Luna melirik diam-diam sosok laki-laki yang sepertinya sedari tadi terus memperhatikannya sahaja. Padahal di bandingkan dirinya yang tak ada apa-apanya ini, pemandangan di luar jendela lebih menyenangkan untuk di pandang berlama-lama.
"Paling bentar lagi Kak Marvel dateng ke sini, jadi Kak Bryan ada temennya. Pasti bosen ya berduaan doang? Atau mau Luna telponin Kak Marvel?" tawar Luna di tolak cepat oleh Bryan.
"Siapa bilang bosen? malah Kak Bryan seneng bisa bareng Luna lama-lama," tandas Bryan antusias.
Sementara Luna hanya mampu menghembuskan nafas gusar, tak mau menerka-nerka lebih jauh apa maksud dari perkataan orang di hadapannya kini.
"Dari pada diem-dieman mulu, mending makan yuk. Supaya bisa minum obat terus istirahat deh," usul Bryan menanti jawaban perempuan imut di hadapannya.
"Iyan aja deh, nanti kalau ngebantah Luna malah kalah telak lagi!" timpal Luna sembari memanyunkan bibirnya sebal.
Alih-alih mengambil mangkuk yang berisi makanannya, tangan berurat itu malah lebih dulu mengambil alih. Membuat sang empunya seolah ingin protes saja akan tingkah lakunya tersebut.
"Kak Bryan suapin ya, ayo aa," sela Bryan tanpa menunggu persetujuan Luna lebih dulu.
Luna mau tak mau membuka mulutnya dan menerima suapan demi suapan dari Bryan. Di sela-sela mengunyah Luna tak sengaja menatap kedua bolah mata nan indah itu.
Ia terpaku dalam beberapa waktu, terperanjat dalam detak tak menentu, membuatnya menerka-nerka apa yang kini rasa, apakah mungkin rasa cinta terselip di antara luka yang Luna terima.
Entah sedari kapan, sebuah jemari singgah di ujung bibir Luna. Membuat Luna memperhatikan sang empunya tangan yang ternyata juga sedang menatap kedua manik mata milik Luna.
"Cantik banget sih," lirih Bryan tanpa di sadari membuat Luna tersipu, dan menundukkan pandanganya.
Rasa panas di pipi membuat Luna menggeleng-gelengkan kepalanya, mengusir jauh-jauh sebuah kata yang singgah di benaknya.
Mana mungkin cinta, pikirnya. Seorang Luna yang jauh dari kata sempurna, dan mendekati segala kurang ini tak pantas merasakan cinta.
"Luna," panggil Bryan.
"Hm?" sahut Luna kembali menatap kedua mata Bryan.
"Cepat sembuh ya."
* ° * ° *
"Kak,"
"Hm,"
"Kak Bryan, ada pacar nya gak?"
Marvel sontak melirik adiknya menyelidik, tumben sekali adiknya ini ingin tau tentang teman-temanya. Apalagi sampai membahas masalah kekasih, jangan-jangan ada apa-apa di balik tanya-tanya ini.
"Gak ada sih, kenapa emang?" tanya Marvel balik.
"Gak apa-apa sih, cuma nanya doang," ujar Luna kikuk.
"Masa sih? Jangan-jangan, Luna suka sama Bryan yaa?" sambung Marve membuat Luna melototkan matanya tak setuju.
"Dih enggak," sergah Luna tak mau kakaya itu mengusiknya lebih jauh.
"Bohong!" tandas Marvel sembari terkikik geli mendapati ekspresi kesal Luna.
Semenjak berpamitan untuk pulang, sedari tadi Luna terus memikirkan Bryan. Pertanyaan pun turut ikut serta memenuhi pikiran Luna.
Kenapa Bryan mau menolongnya, kenapa Bryan mau di repotkan olehnya, kenapa Bryan mau menjenguknya dan kenapa Bryan selalu memujinya. Bahkan Bryan selalu mengucapkan sebaris dua baris kata yang selalu mampu membuat dunia Luna berfokus hanya kepada laki-laki itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Luka Lara Luna || END (Tahap Revisi)
Teen FictionSemuanya terjadi begitu saja. Entah apa yang terjadi sebelumnya, hingga kini aku berakhir seperti ini. Tatapan yang ia lemparkan, perilaku yang ia tunjukkan, dan kata-kata yang ia lontarkan semuanya terjadi atas dasar kebencian terhadapku. Segala ca...