"Marvel balik di luan, katanya sih ada urusan mendadak. Makanya ngak bisa ikut bareng kita," ujar Argo menjawab pertanyaan yang sebelumnya di suarakan oleh Luna.Luna mengangguk kan kepala, mengiyakan saja. "Lo pergi ke bandara nya, mau bareng kita aja ngak?" tawar Bagas, tak lain kepada Luna.
"Eum enggak usah Kak, Luna bareng sama Alka aja," tolak Luna sembari memperhatikan Alka yang sedang duduk di atas motornya.
"Yaudah, hati-hati ya kalian. Kita di luan ya Lun," sambung Argo, lagi-lagi di angguki sang lawan bicara.
Luna berjalan mendekati Alka, dengan sedikit bantuan ia pun telah berada di atas kendaraan yang juga sedang di bawa oleh Alka itu.
Di dalam perjalanan menuju bandara Luan hanya diam saja, mungkin karena isi pikirannya telah berisik sedari jam istirahat tadi.
Sesampainya di bandara, Luna dengan cepat dan sedikit tergesa-gesa mencari keberadaan Yura dari pesan yang baru saja di kirimkan oleh Dion kepada Luna.
Tak butuh waktu lama untuk Luna menemukan kehadiran Yura di tengah keramaian bandara, langkah kaki itu berubah lari tatkala ia dapati Yura dari kejauhan.
Luna tak mengatakan apapun, ia hanya mampu memeluk erat raga yang sebentar lagi akan menghilang dari pandangannya, tubuh yang takkan lagi ia temui dalam beberapa hari kedepan.
"Kenapa kamu ngak ngabarin aku sih Lin," ucap Luna parau.
Yura membalas tatapan mata Luna, dengan rasa bersalah yang terus muncul di benaknya. "Aku takut kamu marah Lun," jawabnya.
"Mana mungkin aku marah Lin. Aku seneng banget bisa ketemu dan berteman sama kamu, tapi sekarang kamu harus pergi ya? ngak apa-apa kok. Semoga kamu bahagia dengan sehat selalu ya Lin Yura," tutur Luna di akhiri tawa hambar.
"Aku ngak tau mau ngomong apa Lun, kamu orang nya baik banget. Janji ya untuk selalu sehat dan tumbuh sampai aku balik lagi?" balas Yura hanya di balas tawa dan anggukan singkat oleh Luna.
Luna sedikit bergeser saat Dion tiba-tiba memeluk Yura. Luna hanya bisa diam, sembari mengamati wajah sedih Dion, pasti berat untuk kedua orang yang sedang mabuk cinta ini untuk berjarak dalam waktu yang tak singkat.
Yura melambaikan tangan, dengan wajah yang di hiasi senyum terpaksa, ia mulai melangkah jauh, jauh sekali. Seolah kalau ia tetap tinggal, dan terus hidup di dekat Luna, Yura juga akan merasakan rasa sakit yang di derita Luna.
"Luna," sapa seorang laki-laki yang biasanya hanya memilih diam dan mengamati setiap pergerakan orang di dekatnya.
"Ya, Kak?" jawab Luna sembari menatap kedua mata milik Bagas.
"Lo, lo baik-baik aja kan?" tanyanya membuat Luna sedikit tertegun.
Seulas senyuman tertampil, di wajah yang amat sangat cantik itu. Lagi-lagi sang empunya menipu, membohongi seluruh dunia. Seolah ia bukanlah manusia yang bisa merasakan sakit, sedih, juga terluka.
"Baik kok. Luna pulang di luan ya Kak." tandas Luna berpamitan lalu mulai menjauh dari Bagas yang sedang sibuk dengan pikirannya.
* ° * ° * °
"Makasih ya, Alka. Dari tadi pagi Luna di bantuin terus, makasih banyak," ucap Luna yang kini telah berada di depan rumahnya.
"Sama-sama. Masuk gih, gue liat-liat hari ini lo agak pucat. Banyakin istirahat Lun," jawab Alka masih setia sekali mengamati wajah cantik di hadapannya.
"Iya, Alka juga ya. See u."
Setelah mengatakan kalimat tersebut, Luna pun memasuki rumah. Karena sekuat apapun ia berlagak kuat dah seolah tak terjadi apapun padanya, nyatanya ia tak pernah sekuat dan secerdik itu untuk menyembunyikan kondisinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Luka Lara Luna || END (Tahap Revisi)
Teen FictionSemuanya terjadi begitu saja. Entah apa yang terjadi sebelumnya, hingga kini aku berakhir seperti ini. Tatapan yang ia lemparkan, perilaku yang ia tunjukkan, dan kata-kata yang ia lontarkan semuanya terjadi atas dasar kebencian terhadapku. Segala ca...