Hallo Gengs, yuhuuuu 1k viewes.... Terimakasih banyak untuk kalian yang sudah mau membaca cerita ini dan kasih vote untuk cerita ini.
Terimakasih juga buat kalian yang udah mau ngerekomendasiin cerita ini ke teman-teman kalian. Love u gengs...
terus dukung aku supaya lebih giat nerusin cerita ini ya gengs..
Selamat Membaca...
***
Lisa POV
Aku memperhatikan diriku yang ada di pantulan cermin. Rambutku sedikit acak-acakan, tapi bukan itu yang menggangguku. Leher ku penuh dengan bercak-bercak keunguan, seperti jika tubuhmu terbentur sesuatu dan memar, ya seperti itu. Sekilas ingatan tadi malam membuatku terdiam dan berpikir. Apakah ini bekas ciuman yang Zino lakukan di leherku. Sungguh tidak hanya ada satu tapi ada tiga titik. Aku mencoba menutupinya dengan rambutku, berharap nanti tidak ada yang melihat. Tapi salah satu dari ketiga tanda itu sangat terlihat dengan jelas.
"Jangan ditutupi.." aku menoleh mendapati Zino yang bersandar di tepi pintu kamar mandi. Zino menatapku dan aku hanya diam tak mengatakan apapun. "Minggir, aku mau mandi." Zino melangkah melewatiku menuju bathtub. Seketika aku tersadar dari lamunanku dan bergerak keluar dari kamar mandi. Hari ini adalah hari terakhir liburan di resort keluarga.
Pagi ini semua orang terlihat baik-baik saja. Sarapan bersama pun terasa lebih tenang dibandingkan makan malam. Untuk pertama kalinya aku melihat Peter mengenakan kaos dengan setelan yang begitu santai. Tidak seperti biasanya yang selalu terlihat mengenakan kemeja, jas dan celana formal. Rambutnya pun terlihat tidak ditata serapih biasanya, tentu saja ia semakin tampan.
Tapi Zino sedari tadi sangat mengganggu konsentrasiku. Sedari tadi Zino terus tersenyum, walaupun sneyuman itu tidak ditujukan padaku. "Ini perasaanku Ibu saja, atau sepertinya lehermu memar ya sayang?" pertanyaan Ibu Patricia sangat mengejutkanku. Dengan cepat aku coba menutupi memar di leherku, sungguh tidak ingin orang lain melihatnya. "Ah tidak bu, hanya luka terkena catokan rambut." jawabku, berbohong yang sangat bodoh. Terserahlah, aku yakin semua orang tahu aku berbohong. Karena memang aku sangat tidak pandai dalam berbohong, luka terkena catokan rambut ? yang benar saja. Rambutku bahkan tidak ku tata sama sekali.
Ibu Patricia hanya tersenyum kepadaku, aku yakin Ibu tahu mengapa aku berbohong. Kulihat sedari tadi ternyata Peter memperhatikan ku dengan tajam. Aku hanya tersenyum kepadanya dan ia memalingkan wajahnya. "Peter kau harus sering-sering mengunjungi kami. Walaupun ya semua tahu kau sibuk sekali dengan bisnis barumu itu." untunglah, Ayah dengan cepat membahas persoalan lain. "Haha, tentu saja akan ku usahakan. Bisnis baru perlu banyak perjuangan keras dan memakan waktu." jawab Peter. Melihat Peter dan Zino membuatku teringat akan perkuliahanku. Sampai sekarang aku masih belum tahu, apakah aku akan melanjutkan perkuliahanku atau tidak. Zino tidak pernah membahas perkuliahanku dan aku takut untuk menanyakannya.
---
Sebentar lagi liburan perkuliahan akan berakhir, semester baru sudah menunggu. Aku harus menanyakan soal ini kepada Zino. Pintu kamar terbuka, Zino memasuki kamar. Tentu saja langsung mengabaikanku. Zino merapihkan beberapa barang kantor yang ia bawa saat berlibur. Aku sudah merapihkan semua pakaian dan mungkin ini saat yang tepat. "Zino boleh kita bicara sebentar?" tanyaku. Zino menatapku dengan dahi yang berkerut, seperti bingung. "Uuum aku ingin membicarakan soal perkuliahanku." lanjutku. Seketika Zino terdiam, kemudian menatapku. "Uuum sebentar lagi liburan perkuliahanku berakhir. Ayah ingin aku terus melanjutkan perkuliahanku. Tapi aku ingin tahu dulu bagaimana pendapatmu?" tanyaku gugup. Zino memalingkan wajahnya kearah jendela. Aku tidak tahu apa yang dia pikirkan sekarang.
"Jika kau tidak mengizinkanku melanjutkan kuliah, uum baiklah. Tapi kumohon pertimbangkan lagi.." Zino mengusap wajahnya dan menghela nafas. "Terserah, lakukan sesukamu." hanya itu jawabannya. "Baiklah.."
KAMU SEDANG MEMBACA
HATE OR LOVE (Love is Complicated)
Roman d'amour"Aku tidak pernah mengenal Cinta, sampai aku mengenal dirinya." - Lisa Mazoe "Benci, mungkin itu yang bisa menjelaskan perasaanku padanya." - Rezino Willins Lisa Mazoe lugu dengan hati yang begitu polos harus menerima kenyataan untuk dinikai dengan...