Marvel mengusap wajahnya dengan handuk, sehabis mencuci muka ia langsung keluar dari kamar mandi.Menduduki sebuah sofa yang senagaja di letakkan di dalam kamarnya, sembari melirik benda pipih yang terdapat di atas meja sebelahnya. Pikiran laki-laki itu ikut melayang-layang tak karuan.
Beberapa waktu lalu, dering yang berasal dari handphone lah yang menjadi alarm pagi ini.
Panggilan telepon dari sang Ibu lah yang membangunkan Marvel, dan membuat laki-laki itu berfikir keras tuk menjawab segala tanya yang Ranty lemparkan kepadanya.
Padahal sang Ibu hanya menanyakan hal yang wajar, tapi entah mengapa terasa sangat sulit bagi Marvel untuk menjawabnya.
"Minggu depan Mama pulang ke indonesia, kamu dan Luna di rumah baik-baik ajakan? tolong jangan kasih tau Luna ya, Mama mau kasih kejutan ke dia."
Ya, kalimat itulah yang terus terngiang di dalam kepala Marvel. Karena semenjak malam di mana ia tanpa sadar memarahi dan menampar Luna, perempuan yang merupakan adiknya itu tak kunjung kelihatan.
Marvel benar-benar tak bisa tenang sekarang, bukan karena ia benar-benar takut tak bisa melihat Luna lagi. Marvel hanya tak mau menerima omelan dari orang tuanya nanti, karena dari dulu selalu begitu.
Marvel merasa kedua orangtuanya hanya peduli dan khawatir kepada Luna di banding ia, itulah salah-satu alasan mengapa Marvel begitu membenci Luna.
Karena bukan hanya sang Kakak, kedua orangtuanya pun selalu memihak pada Luna.
Memikirkan nya saja sudah membuat Marvel kesal, kalau bukan karena Ranty, Marvel benar-benar tak sudi menghabiskan waktunya untuk mencari keberadaan Luna yang ia sendiri pun tak tau di mana.
Tapi Marvel sungguh tak tau, harus kemana ia melangkah tuk menemukan Luna. Marvel sama sekali tak tau siapa saja orang yang dekat dengan adiknya tersebut.
Hingga sebuah nama terlintas di kepala Marvel, membuahkan senyuman di bibirnya. Marvel yakin, bahwa Luna pasti sedang bersama orang itu.
Ya, Bryan. Pacarnya, pasti Luna menemui kekasihnya saat keadaan sedang tidak baik-baik saja.
~ ~ ~
"Gue udah putus sama sama adik lo,"
Marvel terdiam, tak berkutik di tempatnya. Jika bukan bersama Bryan maka kemana Luna pergi?
"Dia selingkuh," sambung Bryan sembari menunjuk senyuman miris, mengingat bagaimana perempuan nya di peluk erat oleh laki-laki yang jelas bukan ia.
Pandangan Marvel beralih penuh pada Bryan, ia memang tak begitu mengenal Luna. Namun apa yang baru saja ia dengar, entah mengapa Marvel tak yakin Luna berbuat demikian.
"Luna, selingkuh? sama siapa?" tanya Marvel jelas penasaran.
"Ya mana gue tau. Tapi, kenapa lo bisa nanyain dia ke gue, bukannya dia tinggal sama lo?" tanya Bryan balik merasa ada yang janggal dengan hubungan adik-kakak tersebut.
Marvel diam sejenak sebelum menjelaskan apa yang telah ia lakukan kepada Luna, sampai-sampai sekarang Marvel tak mengetahui di mana keberadaan Luna.
KAMU SEDANG MEMBACA
Luka Lara Luna || END (Tahap Revisi)
Teen FictionSemuanya terjadi begitu saja. Entah apa yang terjadi sebelumnya, hingga kini aku berakhir seperti ini. Tatapan yang ia lemparkan, perilaku yang ia tunjukkan, dan kata-kata yang ia lontarkan semuanya terjadi atas dasar kebencian terhadapku. Segala ca...