!" Zino membentakku, semakin membuatku bingung harus berbuat apa. "Hei Zino, haruskah kau seperti ini?" Peter maju selangkah mendorongku untuk menjauh dari Zino. Sungguh ini buruk, sangat-sangat buruk. "Ini bukan urusanmu, dia istriku bukan istrimu." jawab Zino, membuat bulu kudukku berdiri.

Aku takut, apa Zino akan menamparku lagi? apa kali ini akan lebih buruk lagi? "Peter tidak papa, sungguh. Zino hanya sedang kesal." Aku berusaha memisahkan mereka berdua, takut kalau nanti mereka berdua bertengkar. "Tidak Lisa, aku tahu semuanya. Jangan ada yang ditutup-tutupi lagi, memar dipipimu sudah cukup untuk memenjarakan bajingan ini." jantungku seperti berhenti berdetak, Peter selama ini tahu. "Memenjarakanku?"Zino berjalan selangkah lebih maju, sungguh mereka berdua akan saling bertengkar.

"Kumohon hentikan, Peter kau harus pergi, kumohon." Peter menatapku, Zino mendengus kesal mendengarku memohon pada Peter. Aku tidak bisa menenangkan Zino, tapi setidaknya Peter mungkin akan lebih mudah ditenangkan. "Lisa, jangan membela dia lagi. Kau tidak pantas mendapatkan semua perlakuan ini." Peter menatapku membuatku rasanya ingin sekali menangis. Tapi aku harus menahannya, Zino akan sangat marah padaku jika aku menangis. 

"Kumohon Peter, pergilah." jawabku, Peter mendengus kesal. "Dengar, ini bukan berarti aku akan membiarkanmu Zino. Jika sekali lagi kulihat kau membentaknya, aku tidak akan segan-segan mengambilnya darimu." Peter membalikkan badan dan pergi dengan kesal. Sekarang Zino seperti sudah ada di puncak kemarahannya, hampir saja Zino akan melayangkan pukulan kearah Peter, tapi aku menahannya. 

"Zino, sudah kumohon." suaraku begitu bergetar, tak dapat menahan ketakutan yang kurasakan. "Huh, kau memohon untuknya? kau ini sebetulnya istri siapa?" Zino menghentakkan tanganku, kemudian berbalik pergi menuju mobilnya yang ternyata terparkir di tepi jalan tak jauh dari tepi pantai. "Jika kau masih diam disana, silahkan!" mendengar ucapan Zino, dengan cepat aku melangkahkan kaki mengekorinya. 

Selama perjalanan tidak ada obrolan yang terjalin, Zino melajukan mobil dengan sangat cepat. Sesampainya di resrot, tentu saja Peter disana bersama dengan Ibu Patricia. "Hai kalian, habis jalan-jalan ya, ini Peter mampir loh." Ibu Patricia tersenyum sumringah kearah ku dan Zino yang baru saja sampai. "Lisa, lisa kemari kenalkan ini Peter." dengan canggung aku mendekati Ibu Patricia dan Peter. Sesekali kulihat ekspresi wajah Zino, datar tidak ada emosi disana. "Kami sudah saling kenal kok bu." Peter menjawab dan juga memanggil Ibu Patricia dengan panggilan Ibu. Sepertinya Peter dan Zino memang akrab sejak dulu. 

HATE OR LOVE (Love is Complicated)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang