M 28

15.2K 2.2K 145
                                    

Masa yang ninggalin jejak makin sedikit 🤧

Happy Reading🌱

Sepanjang perjalanan Ana terus menatap Gus Fahmi dengan wajah bingung. Kali ini Gus Fahmi bertingkah aneh lagi. Tiba-tiba ia mengajak Ana ke resto Bagus yang letaknya lumayan jauh dari pesantren. Padahal, cabang resto Bagus juga sudah ada yang berada di dekat pesantren.

Tangannya sejak tadi tak mau melepas tangan Ana. Jamal sengaja diberi tugas lain olehnya agar ia bisa berdua saja bersama Ana. Senyumnya bahkan seperti tak akan pernah habis dari bibirnya.

“Jangan lihatin Kak Fahmi begitu, nanti Kak Fahmi gak fokus nyetir loh.”

“Dih, Kak Fahmi aneh deh! Ngapain sih harus jauh-jauh ke Griya? Di deket pesantren kan juga ada.”

Griya adalah nama tempat resto utama Bagus berada. Kalau yang di dekat pesantren, Bagus memberinya nama Ahsan Resto. Tiap cabang usaha Bagus memang tidak semuanya sama. Karena ia terbiasa memberi nama sesuai dengan nama kota yang ia tempati.
Genggaman Gus Fahmi makin erat. Rasa sayangnya selalu bertambah kuat pada Ana setiap harinya. Bahkan setelah kejadian kemarin.

_Maaf_


“Gus, kalau menurut saya ndak enak kalau kita ke tempat Gus Fahmi sekarang. Khawatir, Gus Fahmi masih kurang nyaman.”

Lina berusaha mencegah usaha Gus Azmi yang ingin bertandang ke pesantren Al-Furqan untuk menemui Gus Fahmi. Walau bagaimanapun ia merasa khawatir, hubungan suami dengan adik sepupunya itu malah akan buruk karena kejadian kemarin.

Flashback on 🌱

Saat mereka memutuskan untuk pergi ke pantai selepas dari makan siang bersama.

Ana yang kebetulan tengah menunggu Gus Fahmi di dermaga, dikejutkan dengan suara Gus Azmi di belakangnya.

Ana lebih dulu berjalan ke dermaga karena Gus Fahmi masih harus pergi ke toilet. Begitu juga dengan Lina yang memilih untuk tak menyusul Gus Azmi karena harus menerima panggilan telepon lebih dulu.

“Apa yang Ana lihat?” tanya Gus Azmi.

Ana menoleh ke belakang, lalu kembali mengalihkan pandangannya ke tengah laut saat tau siapa yang berdiri di belakangnya. Jarak mereka memang tidak dekat, tapi Ana cukup merasa terganggu dan risih. Karena status mereka sudah bukan single lagi.

“Senja, kenapa masih bertanya?” Ana lumayan ketus dari biasanya.

Gus Azmi tersenyum menatap hijab Ana yang melenggak lenggok disapa angin. Mendengar jawaban Ana, ia merasa Ana yang dia kenal sudah kembali.

“Siapa tahu tengah memperhatikan langit,” jawabnya kemudian.

“Bukankah sudah jelas, ada senja di depan sana!”

Ana menunjuk senja di depannya dengan dagu. Tak berani menoleh ke belakang lagi. hatinya berharap, Gus Fahmi akan segera datang menemaninya. Atau setidaknya, Lina yang datang. Asal tidak berdua saja bersama Gus Azmi.

“Jelas, tapi jika tak diucapkan, maka senja itu hanya sebuah kamuflase.”

Kali ini Ana terpaksa memutar kepalanya. Menatap Gus Azmi dengan alis bertaut. Gus Azmi lagi-lagi tersenyum. Ia menunjuk langit dengan dagunya pula.

“Karena sebenarnya yang Ana lihat bukan senja, melainkan langit yang terbias warna matahari tenggelam,” lanjut Gus Azmi.
Ana menghela nafas lalu kembali memutar kepalanya.

MAAF༊*·˚ [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang