27. Benarkah?

1.6K 49 6
                                    

Lisa POV

Aku terkejut, sangat terkejut. Antara bahagia, tidak menyangka dan bingung. "Tidak mungkin dok." gumamku pelan. "Tentu saja mungkin, Anda bisa lihat sendiri. Ada sesuatu disini dan terus akan berkembang." ucap Dokter sambil menunjuk bolatan yang tidak nampak begitu jelas. Aku bingung, sungguh aku sangat bingugn. "Tapi berat badan saya turun dan saya tidak menunjukkan gejala kehamilan."  

"Hmm, itu sebetulnya berita yang buruk, kalau Anda bilang berat badan Anda turun. Tapi sesuatu seperti ini bisa saja terjadi, saya beberapa kali pernah menangani kehamilan tidak terduga. Bahkan pasien mengira dirinya terkena kanker." Dokter tertawa kecil menjelaskan cerita pengalamannya. Aku masih terduduk bingung, tapi bagaimana bisa dua dokter mengatakan hal yang berbeda. "Saya akan berikan beberapa suplemen vitamin dan susu untuk Ibu hamil. Jadi Anda harus menjaga kandungan ini dengan baik, walaupun ini mungkin terkesan mengejutkan." Dokter itu mulai menulis sesuatu yang tidak bisa kubaca diatas kertas. Semua ini terlalu mengejutkan untukku. Aku tidak pernah berharap lebih lagi setelah pemeriksaan itu. Perutku memang cukup membesar, tapi kukira bukan karena hamil tapi karena aku terlalu banyak mengkonsumsi gula dan jarang olahraga.

"Ada apa nyonya? kenapa dari tadi diam?" tanya Dokter yang sepertinya mulai merasa aneh karena aku terlalu diam. Aku memikirkan banyak hal yang masih tidak ku mengerti. Aku hanya menggeleng sebagai jawaban, tapi sepertinya itu tidak cukup untuknya. "Apa Anda tidak menginginkan bayi ini?" tanya Dokter, dengan nada yang begitu serius. "Tidak tidak, bukan begitu. Saya senang dengan kehadiran bayi ini, hanya saja ini membingungkan saya." jawabku, mencoba menjelaskan kepada Dokter. 

Dokter menghela nafas, seakan lega mendengar jawabanku. "Jujur nyonya, belakangan ini saya sering menemukan kehamilan tidak terduga seperti ini dan mereka semua ingin menggugurkan kandungannya." ujar Dokter sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. "Saya tidak bisa berbuat banyak kepada keputusan mereka, karena beberapa peraturan negara memang melegalkan aborsi. Tapi saya akan sangat senang jika Anda tidak melakukan itu, karena bayi itu berhak mendapatkan kesempatan untuk hidup." mendengar penjelasan Ibu Dokter membuatku tersenyum. Lega rasanya bertemu seorang Dokter dengan hati yang baik seperti dirinya. "Terimakasih bu Dokter." ucapku. Dia hanya membalasnya dengan senyuman.

***

Sesampainya di apartemen aku hanya bisa terduduk diam di tepi ranjang. Sebetulnya apa yang terjadi, bagaimana bisa seperti ini. Aku mengusap perutku lembut dan berfikir betapa bodohnya aku. "Maafkan Ibu nak, Ibu tidak tahu kalau kamu sudah ada disini." ucapku. Aku menghela nafas dan mengambil ponselku. Aku membaca beberapa artikel tentang kehamilan. Ternyata memang benar apa yang Ibu Dokter katakan, ada beberapa kehamilan yang tidak memunculkan tanda-tanda. Bahkan beberapa diantara mereka baru sadar kalau mereka hamil ketika tiba-tiba melahirkan. Sungguh itu membuatku nyeri membacanya.

Aku akan menjadi seorang Ibu, itu membuatku senang. Tapi, besok adalah sidang perceraianku. Apa yang harus kulakukan. Jujur saja aku belum banyak bekal mengenai hal ini, tapi aku harus siap. 

***

Matahari bersinar begitu cepat, malam ini aku berusaha keras untuk tidur karena sulit sekali. Banyak hal terlintas dalam benakku dan tentang keputusan yang harus kuambil. Aku membuka lemari, mencoba mencari pakaian yang sesuai dengan diriku. Dress berwarna merah marron menjadi pilihanku. Telfonku berbunyi dan ternyata dari Ibu. "Halo bu." sapaku. "Halo sayang, apa Ibu perlu menjemputmu?" tanya Ibu. "Tidak bu, tidak perlu. Arvin akan menjemputku sebentar lagi." jawabku. "Baiklah, sampai jumpa." , "Sampai jumpa." Aku menutup telfon dan menghela nafas panjang. 

Tiga puluh menit kemudian, Arvin sudah mengirimi ku pesan kalau dia sudah berada didepan apartemenku. Benar saja, mobil sedan berwarna biru tua sudah terparkir disana. Arvin keluar dari bangku supir ketika melihatku melangkah mendekati mobil. Dia tersenyum padaku dan membukakan pintu untukku. Selama perjalanan Arvin tidak mengatakan banyak hal, hanya menanyakan apa kabarku dan lain sebagainya. "Itu apa?" tanya Arvin memberikan gerakan menunjuk pada map yang kubawa. "Bukan apa-apa, hanya berkas pernikahan yang harus kubawa." aku berbohong, lagi. Entahlah, mungkin aku sudah pandai berbohong sekarang ini.

HATE OR LOVE (Love is Complicated)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang