M 2

28K 2.7K 139
                                    

Sebelum membaca klik bintang di pojok kiri dulu ya, WAJIB NIH.

OH YA AKU MAU BILANG. PART INI BAHAYA. BISA MEMBUAT BAPER BERKEPANJANGAN, KUATKAN IMAN 🤣🤣

Happy Reading 🌱

Gus Fahmi berdiri agak lama di depan pintu kamar Ana.

Jantungnya seolah dipenuhi dengan gemuruh hebat yang tengah menabuh genderang.

Bibirnya tampak berulang kali mencucu, membuang nafasnya.

Ia menoleh ke sekeliling. Berharap akan ada orang yang membantunya untuk berbasa-basi sejenak. Agar rasa gugup yang menggerayanginya berkurang. Namun, nihil.

Lampu yang semula terang sudah berubah menjadi warna redup. Pertanda bahwa ini sudah waktunya untuk beristirahat.

Sejak keluarganya pergi, dia memang masih menghabiskan waktu mengobrol dengan mertuanya. Bahkan, saat Lina berpamitan dengannya sambil memberi kabar bahwa Ana sudah membersihkan diri, ia masih asyik menanggapi segala candaan dari ayah mertuanya.

Jika bukan karena bunda yang bersikeras menyuruhnya untuk beristirahat, mungkin saat ini, ia masih duduk di ruang tengah.

Diketuknya pintu tiga kali. Tak ada jawaban. Mungkin karena terlalu pelan. Ia mengulang ketukannya lagi. Masih juga tak ada jawaban. Ketukan keduanya, masih tak ada jawaban. Tangannya mulai dingin, haruskah ia mencoba untuk membuka pintunya langsung?

Deg, deg, deg.

Bunyi jantungnya seolah terdengar menggema di telinganya.

Diputarnya kenop pintu yang ternyata tidak terkunci itu. Perlahan, ia melongokkan wajahnya ke dalam pintu. Mengintip dari celah pintu yang sudah sedikit terbuka.

“Assalamu’alaikum!” ucapnya pelan.

Kaki kanannya mulai memasuki kamar yang masih lengkap dengan dekorasi pengantinnya. Lampunya masih nampak terang, padahal beberapa lilin aroma terapi juga tengah bersinar mengelilingi sisi ruangan.

Ada seorang wanita bermukena yang tengah duduk di atas sajadah, di sisi tempat tidur.  Di depannya terlihat satu sajadah lagi tergelar.

Gus Fahmi tersenyum sambil menggaruk alisnya. Tak menyangka, ia akan disambut begitu oleh Ana.

Ia memang masih belum melaksanakan sholat isya, karena acara akad nikahnya dilaksanakan sehabis magrib. Tangannya terangkat, melihat angka pada jam tangan yang melingkar di lengannya. Sudah lewat tengah malam.

Sebenarnya, matanya juga sudah sangat tak bersahabat. Karena sejak Kyai Ramdan memutuskan untuk menikahkannya dengan Ana, matanya nyaris tak bisa terpejam.

Bayangan wajah Ana dan fikiran tentang bagaimana ia harus bersikap di depan Ana, menjadi satu-satunya alasan kenapa ia tak bisa memejamkan mata.

Gus Fahmi melangkah pelan, mendekati Ana yang terlihat tengah menundukkan kepalanya.

Ia berjalan ke sisi kanan Ana. Memperhatikan gadisnya dengan seksama. Senyumnya mengembang saat melihat Ana yang tengah tertidur dengan memangku Alquran.

Gus Fahmi mulai duduk di samping Ana. Hati-hati, ia menarik Alquran dari tangan Ana perlahan. Berharap, Ana takkan terbangun.

Dengan begitu, ia bisa leluasa memindahkannya ke tempat tidur. Namun, kenyataan tak sesuai dengan harapannya.

Ana terbangun dan langsung mundur beberapa centi dari Gus Fahmi. Hatinya berdebar melihat Gus Fahmi di dekatnya.

“Oh, maaf!” Gus Fahmi ikut mundur beberapa centi ke belakang.

MAAF༊*·˚ [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang