"Kak Marvel mau kemana?" ucap Luna sembari menahan pergelangan tangan Marvel.Sang empunya nama pun langsung menghadiahkan Luna tatapan tajam. "Bukan urusan lo!" sarkasnya sembari menepis cekalan Luna dengan kasar. Dan tanpa mempedulikan apapun ia kembali melangkah kan kaki.
Luna sampai tersentak kaget karena hal tersebut, namun untungnya ia tak sampai terjatuh karena hal itu.
Beberapa orang disekitarnya mulai memperhatikan Luna, dan sepertinya mulai membicarakan hubungan antar ia dan Marvel yang sedang tak baik.
Ya, seperti niatnya kemarin. Ia sudah mulai masuk kembali pada hari ini, dengan mengendarai mobilnya sendiri ia pun tiba di sekolah.
Tak sengaja ia melihat Marvel yang baru keluar dari dalam sekolah, Luna pun berjalan mendekat dan mulai menanyakan Marvel.
Dan lagi-lagi hal yang beberapa kali ia alami, terulang kembali. Marvel menyentak nya, bahkan di depan orang ramai.
"Lo ngak kenapa-napa kan, Lun?" tanya Argo yang di belakangnya juga terdapat Bagas dan Dion.
"E-nggak kenapa-napa kok," jawab Luna sembari tersenyum simpul.
"Sebenarnya ada apa sih sama Marvel? tuh anak makin hari, makin beda, apa kalian ada masalah di rumah?" kali ini giliran Dion yang bertanya.
Luna membalas dengan menggeleng, ragu-ragu ia membalas tatapan curiga para teman kakak nya itu. "Beda itu, maksudnya gimana?" ucap Luna balik memberi pertanyaan.
"Tadi dia nemuin kita-kita cuma buat ngasih tau kalau dia udah ngak mau temenan lagi sama kita-kita. Dan tadi, di tengah keramaian berani-beraninya dia ngebentak lo, udah gila," jawab Argo dongkol.
Luna hanya bisa diam. Tak pernah tau ia bahwa akan sesulit ini untuk memberitahukan fakta, ia takut jika ia bersuara, semuanya malah bertambah runyam.
"Kalau semisal dia macam-macam sama lo, lebih dari apa yang dia buat tadi. Lo jangan sungkan-sungkan buat bilang ke kita ya, Luna," tutur Bagas, menatap kedua bola mata sendu itu dalam.
Luna menyuguhkan senyuman andalannya. "Pasti, makasih ya Kak Bagas. Luna ke kelas dulu, permisi." pamit Luna berlalu pergi.
Ia menelusuri koridor nan panjang, berselimutkan sunyi, Luna terus melangkahkan kaki hingga sampai di depan kelas.
Ia berusaha melupakan apa yang sempat terjadi tadi, dan mencoba untuk biasa-biasa saja dalam beberapa waktu ke depan.
Lagi, satu hari lagi dengan membohongi diri dan orang-orang sekitar.
* ° * ° * ° *
Seperti biasa, sepulang dari sekolah. Luna pun menemani Alka latihan, walau sempat Alka memintanya untuk pulang saja karena tak mau merepotkan Luna lebih lama.
Luna menolak dan terus menemani Alka sampai nanti waktu tanding tiba, Luna beralasan kan, dari pada ia kesepian karena sendiri di rumah.
Lebih baik ia ikut dengan Alka, menemani sang tetangga latihan dan memberi semangat secara cuma-cuma.
Alka jelas senang dengan hal itu, tak perlu dijabarkan ulang seberapa kagumnya Alka kepada makhluk ciptaan tuhan yang diberi nama Luna itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Luka Lara Luna || END (Tahap Revisi)
JugendliteraturSemuanya terjadi begitu saja. Entah apa yang terjadi sebelumnya, hingga kini aku berakhir seperti ini. Tatapan yang ia lemparkan, perilaku yang ia tunjukkan, dan kata-kata yang ia lontarkan semuanya terjadi atas dasar kebencian terhadapku. Segala ca...