Sesuai janji nih.
1k vote & 500 komen aku up hehehe.
Jangan lupa tinggalkan jejak ya.
Minimal klik bintang pojok bawah kiri.
Happy Reading 🌱
Ana membuka matanya perlahan, menatap langit-langit kamar yang terasa asing buatnya.
Ia mencoba mengingat kejadian sebelumnya. Bukankah dia tengah berada di pangkuan Gus Fahmi tadi? Lalu kenapa sekarang dia ada di tempat tidur? Apa dia tertidur?
Ana menggeliat dengan nyaman, matanya menoleh ke arah jam dinding yang sudah menunjukkan jam 02.30. Masih setengah sadar, ia menoleh ke sampingnya. Senyumnya terhias saat melihat laki-laki yang dicintainya masih terlelap di sana.
Ia bergerak perlahan mendekati Gus Fahmi. Memperhatikan wajah tampan itu dengan perasaan tak menentu. Tangannya juga bergerak mengikuti lekuk yang terlukis dari wajah suaminya. Mulai dari alis, hidung hingga bibir. Masih terasa bagai mimpi buatnya.
Mata Gus Fahmi terbuka mengejutkan Ana. Sudut bibirnya tertarik membentuk senyum. Terlihat senang karena sudah memergoki Ana yang tengah menikmati wajahnya.
Ana yang begitu malu karena ketahuan langsung bergerak menjauh, tapi kalah cepat dengan tangan Gus Fahmi yang langsung melingkar di pinggangnya. Mengunci tubuh Ana di pelukannya. Mata Ana terbelalak kaget.
"Mau ke mana?" tanya Gus Fahmi lirih.
"Mau sholat." Ana mencoba beralasan.
"Ana kan lagi gak bisa sholat."
Ana meringis, ia menggigit bibirnya sambil merutuki diri.
"Sebentar, Kak Fahmi pingin begini sebentar saja."
Gus Fahmi makin menarik Ana ke dalam pelukannya. Membenamkan wajah Ana di dadanya. Tangannya melingkar sempurna di tubuh Ana.
"Subhanallah, Kak Fahmi bahagia," ucapnya pelan sambil menciumi kepala Ana.
Ana hanya bisa pasrah dan menikmati hangatnya pelukan laki-laki halalnya dengan nyaman. Matanya ikut terpejam menghirup wangi aroma parfum suaminya. Kebahagiaan itu juga dirasakannya saat ini. Degup jantung mereka kembali seirama.
"Kak Fahmi gak sholat?" tanya Ana.
"Sebentar lagi."
ꕥ 𝕄𝕒𝕒𝔽 ꕥ
Gus Azmi bersujud lebih lama malam ini. Air matanya luruh pada sajadah berwarna cokelat kesayangannya. Terisak dengan kalimat tasbih yang dibacanya berulang. Rapuh, ia larut dalam tangis.
Bukan ia tak luka, ia hanya mencoba untuk mencipta bahagia. Meski dera yang dirasanya menusuk hingga ke jantung. Bahkan, saat Ana mencoba untuk mengembalikan cincin darinya tadi, ia nyaris tak bisa menahan keinginannya untuk membawa Ana lari.
"Ana sudah mau pulang?" tanya Gus Azmi saat berpapasan dengannya di depan kamar Ning Aisy. Sementara Nyai Halimah masih di dalam kamar.
"Enggeh, Gus." Ana menjawab tanpa mengangkat wajahnya.
"Oh, iya ...." Ana membuka resleting tasnya, lalu mengeluarkan kotak cincin yang sangat dikenal Gus Azmi.
Saat itulah mata mereka bersitatap, saat Ana menyerahkan kotak berwarna hitam itu pada Gus Azmi. Dengan raut wajah penuh penyesalan yang sangat tidak disukai Gus Azmi, Ana mengembalikan cincinnya.
Gus Azmi melirik ke jari Ana yang kini sudah memiliki cincin lainnya. Cincin yang dia pun tahu, kapan Fahmi membelinya. Senyumnya tertoreh bersamaan dengan helaan nafasnya. Tak menyangka, ternyata dahulu, bukan Fahmi yang mengantarnya membeli cincin. Melainkan sebaliknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MAAF༊*·˚ [END]
Ficção Adolescente[SQUEL OF CINDERELLA PESANTREN] [SUDAH DI TERBITKAN] "Bagaimana jika bukan dia yang merebutnya dariku? Melainkan aku yang merebutnya? Karena sejak awal, memang dialah yang diharapkan berjodoh dengan Kak Fahmi." -Ana. . "Jika islam tidak mengharamkan...