Zino POV
Entah setan apa yang merasuki ku kemarin, hingga melakukan hal itu pada wanita itu. Mabuk, memang hal yang sering kulakukan. Tapi tergoda dengan seseorang yang ku benci, itu hal yang membuatku bingung. Aku bukanlah tipe pria yang suka ganti-ganti wanita, sejauh ini aku hanya pernah melakukannya dengan Lidia. Sekarang yang jadi beban pikiranku bukanlah persoalan aku tidur dengannya, tp lebih kepada seingatku aku tidak menggunakan pengaman. Sial! aku tak ingat sama sekali sejauh mana yang kulakukan.
Memang benar Ayah dan Ibu ingin aku dan wanita itu cepat-cepat mempunyai momongan. Tapi aku tidak ingin hal itu terjadi, kalau sampai terjadi semua ini akan jadi semakin rumit. Hadirnya seorang anak hanya akan mempersulit perpisahanku dengan wanita ini. Sedari tadi aku tidak bisa tidur, frustasi memikirkan apakah wanita ini akan hamil nantinya.
Matahari mulai bersinar, tidurku tidak nyaman. Mungkin aku hanya memejamkan mata selama dua jam, berkat beban pikiran. Lisa sepertinya masih tertidur pulas, pagi ini aku harus berangkat ke kantor lebih cepat. Terlebih lagi hari ini Lidia keluar dari rumah sakit, aku akan menjenguknya pagi ini sebelum pergi kekantor.
Rasa bersalah menggerayangiku, mengingat bagaimana aku hampir melupakan Lidia yang terbaring dirumah sakit. Sial, semua ini semakin rumit saja.
***
Selama perjalanan handphone ku terus berbunyi notifikasi dari salah satu akun media sosial. Entah sejak kapan, kenapa akun media sosialku begitu ramai dengan orang-orang yang tidak ku kenal. "Nanti harus ku uninstall." pikir ku. Tadi aku sempat mampir ke salah satu toko bunga, membelikan mawar putih kesukaan Lidia. Semoga saja ia akan memaafkanku kali ini. Saat aku mengunjunginya kemarin, sulit karena Ayah Lidia. Ya tentu saja Ayah Lidia akan tahu perihal pernikahanku dengan wanita itu. Padahal aku sudah berjanji akan menikahi anaknya, aargggh sial sekali.
Jika disuruh memilih pasti aku akan memilih Lidia, tapi aku tidak yakin bagaimana nanti respon Ayahku. Lorong rumah sakit memiliki kesan mengerikan tersendiri bagiku. Selalu mengingatkanku di masa-masa ibu kandungku yang sekarat. Hari dimana ia meninggal, akupun tidak disana, aku benci dia. Hari dimana aku tahu bahwa Ayah kandungku, menikah lagi dan sudah mempunyai seorang anak perempuan. Rumah sakit, tempat dengan bau yang menyengat ini selalu membawa kenangan buruk bagiku. Dari kejauhan kulihat seorang wanita dengan rambut panjang tersenyum kepadaku sembari melambaikan tangan. Senyumnya merekah begitu cantik, membuatku tersenyum melihatnya. Lidia berlari kecil kearahku, membuatku sedikit panik.
"Hei..hei, jangan berlari seperti itu. Memangnya kau sudah benar-benar pulih?" tanyaku geram. Lidia tertawa kecil, kemudian mencium pipiku dengan lembut. "ini untukmu." mata Lidia berbinar melihat apa yang kubawakan untuknya, tentu saja ia akan suka. "Wah bagus sekali, terimakasih." jawabnya.. Dikejauhan aku bisa melihat laki-laki tegap dengan setelan jas mahal dan rambut yang keputihan berdiri menatap kami berdua. Tentu saja itu adalah Mr. Peterson, Ayah Lidia. "Hei tidak apa-apa, aku sudah bicara pada Ayah." Lidia menarikku mendekati Mr. Peterson. Ekspesinya tidak berubah, bahkan ketika aku menjabat tangannya. "Apa kabar Mr. Peterson?" tanyaku basa-basi. "Baik. Lidia ayo kita pulang." seperti yang kuyakini, Mr. Peterson akan mengabaikanku.
"Ayah, kan sudah kubilang, aku akan pulang bersama Rezino." Lidia merekatkan tangannya padaku, membuatku sedikit bingung harus melakukan apa. "Umm saya akan mengantarkan Lidia kerumah." sambungku singkat, keringat seperti mulai membasahi tubuhku. "Istrimu tahu?" tanya Mr. Peterseon yang seketika hampir membuat jantungku berhenti. "Ayaah.." eluh Lidia. "Tentu saja, kita berdua saling tahu posisi kita masing-masing." jawabku, berusaha membuat Mr. Peterson percaya lagi padaku. "Dengar, aku tak ingin ada omongan buruk tentang anakku. Jika kau benar-benar serius, ceraikan istrimu baru dekati anakku." Mr. Peterson membalikkan badan, meninggalkanku yang menegang seperti tertembak peluru. Langkah kaki Mr. Peterson yang besar dengan sepatu pantofelnya membuat suara yang terdengar seakan lebih dramatis. Tapi ia hanya melangkah pergi menjauh, tapi kakiku serasa dipaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
HATE OR LOVE (Love is Complicated)
Romansa"Aku tidak pernah mengenal Cinta, sampai aku mengenal dirinya." - Lisa Mazoe "Benci, mungkin itu yang bisa menjelaskan perasaanku padanya." - Rezino Willins Lisa Mazoe lugu dengan hati yang begitu polos harus menerima kenyataan untuk dinikai dengan...