39. Bukan Urusanmu

1.8K 55 8
                                    

Telingaku mendengar suara, aku sadar bahwa aku sudah cukup lama tertidur, apakah sudah pagi?

Aku membuka mataku perlahan dan berusaha merenggangkan tubuhku. Namun aku tersadar dan bingung ketik mendapati diriku tertidur diatas sofa yang berada di ujung kamar. Kulihat kearah ranjang tempat Zino tertidur. Terkejut, bahagia dan bersyukur, kulihat Zino tengah terduduk diranjang sembari berusaha membuka kertas yang membalut sandwich. "Zino!" 

Zino menatapku dan tersenyum sembari menunjukkan dereta giginya yang baik-baik saja. "Kapan kamus adar?" tanyaku. "Uuum sekitar jam tiga pagi dini hari mungkin." jawabnya. "Butuh bantuan?" tanyaku melihat dirinya yang sepertinya kesulitan dengan sandwich itu. Zino menyodorkannya padaku, kulihat sepertinya dia tidak merasa nyaman dengan infus yang berada di tangan kanannya. 

Sesudah gulungan kertas sudah terbuka, aku memberikan sandwich itu padanya. "Terimakasih."ucap Zino. "Apa kau baik-baik saja? dokter sudah datang memeriksa?" tanyaku. Zino mengangguk sembari mengunyah sandwich, dia kelihatan seperti sangat lapar. 

Suara pintu yang terbuka mengalihkan pandanganku, disana Peter berdiri dengan tangan yang penuh dengan paper bag. "Kamu sudah bangun Lisa." senyum Peter. Aku hanya mengangguk sebagai jawaban. "Ini kubawakan makanan dan pakaian mu. Ibu dan Ayahmu sudah pulang sejak tadi malam."ucap Peter. 

Peter meletakkan paper bag di sofa tempat ku tidur tadi. "Kenapa kamu tidak membangunkanku saat Zino sadar?" tanyaku. "Aku sudah coba, kamu tidak bangun. Sepertinya itu efek terlalu lelah." mendengar jawaban Peter, mungkin saja itu benar. Karena rasanya punggungku terasa sedikit sakit. "Lalu siapa yang memindahkanku kesofa?" tanyaku. Aku menatap Zino dan dia tentu saja menggeleng. "Kamu pikir siapa lagi yang masih kuat menggendong wanita gemuk sepertimu selain Aku dan Peter." ucap Zino, membuatku sedikit kesal mendengarnya. "Aku tidak gendut, hanya berbadan dua." jawabku ketus. 

"Semua orang sudah pulang?" tanyaku. "Iya, tapi nanti siang Ibu Patricia akan datang kesini. Ayah Danis sepertinya akan sementara menggantikan Zino dikantor. Aku mengangguk angguk mendengar ucapan Peter. Sungguh, aku bersyukur bahwa Zino baik-baik saja. 

***

Beberapa saat yang lalu dokter datang dan menjelaskan perihal keadaan Zino yang ternyata bersyukurnya tidak begitu parah. Hanya saja lengan dan kakinya harus di gips selama dua minggu karena pergeseran tulang. Tak berapa lama kemudian Ibu Patricia datang dengan wajah gembira dan menenteng paper bag. 

"Halo semuanya, Ibu bawa makanan." Ibu Patricia meletakkan beberapa makanan yang ia ambil dari dalam paper bag. Semuanya adalah makanan yang ditaruh didalam box kertas, sepertinya dari beberapa restoran terdekat di rumah sakit ini. "Terimakasih." ucapku. 

"Tadi Ibu bertemu dokter dulu sebentar, katanya Zino sudah bisa pulang hari ini. Tapi dia tidak akan pulang keapartemen dikota." 

"Lalu kemana bu?" Zino bertanya bingung mendengar ucapan Ibunya dengan wajah yang tengah mengunyah salad sayuran yang Ibu Patricia bawakan.

"Kamu semetara harus tinggal bersama Lisa, karena kota ini sebetulnya amat sangat aman untuk kalian berdua." 

"Apa?!"  ya tentu saja, kami bertiga bengeluarkan kata yang sama dengan nada terkejut yang sama pula. "Iya Ibu dan Ayah juga sudah membicarakan hal ini, sepertinya memang ada yang berniat mencelakai kalian berdua kan. Jadi sepertinya lebih baik kalau kalian tinggal bersama untuk sementara, sampai keadaan membaik." Entah datang dari mana Ibu sepertinya tahu keterkejutan kami dan menjelaskan bawa mereka juga menyetujui ide tersebut. 

"Lisa tidak papa kan?" tanya Ibu Patricia padaku. Jujur saja tidak mungkin aku mengatakan dengan jelas bahwa aku sangat tidak setuju. Karena saat ini Zino dalam keadaan yang sangat tidak sopan jika .. ah sudah lah tidak tahu. Aku hanya mengangguk dan memalingkan wajah kemakanan yang ada dihadapanku. 

HATE OR LOVE (Love is Complicated)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang