57

289 19 4
                                    


"Udah hampir dua minggu kamu memenin aku, kamu pasti punya kesibukan juga. Ngak apa-apa kok kalau kamu mau pergi, aku bisa jaga diriku sendiri," ucap Luna kepada laki-laki yang tengah duduk tepat di sebelahnya.

"Kamu jauh lebih penting dari sekian banyaknya kesibukan aku," balas Alvian jelas tak mau meninggalkan Luna seorang diri.

Luna memperhatikan wajah Alvian, laki-laki yang seumuran dengannya ini selalu mengutamakan Luna dibandingkan dirinya sendiri.

"Alvian, keadaan ku udah jauh lebih baik dari beberapa waktu lalu. Kak Asvika, dia jauh lebih butuh kamu di banding aku Alvian," tutur Luna tak mau menahan Alvian terus bersamanya.

"Kan Kak Asvika ada suaminya, kalau kamu sendiri," celetuk Alvian berpegang teguh pada keinginannya untuk terus bersama Luna.

"Ya tapikan suaminya kerja Alvian, kamu seharusnya nemenin Kak Asvika sekarang, degan kondisi yang lagi hamil muda," terang Luna terus memberikan pengertian kepada Alvian yang selalu menyangga ucapannya.

Alvian terdiam, membenarkan dan sebelum laki-laki itu kembali mengangkat suara tuk terus bersamanya, Luna sudah mendahului.

"Dan aku ngak sendirian di sini, kalau kamu pergi kan ada Kak Isqi, dan suster-suster yang bisa aku mintai tolong kalau butuh sesuatu. Aku baik-baik aja Alvian,"

"Yaudah, aku pergi. Kamu ngak baik-baik aja Luna, tapi hati kamu selalu baik. Kamu harus janji untuk terus baik-baik aja sampai nanti," ujar Alvian membuat Luna bungkam.

"Aku takut ingkar Alvian,"

"Iya, udah-udah sana kamu temani Kak Asvika, hati-hati ya. Titipkan juga salam ku buat Kak Asvika," jawab Luna.

Kini Alvian yang memandangi Luna, meski senyuman masih setia tercetak di bibir persik nan indah itu, bukan berarti Alvian bisa tertipu. Bahwa ada yang tengah di sembunyikan oleh Luna, dan sudah pasti begitu.

Di peluk Alvian tubuh yang terasa amat mungil dan kurus itu erat, sembari berharap dalam hati agar perempuan yang selalu ia kasihi ini agar senantiasa baik-baik saja.

Menyudahi pelukannya dan masih terus memandangi wajah cantik Luna. Entah kenapa rasanya berat sekali hati Alvian untuk beranjak pergi meninggalkan Luna seorang diri, meski katanya tak begitu.

Alvian tau, walau memang banyak orang-orang di sekitar. Tapi yang namanya Luna, mana pernah mau merepotkan orang lain. Meski sudah begitu lah seharusnya tugas orang yang ada di sekelilingnya.

"Aku pergi, kalau kamu butuh sesuatu kamu bisa telepon aku," ucap Alvian.

"Iya-iya, hati-hati ya Alvian," balas Luna lembut.

Alvian berjalan ragu-ragu menuju pintu, menoleh ke belakang sebelum ia benar-benar keluar dari ruangan yang beberapa hari belakangan ia tempati.

Melambaikan tangannya kepada perempuan yang dengan cepat membalas lambaian tangan tersebut.

Pintu tertutup rapat, kini Luna benar-benar sendiri. Dan tiba-tiba sekali rasa mual menghampiri, Luna langsung menutup mulutnya kemudian mencoba berdiri berjalan menuju kamar mandi.

Di muntahan Luna semua isi perutnya, bayang-bayang akan seseorang yang membuat Luna berakhir di tempat ini kembali menghampiri.

Luka Lara Luna || END (Tahap Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang