Hai.
Ini masih minggu kan?
Kmaren buta hari, ingetnya rabu. Eh taunya kamis :v
Maklum, kebanyakan libur :v
Happy reading 🌱
"Kita harus kembali sekarang."
Gus Azmi membereskan perlengkapannya ke dalam tas. Ia baru saja selesai mengisi kajian pada acara terakhirnya di Semarang. Lina yang baru saja mau merebahkan tubuh, lantas menarik tubuhnya kembali. Bingung. Bukankah harusnya mereka pulang besok pagi?
"Apa ada masalah, Gus?" tanya Lina yang ikut membantu membereskan pakaian ke dalam koper.
"Ana masuk rumah sakit."
Lina tertegun. Ia berhenti sejenak melipat baju di tangannya. Matanya menutup rapat seiring dengan helaan nafas yang coba ia loloskan untuk menenangkan hatinya.
🦋Maaf 🌻
"Ana mau apa?" tanya Gus Fahmi saat Ana membuka mata.
Ia masih tak beranjak dari sisi ranjang. Menatap wajah Ana yang sejak tadi terlelap. Ana tersenyum lega, mendapati Gus Fahmi masih berada di sana. Khawatir apa yang dirasakannya tadi hanyalah mimpi.
"Ana mau minum?"
Gus Fahmi mendekatkan wajahnya pada Ana. Tangannya langsung membelai lembut ubun-ubun Ana.
"Ana belum sholat isya." Ana berucap lirih.
"Bisa ambil wudhu sendiri?" tanya Gus Fahmi khawatir saat membantu Ana bangun dari tidurnya.
Ana mengangguk pelan.
"Kak Fahmi gendong saja."
Gus Fahmi menyibak selimut, lalu bersiap untuk membopong Ana.
"Kak Fahmi, apaan sih? Kak Fahmi bantu Ana bawakan infus saja. Ana bisa jalan sendiri kok." Ana menolak perlakuan Gus Fahmi.
"Bener?" Gus Fahmi memastikan.
"Hmm ...." Ana mengangguk pasti.
Lekas Gus Fahmi meraih gagang Infus. Menyiapkan sandal untuk Ana, lalu memapahnya menuju kamar mandi. Sambil menunggu Ana selesai, ia juga mulai menyiapkan mukena yang nantinya akan Ana pakai.
🦋Maaf 🌻
Bagus baru saja bangun dari sujudnya. Matanya tampak basah, sementara hidungnya juga ikut memerah. Seolah dejavu. Kenangan itu kembali menyeruak dalam ingatannya.
Bagaimana malam-malam ia habiskan dengan penuh tangis dalam kerinduan. Bibirnya mengeja bait-bait ayat suci. Namun air matanya, terus saja menggenang di kelopak mata, lalu meluncur bebas membentuk parit kecil tanpa hilir.
Nama Ana tak pernah lepas dalam tadahnya. Tawa dan rengekan yang selalu terngiang di telinga, juga menjadi teman untuk menghabiskan malam-malam penuh rindu. Tiap dua pekan sekali, ia akan pergi menghabiskan waktu di luar bersama teman-temannya. Namun, rindu bukan menghilang. Bahkan bertambah kuat saat ia selalu menghadirkan Ana di setiap tempat yang dikunjungi.
Pasti Ana senang kalau dibawa ke sini. Pasti Ana akan takjub kalau melihat tempat ini. Apa Ana akan suka makanan ini? Semua hal yang ingin ia bagi bersama Ana sudah ia tulis dengan rapi di agendanya. Termasuk, membawa Ana menemui salju pertama di Turki. Memanjatkan harap di sana.
Ana pernah mengatakan, bahwa berdoa di saat salju pertama turun sama halnya dengan kita berdoa di saat hujan. Ah ... ia tahu. Bahwa Ana hanya membohonginya. Karena Ana mengatakan itu persis setelah ia selesai menonton drama korea bersamanya. Itu salah satu dialog dalam drama. Tak heran, jika tiap salju turun, rasa rindu di hatinya semakin membesar.
![](https://img.wattpad.com/cover/198246485-288-k596067.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
MAAF༊*·˚ [END]
Teen Fiction[SQUEL OF CINDERELLA PESANTREN] [SUDAH DI TERBITKAN] "Bagaimana jika bukan dia yang merebutnya dariku? Melainkan aku yang merebutnya? Karena sejak awal, memang dialah yang diharapkan berjodoh dengan Kak Fahmi." -Ana. . "Jika islam tidak mengharamkan...