M 14

19.8K 2.1K 643
                                    

Eh, udah sabtu malam ternyata.

Iya ini update kok :b

Sebelum baca, ka nay may nanya dulu.

Udah pada PO belom?

Yang udah mana suaranya?  :v


Aku kasi challenge nih.

Bisa tembusin 1k vote dan 1k komen,  kalo bisa aku up lagi nih 😎

500 komen kurang mainstream :v



Happy Reading








Dua hari menjelang resepsi, dhalem  mulai sibuk.

Keluarga Ning Syila juga sudah mulai menginap sejak hari ini.

Ana sengaja di pisah dulu dengan Gus Fahmi untuk sementara waktu. Gus Fahmi dipindah ke dhalem sebelah barat. Sementara Ana tetap tinggal di dhalem sebelah timur.

Lina tak kalah sibuk. Ia menerima perintah langsung dari Nyai Sakdiah untuk memenuhi segala kebutuhan Ana. Agar Ana tak perlu keluar kamar hingga acara resepsi.

Ning Syila yang tahu bahwa Ana dan Gus Fahmi belum meneguk anggur cinta, makin gencar menyuruh Ana untuk meminum beberapa ramuan jawa khusus manten anyar.

Tubuh Ana juga mendapat perawatan lulur khas manten yang di datangkan langsung oleh Ning Syila dari salah satu salon ternama.

Ning Syila meminta Ana dan Gus Fahmi untuk sama-sama menyerahkan ponselnya.  Agar mereka benar-benar tak bisa terhubung untuk sementara. Sebenarnya, ini tidak ada di adat mereka. Hanya saja, Ning Syila mengambil keputusan itu karena ia juga ingin sekalian menjahili adik rodho’nya.

Tenda juga sudah di pasang. Menutup hampir seluruh halaman dhalem untuk tempat walimah.

Beberapa rangkaian bunga ucapan selamat berjejer rapi dari gerbang pesantren putra.

Jangan di tanya untuk bucket bunga yang juga hampir memenuhi seluruh ruangan dhalem baik di timur maupun di barat.

Ning Aisy sesekali datang menemani Ana membuat hena. Wajahnya sudah tak semurung sebelumnya. Senyumnya terlihat lebih tulus dan turut berbahagia. Mungkin, ia sudah mulai bisa menerima ketentuan takdirnya.

“Assalamu’alaikum …!”

Seorang khadamah menyembul di balik pintu. Ana yang baru saja selesai dihena, menoleh dan menjawab salam.

Lina, Ning Aisy, dan Ning Syila juga turut menjawab salam. Khadamah itu berjalan dengan sedikit membungkuk, mendekat ke arah Ana.

“Mohon maaf, Ning Ana. Ada tamu untuk Lina.”

Jempolnya menunjuk ke arah Lina setelah sebelumnya menyalami satu-persatu orang di dalam kamar, kecuali Lina.

“Siapa?” tanya Lina.

“Di mahrom, Mbak. Katanya orang tuanya.”
Lina menatap Ana, bingung. Tatapan Ana juga sama bingungnya. Karena setahu Ana, menurut cerita Lina, orang tuanya tak mungkin ke sini karena terkait dengan ekonomi mereka. Makanya Lina terkadang menghabiskan waktu di pesantren meski liburan.

“Benar orang tuanya, Mbak?” tanya Ana memastikan.

“Enggeh, katanya. Ibunya ada di depan dhalem.”

Ana mengangguk pada tatapan Lina yang meminta persetujuannya.

Lekas Lina keluar dari kamar Ana setelah membersihkan tangannya.

MAAF༊*·˚ [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang