Semalaman aku tidak bisa tertidur, usai persoalan perasaan yang semakin rumit. Rasa bersalah akan apa yang kukatakan pada Peter terus saja menghantuiku. Jujur saja, aku hanya tidak mengerti dengan perasaanku sendiri.
Saat aku bersama Peter, aku merasa nyaman. Perasaan yang kamu rasakan ketika ada seseorang yang memperdulikanmu, menjagamu dan mencintaimu dengan tulus, aku tidak bisa menghindarinya.
Karena aku membutuhkannya. Selama ini aku tidak pernah merasa benar-benar dicintai selain kasih sayang dari kedua orang tuaku dan sahabat-sahabatku. Peter memberikan perasaan yang seharusnya kudapatkan saat aku bersama Zino.
Aku tidak dapat menolaknya, aku membiarkannya semakin dalam dan dalam dikehidupanku. Aku membiarkannya memeberikan perhatian yang membuatku senang, aku membiarkannya menciumku dan membuatku merasa dicintai sebagai seorang wanita.
Tapi, aku tahu, didalam diriku masih ada sesuatu yang belum terselesaikan. Perasaan tidak puas dan penantian yang sia-sia. Sampai Zino kembali muncul dalam hidupku, aku semakin tidak karuan.
Aku semakin bingung dengan perasaanku sendiri. Perubahan sikap Zino semakin membuatku bingung, suasana hatiku terus-menerus berubah. Saat Zino dirawat aku sadar, bahwa aku masih perduli padanya apa mungkin bahkan masih mencintainya, aku tidak tahu jangan menghakimiku.
**
Matahari bersinar cukup terang dan aku terbangun dari tidur singkat yang tidak nyaman sepanjang malam. Kepalaku terasa pusing karena tidurku sepertinya tidak cukup.
Tok Tok..
"Lisa, bangun sayang. Ayo sarapan"
"Iya bu, aku mandi dulu." sautku.
Aku menatap jendela kamarku yang menampakkan dedaunan pohon yang tak jauh dari rumah. Matahari bersinar terang dan membuat sedikit perasaanku menjadi lebih baik.
**
Aku menuruni tangga dan mendapati Zino bersama Ayah dan Ibu tengah duduk di meja makan. Dimana Peter? itulah pertama kali yang kupikirkan karena aku tidak menemukannya di meja makan.
"Dimana Peter?" tanyaku.
"Oh dia ada pekerjaan yang harus diurus, jadi pagi-pagi sekali sudah berangkat pulang." jawab Ayah.
Rasa kecewa dan bersalah semakin menjalar ditubuhku, apakah dia akan kembali secepatnya?
"Duduklah." Ibu menarikkan bangku agar aku bisa duduk dengan nyaman. Perutku yang semakin membesar, sedikit mempersulit diriku untuk beraktivitas.
"Mau sarapan roti atau oatmeal?"
"Oatmeal boleh dengan susu." jawabku.
Kulihat Zino yang terus menerus mengaduk mangkuk oatmelanya. Sejenak aku cukup kepikiran dengan apa yang kuucapkan padanya tadi malam. Tidak, aku tidak menyesal mengatakannya karena memang itu kenyataannya.
Tapi aku hanya merasa tidak nyaman karena membuatnya bertingkah aneh seperti ini.
"Zino, barang-barangmu akan sampai hari ini kan?" tanya Ayah.
"Iya sepertinya begitu." jawab Zino.
Jika mungkin banyak orang yang akan bertanya, bagaimana bisa Zino dengan mudah seperti diterima kembali oleh Ayah dan Ibuku, aku tidak tahu jawabannya. Tapi kemungkinan besar, karena Zino masih jadi kerabat jauhku, itu membuat hubungannya dan keluargaku tidak bisa dipisahkan hanya karena perceraian kami.
Terlebih lagi, ibuku sangat menyayangi Ibu kandung Zino. Aku yakin sekali Ibu tidak tega untuk terus-terusan bersikap dingin pada Zino.
Aku juga sudah memperlakukan Zino dengan baik, karena aku berusaha untuk melepaskan dan mengikhlaskan semuanya. Aku menganggap semua ini sebagai pelajaran berarti untuk diriku. Walaupun aku merasa semua ini masih belum selesai.
KAMU SEDANG MEMBACA
HATE OR LOVE (Love is Complicated)
Romantik"Aku tidak pernah mengenal Cinta, sampai aku mengenal dirinya." - Lisa Mazoe "Benci, mungkin itu yang bisa menjelaskan perasaanku padanya." - Rezino Willins Lisa Mazoe lugu dengan hati yang begitu polos harus menerima kenyataan untuk dinikai dengan...