M 55

15.1K 1.6K 159
                                    

Udah dapat THR belom?


Happy Reading🌱


Sepulang dari rumah sakit, Bagus tak langsung pulang ke rumahnya. Ia masih mampir di salah satu cabang resto miliknya. Beberapa pramuniaga datang menyapa.

Suasana resto yang sudah cukup ramai menjelang jam makan siang. Seorang pria berseragam rapi menghampirinya. Menawarkan minuman untuk Bagus yang memilih duduk di samping bangunan. Gazebo yang ia bangun memang untuk dirinya menghabiskan waktu di sana.

Selama ini, tidak pernah ada yang tau letak gazebo itu, karena letaknya yang memang sedikit tersembunyi. Beberapa tanaman hias menjalar juga ikut menutupi keberadaan gazebo itu. Secangkir kopi hitam sudah tersuguh di depan Bagus, masih mengepul. Seporsi pisang pasir juga ikut berada satu nampan bersama kopinya.

Bagus membuka dan menghidupkan laptopnya. Ia ingin menyelesaikan laporan keuangan dan pembagian hasil bagi para donatur resto-restonya. Sebuah layar kerja berkotak-kotak sudah terpampang di depannya, ia bergegas memasang kacamata yang baru saja diambilnya dari dalam tas.

Betapa terkejutnya Bagus saat melihat seorang wanita berkacamata berdiri di depannya dengan nampan berisi makanan dan minuman. Celana jeans dengan tunik menutupi lutut. Pasmina berwarna salem yang dililit sempurna menutupi wajahnya. Serta sebuah tas mungil berwarna hijau yang ditaksir Bagus hanya bisa diisi dompet dan ponsel itu ikut mempermanis penampilannya.

Tanpa canggung, ia mengambil tempat di dekat Bagus. Memaksa Bagus untuk sedikit bergeser lebih ke sisi gazebo. Bagus menoleh ke sekitar, mencoba mencari tempat lain yang bisa ia tempati.

"Udah, duduk aja di sini. Aku gak akan ganggu, kok!"

Ucapnya seolah tahu apa yang ada di pikiran Bagus. Speechless, Bagus sedikit mengulum senyum mendengar ucapan gadis di sampingnya. Memaklumi bahwa mungkin gadis itu tidak tahu bahwa berdua-duaan begini akan menjadi haram hukumnya karena mereka bukan muhrim.

"Santri, ya?" tanya gadis itu lagi.

Kening Bagus terlipat. Dari mana dia bisa tahu? Gadis itu tersenyum lalu menunjuk tasbih yang tersembul keluar dari tas Bagus. Sementara mulutnya sibuk mengunyah roti bakar di piringnya.

Bagus menarik tasnya perlahan. Berusaha menyembunyikan tasbih yang tadi menyembul. Gadis itu kembali tersenyum, kali ini sambil menyeruput es lemon teanya.

"Bukan tasbihnya kok yang nunjukin kalau kamu santri," celetuk gadis itu lagi.

Bagus yang semula berusaha untuk konsentrasi pada layar kerjanya terpaksa harus mengalihkan pandangannya lagi. Menatap gadis yang memunggunginya itu.

"Sikap kamu, tuh!" Gadis berlesung pipit itu menoleh, memergoki mata Bagus yang tengah menatapnya.

Canggung, Bagus segera menundukkan pandangannya.

"Tenang, yang dinamakan berkhalwat itu kalau kita di tempat yang sepi berduaan saja. Ini kan tempat umum, banyak orang juga, tuh!" tunjuknya pada beberapa pramuniaga yang kadang masih mondar mandir di samping mereka.

Gazebo itu letaknya memang di samping resto, berdampingan dengan dapur kotor dari resto. Segala macam makanan berat, akan di olah di dapur itu. Sementara di atas, adalah tempat untuk dapur bersih. Dapur yang hanya digunakan untuk meracik minuman dan makanan ringan saja. Jadi, wajar jika banyak pramuniaga yang mondar mandir membawa pesanan dari arah mereka.

"Sayang banget tempat kayak gini gak diperbanyak. Padahal tempatnya lebih enak di sini daripada di dalam. Lebih nyantai," seloroh gadis itu lagi.

Bagus kembali menyeruput tehnya. Pisang pasir di piringnya sama sekali belum tersentuh.

MAAF༊*·˚ [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang