Luna membuka matanya dengan perlahan, berusaha mengenali tempat yang sering ia singgahi ini. Bau obat-obattan membuat Luna tak mau berlama-lama di sini, karena sesaat setelahnya Luna tau bahwa kini ia sedang berada di rumah sakit.Ringis kesakitan keluar begitu saja dari mulut Luan tatkala ia merasakan nyeri di sekitaran punggungnya. Mungkin efek dari kelakuan pria tadi, pikir Luna dalam diam.
Luna melihat ke samping kanannya di mana terdapat seseorang yang sepertinya tengah tertidur dengan menenggelamkan wajahnya di antara lipatan tangan.
Sedikit rasa kecewa turut hadir dalam diri Luna saat mengetahui orang yang pertama kali ia lihat saat tersadar bukan lah Kakaknya, melainkan Bryan.
Namun walau begitu Luna tetap bersyukur dan turut bahagia karena laki-laki yang menolongnya ini tak mendapati luka apapun selepas perkelahian panjang tadi.
Jika di lihat-lihat Bryan itu tampan juga ya, selain itu ia juga baik dan lembut. Luna tak pernah menyangka bahwa orang yang baru ia kenali selama setengah malam ini sudi menolongnya.
Tiba-tiba saja Bryan terbangun dari tidurnya, dan ia cukup kaget melihat Luna yang sudah sadar dan sedang menatapnya dengan senyuman khas Luna.
"Eh udah sadar, ada yang sakit gak? apa perlu aku panggilin dokter buat ngechek keadaan Luna sekali lagi?" tanya Bryan terdengan mencemaskan kondisi Luna.
"I'm okay," sahut Luna yang malah tertawa geli melihat ekspresi lucu wajah Bryan.
"Syukurlah, maaf ya gara-gara--" ucapan Bryan di sela dengan cepat oleh Luna yang dengan sigap menggelengkan kepalanya, tak membenarkan perkataan maaf itu.
"Harusnya Luna yang minta maaf karena udah ngerepotin Kak Bryan sampai sejauh ini, makasih ya Kak udah dateng, kalau gak ada Kak Bryan aku gak tau aku bakal gimana," tutur Luna sembari menundukan wajahnya, kembali teringat kelakuan tak terpuji para pria tadi.
"I'ts okay Luna, Kak Bryan gak merasa di repotkan kok. Malah Kak Bryan seneng bisa bantuin dan jaga Luna," sambung Bryan membuat Luna mendongkakkan kepalanya menatap wajah tampan itu.
Bryan terkekeh melihat wajah Luna yang begitu mengemaskan di matanya. "Duh lucunya," celetuk Bryan sembari megusap pucuk kepala Luna lembut.
Sementara pipi sang empunya langsung berubah warna, mendapati perlakuan yang biasanya di lakukan kakaknya kini di lakukan oleh orang lain yang mampu membuatnya berdebar.
Suara pintu yang terbuka mengalihkan fokus kedua manusia yang tengah berbunga-bunga itu, terdapat Marvel dengan kresek yang berisi beberapa makanan yang ia beli untuk dirinya sendiri dan Bryan.
Tanpa berlama-lama Marvel langsung mempercepat langkahnya lalu memeluk erat adik perempuanya, seolah kalau tak begitu maka adiknya akan hilang tertelan waktu.
"Maafin Kak Marvel ya Luna," lirih Marvel takut adiknya itu tak mau memaafkannya.
"Kenapa harus minta maaf? yang salah Luna sendiri kok kak. Kalau tau bakal begini mending Luna kena macet deh ah!" tandas Luna merutuki kebodohannya.
"haha kamu ini, udalah besok-besok bareng Kak Marvel aja. Emang orang yang kaya kamu ini gak bisa di lepas, bahaya," sambung Marvel membuat Luna memanyunkan bibirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Luka Lara Luna || END (Tahap Revisi)
Teen FictionSemuanya terjadi begitu saja. Entah apa yang terjadi sebelumnya, hingga kini aku berakhir seperti ini. Tatapan yang ia lemparkan, perilaku yang ia tunjukkan, dan kata-kata yang ia lontarkan semuanya terjadi atas dasar kebencian terhadapku. Segala ca...