Saat ini Luna tengah berada di sebuah panti asuhan sederhana, yang di mana anak-anak di panti ini tidak terlalu banyak.Kedatangan Luna di sambut baik oleh sang penjaga panti dan beberapa anak lain nya. "Eh non Luna, gimana kabarnya?" sapa sang penjaga panti ramah.
Luna duduk tepat di sebelah perempuan paruh baya yang menatap nya dengan senyum hangat. "Alhamdulillah baik, bibi gimana?" tanya Luna baik.
"Baik non. Den Marvel gimana, apa dia masih suka marah-marah kayak dulu?" ujar Bi Ratih takut tuanya ini kenapa-kenapa.
"Udah enggak lagi kok bi, Kak Marvel udah gak kaya dulu lagi. Dia baik sekarang, dia udah mau bicara sama Luna, bahkan beberapa hari lalu dia meluk Luna," jelas Luna senang membuat Bi Ratih ikut merasa tenang karenanya.
"Luna gak nyangka kalau akhirnya Kak Marvel luluh juga ya Bi, dulu Luna kira dia gak akan pernah mau bicara sama Luna. Ah jangankan bicara, ngeliat pun dia gak sudi," sambung Luna mendapati tatapan iba dari Bi Ratih.
"Seenggak suka apapun den Marvel sama Non Luna, pasti akhirnya dia luluh juga. Mau gimana pun kan non Luna itu adiknya," sahut Bi Ratih.
"Iya-ya bi," sambung Luna.
"Kak Luna!"
Luna sontak melihat ke asal suara, dari jauh tampak seorang anak perempuan dan laki-laki yang berumur lima tahun berlari dengan riang ke arah Luna.
"Dita kangen banget sama Kak Luna," ujar Anandita--anak perempuan tadi.
"Kak Luna juga kangen tau, maaf ya karena sibuk sama sekolah kak Luna jadi jarang ke sini buat jenguk Dita sama temen yang lain," ucap Luna sembari mengusap pucuk kepala Dita lembut.
"Kak Luna cuma kangen sama Dita doang? sama Yasa enggak nih?" celetuk Abiyasa cemburu.
Luna dan Dita menatap Yasa sembari terkikik. "Ngak dong, kak Luna kangen Yasa juga kok, anak-anak yang lain juga," terang Luna.
"Oh ya tadi kak Luna bawa hadiah lo buat Dita, Yasa, sama temen-temen yang lain," tutur Luna membuat kedua mata anak itu berbinar.
"Wah yang bener kak? di mana hadiahnya?" tanya Dita tak sabaran.
"Di mobil, ayo kita ke mobil ambil mainan nya!" seru Luna yang mulai melangkahkan kakinya menuju tempat ia memarkirkan mobil.
Dita dan Yasa pun mengikuti Luna dengan berjalan di samping dan kanan perempuan remaja berambut panjang itu. Luna membuka bagasi mobilnya, terdapat beberapa paper bag yang beberapa di antaranya berisi mainan dan juga pakaian.
Setelah membawa beberapa barang tadi masuk kedalam dan di bagian oleh anak-anak lain, Luna, Dita dan Yasa kini berada di taman panti asuhan tersebut.
Mendengarkan dua anak kembar itu mulai bercerita tentang apapun yang membuat mereka bahagia. "Dita sama Yasa udah sekolah loh kak," ucap Dita bersemangat.
"Oh ya, kelas berapa?" tanya Luna memperhatikan Dita dan Yasa secara bergantian.
"Satu," jawab Dita.
"Makasih ya kak," kata Yasa membuat kedua alis Luna berkerut.
"Untuk?" tanya nya.
"Untuk semuanya. Karena kak Luna anak-anak di sini punya rumah, bisa makan, punya baju bagus, punya banyak mainan, sama bisa sekolah. Yasa sering ngeliat kak Luna ngasih uang ke bunda Ratih, ternyata selain baik sama cantik kak Luna juga kaya," tutur Yasa membuat Luna terdiam sesaat.
"Uang itu punya kalian, kakak cuma perantara doang. Jadi Yasa, Dita sama temen-temen yang lain harus jadi anak yang rajin dan baik ya, gak boleh nakal kasihan bunda Ratih," ujar Luna.
KAMU SEDANG MEMBACA
Luka Lara Luna || END (Tahap Revisi)
Teen FictionSemuanya terjadi begitu saja. Entah apa yang terjadi sebelumnya, hingga kini aku berakhir seperti ini. Tatapan yang ia lemparkan, perilaku yang ia tunjukkan, dan kata-kata yang ia lontarkan semuanya terjadi atas dasar kebencian terhadapku. Segala ca...