Sedih deh lait votenya makin dikit :"
makin slow deh upnya :"
ramaikan kuy!!
happy Reading 🌱🌱
Ana melirik Gus Fahmi yang sejak tadi mondar mandir di depannya. Bola matanya mengikuti arah Gus Fahmi ke kanan dan ke kiri. Taqrornya jadi sedikit terganggu.
"Kak Fahmi kenapa sih?" tanyanya bingung.
Gus Fahmi menghentikan langkahnya. Ia menoleh ke arah Ana lalu beranjak mendekatinya.
"Ka Fahmi pingin bakso."
"Hah?" kening Ana berlipat.
Heran dengan keinginan suaminya yang tak biasa. Subuh begini mana ada orang jual bakso? Ada - ada saja. Gus Fahmi meringis dengan sengiran yang menakutkan buat Ana.
"Mana ada bakso jam segini? Ada-ada aja deh!" Ana yang masih memakai mukena langsung menepuk lengan Gus Fahmi pelan.
Gus Fahmi menggaruk-garuk pelipisnya. Ia menggigit bibirnya, juga bingung dengan keinginannya yang tiba-tiba.
"Sini deh, Ana pijitin kepalanya. Mungkin lagi stress, jadi mikirnya aneh-aneh."
Gus Fahmi menurut. Ia menaruh kepalanya segera di pangkuan Ana. Tanpa banyak bicara lagi, Ana langsung memberi pijatan-pijatan lembut di kepala Gus Fahmi seraya kembali mengulang-ngulang hafalannya. Sesekali Gus Fahmi ikut bersuara sama dengan lantunan ayat suci yang Ana baca.MAAF
"Mbak, boleh pinjam sapunya?" tanya Ana pada salah satu santri yang bertugas piket musholla hari itu.
Persis setelah pembacaan rutin rotibul haddad ba'da 'ashar, Ana juga tak jarang masih berdiam di musholla. Memperhatikan dan memeriksa hasil piket para santri. Mulai dari kerapian penataan Alquran, hingga pojok-pojok musholla yang rentan dengan tumpukan debu.
Seorang santri yang tadi sapunya diminta oleh Ana, langsung mengendap sopan menyerahkan sapu di tangannya. Ana tersenyum lalu berjalan ke belakang. Santri berbaju merah tadi mengikuti langkahnya.
"Ini masih nyempil debunya. Kalau nyapu atau membersihkan sesuatu, coba sambil diniatkan membersihkan hati. Insyaallah, kita akan lebih ikhlas dalam mengerjakan itu. Nah, kalau sudah ikhlas, kita pasti akan membersihkannya dengan teliti. Dengan begitu, kotoran yang menempel di hati kita, perlahan-lahan juga bisa hilang."
Ana tersenyum, lalu menyerahkan kembali sapu di tangannya setelah mengeluarkan debu yang masih menempel di bawah rak Alquran. Santri berparas manis itu tersenyum malu seraya menganggukkan kepalanya.
"Sudah, lanjutkan!" ujar Ana lagi seraya menepuk pelan lengan santriwati di depannya.
Membersihkan sesuatu diniati membersihkan hati. Itu adalah ilmu yang ia dapat pertama kali di pesantren Ning Syila. Saat dirinya merasa sangat terpuruk, Ning Syila mencoba memintanya untuk membersihkan setiap ruangan di dhalem-nya. Setiap hari, setiap kali ia akan mulai membersihkan dhalem, Ning Syila takkan berhenti mengucapkan kalimat itu. Hingga Ana bisa menghafal setiap kata dari kalimat itu tanpa adanya pengurangan atau penambahan.
MAAF
"Fahmi ke mana, Nduk?" tanya Nyai Sakdiah saat mereka menyiapkan makan malam.
Meski sudah tinggal di dhalem yang berbeda, mereka masih sering menikmati sarapan atau makan malam bersama. Asal tidak ada salah satu dari mereka yang tengah bepergian ke luar kota. Mereka selalu meluangkan waktu untuk berkumpul paling tidak sehari sekali. Jika waktu makan tidak bisa, biasanya waktu itu diambil setelah tahajud, sambil menunggu shubuh.
![](https://img.wattpad.com/cover/198246485-288-k596067.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
MAAF༊*·˚ [END]
Ficção Adolescente[SQUEL OF CINDERELLA PESANTREN] [SUDAH DI TERBITKAN] "Bagaimana jika bukan dia yang merebutnya dariku? Melainkan aku yang merebutnya? Karena sejak awal, memang dialah yang diharapkan berjodoh dengan Kak Fahmi." -Ana. . "Jika islam tidak mengharamkan...