"Kalau ada perlu apa-apa, jangan sungkan untuk panggil saya ya," ujar suster Novita ramah."Ya sus, terimakasih," jawab Luna tak kalah ramah.
Luna melirik tak minat sarapan nya yang baru saja di antarkan oleh suster Novita. Rasanya nafsu makanya berkurang, karena terus memikirkan kondisinya saat ini.
Seseorang memasuki ruangan Luna dengan tampang tampannya. "Pagi Luna, kenapa sarapannya gak di makan hm?" tanya dokter muda bernamakan Isqi.
"Lagian lebih enakkan ngeliatin Dokter ganteng, dari pada makan sarapannya," jawab Luna malah bercanda.
"Kamu ini loh di kasih tau bener-bener malah bercanda. Ayo makan, biar bisa minum obat, biar cepet sembuh Luna," sambung Isqi mulai menduduki bangku yang terdapat di sebelah ranjang Luna.
"Bohong dok, minum obat terus gak buat kita sembuh," celetuk Luna tersenyum getir.
"Hey gak boleh gitu, matahari pagi bisa pergi tergantikan awan gelap, kalau Luna terus-terusan kaya begini. Ayo dong tunjukkin sama dunia kalau Luna itu kuat, gak lemah dan gampang menyerah. Dengan begitu mentari pasti ikut bangga, karena orang yang ada di bawahnya jauh lebih terang sinarnya di bandingkan ia." Jelas Isqi selalu saja berhasil menciptakan senyuman manis di bibir ranum Luna.
Walau ia tau kata-kata yang di lontarkan dokter pribadinya itu hanya sekedar penenang sementara, Luna tetap bahagia mendengarnya. Karena nyatanya masih ada saja orang yang sebaik ini walau sudah di bebani bertahun-tahun oleh Luna.
Luna yang membebaninya saja merasa berat, tetapi yang terbebani ini selalu saja tampak menebarkan senyumnya. Dan membuat banyak orang punya kesempatan untuk terus melanjutkan hidup mereka walau kecil kemungkinannya.
"Iya, yaudah Luna makan. Tapi besok udah boleh pulang ya," sembur Luna yang malah memulai tawar menawar.
Isqi mengeleng-gelengkan kepalanya tak habis pikir dengan Luna yang selalu saja mengambil kesempatan di saat-saat seperti ini. "Bentar banget, tagihan rumah sakit pasti masih sedikit mana kerasa sama rich people kaya Luna. Ntaran aja pulangnya sebulan dua bulan gitu, biar agak lumayankan," canda Isqi membuat Luna terkekeh mendengar penuturannya.
"Yaudah gini aja, besok Luna udah boleh pulang tapi bayarnya kaya udah nginep selama satu-dua tahun, gimana?" timpal Luna sembari menaik-turunkan alisnya.
"Gini nih kalau nantangin orang yang kaya raya. Udah sembuh total baru boleh pulang, oke? sekarang buruan makan atau kamu gak bakal Kak Isqi izinin pulang selama setahun." Jelas Isqi pada akhirnya membuat Luna memakan sarapannya.
Sementara isqi tertawa sembari mengusap punggung Luna perlahan, lalu setelahnya pamit untuk melanjutkan pekerjaanya.
Isqi itu sebenarnya adalah saudara dekat Luna. Ayah Isqi merupakan adik dari Ayahnya Luna, makanya dokter dan pasien nakalnya itu tampak begitu dekat.
Di tambah lagi Isqi adalah anak tunggal, membuat Luna semakin di manjakan di rumah sakit ini. Salah satu faktor Luna tak mau beralama-lama di rumah sakit ya itu, tak mau Isqi terus fokus padanya saja.
* ° * ° *
"Luna kenapa gak ngabarin sih huhu," cetus perempuan yang mengenakan seragam lengkap itu kepada Luna.
"Maaf Yura, Luna lupa. Lagian Luna juga gak mau ngerepotin kalian berdua buat jenguk Luna kesini," sahut Luna merasa tak enak kepada temannya itu.
Ya tak lama setelah siang menjelang, tepatnya sekitar pukul dua siang dini hari Yura dan Alka menjenguk Luna ke rumah sakit.
"Yakan gak mungkin juga kalau Yura gak jenguk Luna kesini, Yura kangen tau. Yura juga mau cerita banyak ke Luna tentang ..." Yura mengantungkan kalimatnya sembari melirik Alka ragu-ragu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Luka Lara Luna || END (Tahap Revisi)
Teen FictionSemuanya terjadi begitu saja. Entah apa yang terjadi sebelumnya, hingga kini aku berakhir seperti ini. Tatapan yang ia lemparkan, perilaku yang ia tunjukkan, dan kata-kata yang ia lontarkan semuanya terjadi atas dasar kebencian terhadapku. Segala ca...