21. Sejak Dulu

1.7K 48 4
                                        


Dari kejauhan aku bisa melihat seorang pria tengah berbicara dengan seorang wanita yang membuatku sedikit ketakutan. Takut kalau mendapati ternyata itu Zino dan Lidia. Gelap tidak terlihat begitu jelas, aku melangkah semakin mendekat. Kakiku lemas, mendapati disanalah Lidia dan Zino, entah apa yang tengah mereka bicarakan. Tapi tentu saja itu sudah cukup membuatku kecewa. Kukira Zino tengah berusaha melupakan Lidia dengan terus bersamaku. Sepertinya harapan untuk Zino melupakan Lidia adalah sesuatu yang tidak bisa terjadi. Jarak diantara mereka begitu dekat, entah apa yang mereka tengah bicarakan. Aku tidak perduli. Aku berbalik, berjalan cepat kembali ke dalam rumah. Disana didepan pintu seseorang berdiri, menatapku sambil tersenyum. "Hai.." Peter dengan jas kecoklatan dan rambutnya yang selalu tertata rapih. "Hai." jawabku singkat dan berjalan melewatinya.

"Lisa.." kudengar samar-samar Peter memanggilku. Aku semakin mempercepat langkahku. Lenganku ditarik, langkahku terhenti. Peter menatapku dengan ekspresi terkejut, tanpa kusadari ternyata aku sudah menitihkan air mata. Dengan cepat aku menghapus air mataku dan melepaskan pegangan Peter. "Kenapa?" tanya Peter. Aku mengeka air mataku, membersihkannya dari pipiku. "Lisa, kenapa?" kali ini dengan nada yang sedikit ditekan. "Tidak ada apa-apa." jawabku singkat.

"Pasti Zino." gumam Peter, yang masih bisa kudengar. "Tidak tidak." jawabku membela Zino. Sungguh aku tidak ingin Peter melakukan sesuatu, ini urusanku dengan Zino. "Dimana dia?" tanya Peter. Aku menggeleng dan mengangkat bahu. "Sampai kapan kamu terus begini Lisa? membela dia yang sudah jelas salah?" ucap Peter, membuatku terdiam. "Sekarang katakan, dimana dia?" sungguh aku tidak bisa mengatakannya. Aku melihat kain yang terus tertiup angin tepat dibelakang Peter. "Oh dia disana." baru saja aku ingin menjawab tida, Peter berjalan menuju taman belakang. Aku berusaha mengejar Peter untuk tidak pergi kesana. Tapi tepat setelah melewati pintu belakang disanalah Zino dan Lidia, baru saja ingin berjalan masuk kedalam. Peter berhenti menatap Zino dan Lidia dan kemudian tiba-tiba berlari dan melayangkan pukulan tepat diwajah Zino. Aku terkejut, berlari mendekati Peter dan Zino yang ternyata sudah saling memukul. "Hentikan!" teriakanku sepertinya tidak menghentikan mereka. "Zino, Peter, kumohon hentikan." sungguh mereka tidak mendengarkanku. "Sudah kukatakan aku serius, dasar brengsek!" Peter berteriak kemudian kembali melayangkan pukulan pada Zino.

Aku tidak tahu harus melakukan apa, mereka terus saja memukul satu sama lain. Aku mencoba menarik lengan Zino, menghentikannya untuk memukul Peter. Zino menepis tanganku yang ternyata cukup kencang dan membuatku jatuh tersungkur. "Au.." eluhku, ketika tangaku sedikit tergores batu di taman. Peter yang melihat Zino menjatuhkanku, kembali melayangkan pukulan keras kepada Zino, hingga membuatnya jatuh tersungkur. Aku berusaha berdiri, mendekati Zino, tapi Peter menahan lenganku dan menarikku memasuki rumah. Kulihat disana beberapa orang memperhatikan pertikaian yang ada di taman. Tapi tidak banyak yang menyadarinya, terlihat disana Abraham dan teman-temannya. "Peter, ada apa?" tanya Abraham pada Peter. "Tolong, jangan ada berita apapun soal ini." ucap Peter kemudian menarikku menuju lorong belakang. "Peter berhenti." eluhku, Peter tidak mendengarkan sama sekali.

Ternyata Peter membawaku ke pintu belakang menuju tempat mobil-mobil di parkirkan. "Peter kumohon berhenti, aku istri sah Zino." Peter menghentikan langkahnya. Membalikkan badan dan aku cukup terkejut melihat wajahnya dengan luka berdarah dan lebam. "Lisa aku tidak perduli, kau sungguh bodoh terus bersama laki-laki itu!" untuk pertama kalinya, untuk pertama kalinya Peter membentakku dengan keras. Aku terkejut, sungguh sangat terkejut. Peter menarikku, menyuruhku masuk kedalam mobil. Mendapati Peter yang begitu marah, aku tidak tahu harus melakukan apa selain mengikuti apa yang ia minta.

Selama perjalan, tidak ada percakapan antara aku dan Peter. Bahkan aku tidak tahu kemana ia akan membawaku sekarang ini. Jam di mobil menunjukkan tepat pukul sembilan malam, Peter membawaku ke daerah yang benar-benar tidak aku tahu. Aku lihat darah di pelipis mata Peter menjalar hingga ke pipinya. "Peter, kau harus mengobati lukamu dulu." Peter mengarahkan kaca dimobil melihat lukanya. "Biarkan saja." jawab Peter singkat. "tidak, kita berhenti dulu." ujarku dengan penekanan. Peter meperlambat laju mobilnya, kemudian menepi. "Kamu punya kotak P3K atau apapun?" tanyaku. "Coba cek di sana." Peter menunjuk ke dashboard mobil didepanku. Ketika kubuka ada kotak kecil dengan lambang P3K, untung saja ada.

HATE OR LOVE (Love is Complicated)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang