Peran petang telah digantikan oleh malam, dan Luna masih sibuk dengan kemudi yang sedari tadi ia tekuni tuk tiba ditempat yang sudah lama sekali hendak ia kunjungi.Tempat yang jauh dari orang-orang yang membuatnya berpikir panjang, tempat dimana Luna tak perlu menyakinkan siapapun, rumah yang memang selayaknya menjadi tempat ternyaman untuk kembali pulang.
Setelah melewati jalan yang cukup berkelok-kelok dan beberapa tempat yang membuat Luna mengenang kenangan yang selalu membuat air matanya berlinang, kini Luna sudah tiba.
Sudah sampai ia ke tempat itu, tempat yang dahulu ia datangi bersama sang Kakak yang sudah lumayan lama menyatu dengan bumi.
Luna turun dari mobilnya, mengetuk pintu kaca yang ditutupi oleh tirai putih. Tak lama kedua suami istri yang berada di dalam pun membuka kan pintu.
Tampak jelas keterkejutan yang tertampil di wajah kedua pasangan tersebut, ya bagaimana tidak. Melihat tuanya datang tanpa memberi tahu sebelumnya.
"Eh Non Luna, silahkan masuk Non," ucap Bi Fira mempersilahkan Luna masuk lebih dulu.
Menuntun Luna untuk duduk di sofa yang terdapat di ruang tengah villa yang cukup luas tersebut.
"Bi Fira izin buat minum dulu ya Non," izinya meninggalkan Luna setelah sang majikan mengiyakan.
Sedari tadi Luna hanya menampilkan seulas senyuman untuk membalas perkataan-perkataan yang dilayangkan kepadanya.
Hal itu membuat Bi Fira dan Pak Fahri yang sudah sedari lama ditunjuk untuk menjaga juga merawat villa itu bertanya-tanya, apa sebetulnya yang terjadi pada tuannya.
Sementara Luna yang sama sekali tak bersuara itu sibuk memperhatikan tiap sudut ruangan yang hampir semuanya di dominasi oleh warna putih.
Terdapat sebuah bingkai foto yang cukup besar, terpampang di tengah-tengah ruangan yang sedang Luna tempati saat ini.
Terdapat Sagara dan Luna yang duduk bersebelahan dengan senyuman hangat yang merekah di bibir mereka berdua. Foto yang diambil saat pertama kali Gaga membawa Luna ke villa ini.
Bi Fira dan pak Fahri kembali, dengan nampan yang berisikan sebuah gelas dan beberapa cemilan untuk Luna. Menduduki sofa yang berada di dekat Luna.
"Maaf, kalau saya lancang. Tapi apa terjadi sesuatu dengan Non Luna? bukannya mau ikut campur atau apa, hanya saja jika memang ada sesuatu yang mungkin mengganggu, Non boleh memberitahu kami. Siapa tau dengan begitu Non Luna bisa merasa jauh lebih baik," tutur Pak Fahri ramah.
"Terimakasih Pak, Bi. Sepertinya kedatangan saya yang bisa dikatakan tiba-tiba ini membuat kalian berpikiran macam-macam. Tapi terlepas dari semua itu saya baik-baik saja," jawab Luna tak kalah ramah.
"Ah syukur lah kalau begitu, saya kira tadi ada sesuatu yang menimpa Non Luna," sambung Bi Fira yang sedari tadi menatap Luna khawatir.
Bagaimana pun juga, walau hanya seorang pembantu. Kedua suami istri ini tau betul bagaimana kondisi kesehatan Luna yang sempat terganggu selepas kepergian Kakaknya.
Dan mereka pun pernah berjanji untuk menjaga Luna kepada Sagara. Pemuda yang tak hanya tampan juga baik hati itu, sudah banyak sekali membantu dan menolong Bi Fira dan Pak Fahri.
"Luna baik-baik aja Bi. Luna cuma mau mengistirahatkan diri untuk beberapa hari kedepan, di villa ini," ujar Luna membuat kedua lawan bicaranya saling tukar pandang.
Luna merogoh tas bahu yang ia bawa, mengeluarkan sebuah bungkusan kecil berwarna coklat. Bungkusan yang tampak cukup tebal itu di letakkan Luna di atas meja, lalu menggesernya ke arah Bi Fira dan Pak Fahri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Luka Lara Luna || END (Tahap Revisi)
Fiksi RemajaSemuanya terjadi begitu saja. Entah apa yang terjadi sebelumnya, hingga kini aku berakhir seperti ini. Tatapan yang ia lemparkan, perilaku yang ia tunjukkan, dan kata-kata yang ia lontarkan semuanya terjadi atas dasar kebencian terhadapku. Segala ca...