24

274 29 0
                                    


Luna  terus melanjutkan langkahnya, seperti biasa membuntuti Marvel dari belakang. Hingga tiba-tiba sekali langkah Marvel terhenti dan Luna pun ikut berhenti.

"Kamu ngapain?" tanya Marvel sembari mengunci pintu rumahnya.

"Mau berangkat sekolah bareng kak Marvel," jawab Luna dengan senyum yang mengembang sempurna.

Marvel memalingkan wajahnya lebih dulu, sebelum kembali melanjutkan kalimatnya. "Mulai dari hari ini, berangkatnya masing-masing," tutur Marvel membuat senyuman tadi memudar perlahan.

"Kenapa?" tanya Luna masih tak begitu mengerti dengan maksud Marvel.

"Neira minta di antar jemput, dan kayanya nanti kak marvel bakal balik telat juga, baik-baik di rumah, byee."

Luna membisu di tempatnya, sembari memperhatikan kepergian Marvel. Pedih rasanya menerima kenyataannya, bahwa Marvel jauh lebih mementingkan pacarnya di bandingkan Luna.

Namun lagi-lagi Luna mewajari, kelakuan Marvel persis seperti yang ia lakukan saat di ajak pergi dan pulang bersama Bryan. Ya, Luna harus selalu berpikiran baik kepada Marvel.

Luna memasuki kembali rumah nya, dengan kunci rumah yang ia pegang. Di raihnya kunci mobil, lalu kembali keluar rumah, mengunci pintu. Dan mulai mengendari mobilnya menuju sekolah.

Sesampainya di sekolah, Luna sempat di buat bertanya-tanya seorang diri. Pasalnya di tempat parkir tadi, indera penglihatan nya tak menangkap kehadiran mobil milik sang kakak.

Padahal seharunya kan Marvel sudah sampai, karena berangkat lebih dulu di banding Luna. Ah, mungkin ia masih mengantarkan Ira. Ya pasti nanti pun ia tiba.

Luna meneruskan langkahnya, seperti biasa melewati koridor nan panjang. Memasuki kelas lalu menduduki bangkunya.

Kelas sudah di isi oleh beberapa orang, namun tak satupun dari mereka begitu mengenal dan dekat dengan Luna. Mengingat Luna yang irit bicara, dan sekalinya bicara hanya kepada Yura atau Alka.

Tak berselang lama Alka memasuki kelas, dengan raut wajahnya yang tak bisa di baca, tetapi mampu memabukkan beberapa kaum hawa.

Semenjak berbicara bersama di taman belakang kemarin, Alka tampak berbeda. Tau tau apa sebabnya, yang pasti terlihat sangat ketara sekali bahwa Alka memberikan jarak terhadap Luna.

Apa Luna melakukan kesalahan? atau ia ada salah-salah perkataan, makanya Alka mendiami nya. Jika benar begitu, berarti Luna harus meminta maaf.

"Alka!" sapa Luna, seperti biasa dengan senyuman yang menghiasi bibir ranumnya.

Sementara sang lawan bicara hanya menanggapi dengan berdehem. Seolah tak mau meneruskan percakapan yang belum di mulai itu.

"Maaf ya kalau Luna ada salah," sambung Luna masih setia dengan senyuman andalannya.

Alka membalas tatapan Luna, sembari terheran-heran. Aneh, pikirnya. "Gak gue maafin, karena lo gak ada salah. Lagian lo kenapa sih? aneh," celetuk Alka.

Luna sontak cemberut mendengar balasan Alka barusan. "Ya kalau enggak ada salah, kenapa Alka menjauh?" tandas Luna.

"Siapa yang jauh? orang kita deket kok," bantah Alka sembari menunjuk jarak antar mejanya dan meja Luna yang hanya berjarak beberapa meter saja.

"Ck, udah ah males!" gerutu Luna bangkit dari tempat duduknya.

Sedangkan Alka ia hanya memperhatikan kepergian Luna tanpa niat untuk mengikuti langkah perempuan yang baru saja ia buat kesal.

Belum jauh Luna melangkah, kakinya malah menginjak genangan pewangi lantai yang entah siapa pelaku yang membuat benda beraroma wangi itu berceceran di lantai kelas.

Luka Lara Luna || END (Tahap Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang