Bryan melirik tak suka ke arah sekitar, sekumpulan laki-laki di dekat mejanya membuat Bryan tak tenang.Pasalnya mata para lelaki itu terus terarah ke Luna, sedangkan Luna tak menyadarinya.
"Kita makan di tempat lain aja ya?" ucap Bryan tiba-tiba, membuat kening Luna mengernyit.
"Kenapa? bukannya tadi Kak Bryan sendiri yang ngajak ke sini?" tanya Luna kebingungan.
Sementara Bryan masih diam dengan rasa kesal, Luna mulai memperhatikan sekitarnya. Mana tau ada sesuatu yang membuat pasangannya ini tak nyaman berada di tempat mereka sekarang.
Namun sepertinya tak ada yang salah, semua tampak seperti semestinya. Sebuah cafe yang ramai pengunjung. Itulah yang Luna dapati.
Bryan? ia semakin kesal tatkala melihat salah satu dari para laki-laki tadi melemparkan senyuman genit ke arah Luna saat tatapan mereka tak sengaja bertemu.
Bryan dengan cepat membuka hudie yang tadinya ia kenakan, lalu ia pakaikan kepada Luna dan menutup kepala perempuan itu lalu menangkup kedua pipi Luna, membuat Luna hanya menatapnya tanpa menoleh ke arah lain.
"Di sini banyak mata-mata genit, jadi kamu liat aku aja sampai kita selesai makan. Harus nurut, jangan jadi pacar durhaka."
* ° * ° *
Luna Mengamati bunga-bunga miliknya yang telah mekar sempurna.
Tak hanya dirinya bunga milik Luna pun ikut tampak indah.Seperti biasa, setelah puas mengamati bunga-bunga dari dekat. Luna mulai menduduki sebuah kursi putih yang berada di roftoop rumahnya.
Mengamati adalah ahli Luna, ia tak pernah bosan mengamati sekitar. Karena pikirnya ia tak kan bisa berlama-lama di bumi, jadi apa salahnya memperhatikan nya hari ini
Sebelum benar-benar pulang ke rumah, Luna terlebih dahulu menemui Isqi. Seperti hari-hari sebelumya, untuk mengecek keadaan nya yang tak pernah sembuh total.
Matahari yang mulai tenggelam mengambil alih fokus Luna, terlalu indah untuk di lewatkan. Setelah malam hampir menyapa, Luna lebih dulu memasuki rumah.
Luna melangkah kan kaki menuju kamar untuk melaksanakan sholat maghrib, setelah selesai melaksanakan kewajiban nya Luna kembali melangkahkan kaki, dan kali ini menuju ruang tv.
Luna mendapati kedua laki-laki yang tengah bercekcok. Terdapat Marvel dan Bryan yang sedang membahas entah apa, yang pasti wajah Marvel tampak kesal karena ucapan Bryan.
"Hai," sapa Luna kepada kedua orang yang tampaknya tak menyadari kehadiran dirinya.
"Hai!" jawab kedua orang itu serempak, namun setelahnya Marvel malah melirik Bryan sengit.
"Lagi pada ngapain sih? asik banget kayanya," ujar Luna ikut duduk di sofa yang berbeda dengan dua orang di dekatnya itu.
"Lagi nungguin kamu, tapi malah di usir sama Marvel," adu Bryan dengan nada manja, sukses membuat Marvel mual di buatnya.
"Luna gak boleh keluar malem, apalagi sama cowok kaya lo! ntar adek gue malah lo apa-apain lagi," celetuk Marvel tak terima di adukan.
"Dih, siapa juga yang mau keluar? gue tuh cuma pengen berduaan aja di sini, di rumah pacar gue. Lah elo malah ngeganggu," balas Bryan sembari berkacak pinggang.
"Heh badak cap kaki tiga! ini tuh rumah gue ya suka-suka gue lah mau ngapain juga. Yang gak boleh suka-suka itu elo, pakek mau berduaan sama adek gue lagi. Gak-gak, gak ada. Gak boleh," sergah Marvel.
Sementara Luna hanya diam saja menyaksikan kedua orang yang sepertinya akan kembali memulai perdebatan.
"Ya tapikan gue pacar Luna, terserah dong mau kapan aja nemuin pacarnya. Lagian lo tinggal masuk kamar aja ribet bener deh, kalau ngak lo ke mana gitu, mana tau ketemu cewek cakep trus lo pacarin deh. Biar lo enggak ngeganggu kita mulu," sahut Bryan membuat Marvel diam dalam sekejap, dan sepertinya muai membenarkan perkataan Bryan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Luka Lara Luna || END (Tahap Revisi)
Ficção AdolescenteSemuanya terjadi begitu saja. Entah apa yang terjadi sebelumnya, hingga kini aku berakhir seperti ini. Tatapan yang ia lemparkan, perilaku yang ia tunjukkan, dan kata-kata yang ia lontarkan semuanya terjadi atas dasar kebencian terhadapku. Segala ca...