M47

15.7K 1.9K 395
                                    

Hai? Masih kah ada yang baca di jam update Cinderella :v

Alias tengah malm hahha.

Jangan lupa tinggalkan jejak


Happy Reading🌱

"Bagaimana, Dok?" tanya Bagus.

"Suaminya, Mbak Ana?" tanya dokter wanita di depan Bagus.

Bi Darmi dan Pak Salim saling berpandangan. Bagus mengangkat alisnya, bingung hendak menjawab apa.

"Saya butuh bicara sama suaminya, Mbak Ana." Dokter wanita itu mengulang.

"Saya kakaknya, Dok. Suaminya lagi perjalanan ke sini. Apa tidak bisa diwakilkan ke saya dulu informasinya?"

Dokter tampak berfikir sebentar. Lalu mengangguk dan mengajak Bagus untuk masuk ke dalam ruangannya. Bagus menyuruh Bi Darmi yang terlihat cemas untuk tetap menunggu di depan UGD. Khawatir Ana membutuhkannya sementara ia ada di ruangan dokter.

Maaf

"Begini, Mas ..."

"Bagus, Dok."

"Iya, Mas Bagus. Sebelumnya, apa Mas Bagus sudah tahu kalau mbak Ana Hamil?"

"Saya baru tahu tadi, Dok. Itu pun dari asisten rumah tangganya."

"Begini, Mas Bagus. Sebenarnya, tidak ada masalah dengan mbak Ana. Hanya saja apa mungkin, sebelumnya dia pernah terjatuh atau terbentur sesuatu?"

Bagus menggeleng, sedikit bingung untuk menjawab. Karena sejak pertemuan terakhirnya di resto, mereka sudah tidak berkomunikasi lagi. Apa mungkin karena kejadian perampokan itu?

"Tapi, Dok. Beberapa hari yang lalu, saya memang sempat dapat telfon dari temen saya. Katanya dia tengah bersama Ana waktu itu, dan posisinya Ana baru aja selesai dirampok. Apa ada hal yang serius, Dok?" Bagus mulai cemas.

"Oh, pantas saja. Rasa sakit yang dirasakan mbak Ana sekarang, biasanya terjadi pada ibu hamil yang baru saja terjatuh, terbentur, atau stress. Kram bagian bawah perut di trimester pertama kehamilan harus diwaspadai. Khawatir itu akan menyebabkan keguguran pada akhirnya. Tapi semoga saja tidak."

"Astaghfirullah ..."

"Sebaiknya, mbak Ana bermalam saja dulu di sini. Besok atau lusa, kalau kondisinya sudah membaik, boleh dibawa pulang. Mbak Ana membutuhkan istirahat total."

"Baik, Dok."

"Beruntung, mbak Ana belum pendarahan. Kalau pendarahan, sudah pasti harus dikuret kandungannya."

"Astagfirullah ..."

"Ini saya tuliskan resep yang bisa diambil di apotik ya, Mas. Oya satu lagi, usahakan untuk selalu membuat kondisi hati mbak Ana tenang, dan jangan memberitahukan hal ini padanya agar tidak bertambah stress." Dokter menyodorkan lembaran kertas yang baru saja dia robek dari notenya.

"Baik, Dok!" Bagus mengangguk pasti seraya menerima lembaran itu. Setelah mengucapkan terima kasih, ia langsung bergegas menuju bi Darmi kembali.

"Gimana, Den?" tanya bi Darmi.

"Bibi bawa baju ganti buat Ana?" tanya Bagus.

"Bawa, tapi cuma dua. Neng Ana kenapa, Den?"

"Gak pa-pa, Bi. Ana cuma butuh istirahat. Untuk sementara, Bibi bisa di sini jagain Ana dulu, ya!" Bagus mencoba menenangkan.

"Kandungannya bagaimana?"

"Aman, insyaallah aman. Asal Ana harus total istirahatnya."

Bagus merogoh sakunya, mencari keberadaan ponsel yang tak kunjung ditemukan. Lupa bahwa ponsel dan tasnya ia tinggal di mobil. Dia merasa harus menghubungi Gus Fahmi segera. Dalam kondisi seperti ini, Ana pasti sangat membutuhkan support dari suaminya.

MAAF༊*·˚ [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang