M 51

16.2K 1.9K 227
                                    

buat nemenin yang lagi pada gabut di rumah 🦁








buat yang suka bilang pendek mending gausah baca dulu, wkwkw nabuung part saja biar panjang :)









Happy Reading 🌱











"Tadi ning Syila meneleponku. Beliau bertanya tentang perampokan Ana. apa kamu yang memberi tahu?"

Bagus baru saja masuk ke dalam mobilnya saat panggilan dari Gus Azmi masuk.

"Enggeh, Gus. Tapi sebelumnya, sepertinya Ana sudah bercerita sama beliau."

"Apa ada masalah di sana, Gus?"

Bagus terdiam. Sedikit ragu untuk mengabarkan keadaan Ana.

"Tidak terjadi apa-apa sama Ana, 'kan?" Gus Azmi masih bertanya.

"Ana dirawat di rumah sakit, Gus." Akhirnya Bagus tak bisa juga menutupi.

"Astaghfirullah ...! Kenapa? Karena perampokan itu? Apa sejak saat itu Ana belum sembuh?"

"Belum sembuh?" Bagus mengernyitkan dahi, bingung.

"Iya, karena sebelum aku berangkat ke Semarang, aku dengar Ana sedang sakit."

"Astaghfirullah, kalau gak salah itu sudah dua hari yang lalu?"

"Betul. Ana ada di rumah sakit mana?"

"Rumah sakit Medika Cendana. Dekat dengan komplek rumah Ana, Gus."

"Iya sudah, aku tutup telepon dulu. terima kasih informasinya, Gus!"

"Enggeh, sama-sama."

Telepon ditutup dengan salam. Bagus bergegas kembali masuk ke dalam rumah sakit setelah mengambil tas dan ponselnya.


Maaf


Pak Salim sudah lebih dulu pamit untuk pulang ke rumah bersama Bik Darmi. Sementara Ning Syila dan Gus Ahmad masih menunggu di depan ruangan Ana.

"Ning Syila dan Gus Ahmad, kalau mau pulang duluan, gak pa-pa. Biar saya yang jaga di sini."

Bagus berdiri di samping tempat duduk mereka, sopan.

"Aku saja yang di sini. Ning sama Kak Ahmad bisa pulang. Kamu juga, Gus!"

Gus Fahmi berdiri di bingkai pintu ruangan Ana. Ning Syila bangkit dari duduknya, mendekat ke arah Gus Fahmi. Kepalanya sedikit melongo, mengintip Ana.

"Ana bagaimana? Dia masih tidur?"

Gus Fahmi mengangguk sambil tersenyum. Wanita di depannya menghela nafas lega. Sekali lagi, ia menepuk lengan Gus Fahmi keras. Alisnya bertaut mengingatkan Gus Fahmi untuk tidak melakukan kesalahan lagi.

"Kita pulang saja kalau begitu, besok balik lagi." Gus Ahmad ikut mendekat ke arah Gus Fahmi seraya mengangguk pada Ning Syila.

"Ya sudah, Ning pulang dulu. kalau ada apa-apa, kabari, Ning, ya!"

Gus Fahmi mengangguk sambil mencium tangan Ning Syila dan Gus Ahmad. Tak lupa ucapan terima kasih yang ia ucap berkali-kali juga pada ningnya itu.

"Bisa kita bicara sebentar?" pinta Gus Fahmi pada Bagus yang masih berdiri di tempatnya.

Bagus mengangguk. Kini raut wajahnya sudah tidak sekesal tadi. Gus Fahmi menutup pintu ruangan Ana perlahan, lalu bergegas menuju kursi tunggu di koridor. Sebagai santri, Bagus memang tak pernah berani mendahului Gus Fahmi dalam hal apapun. Meski Gus Fahmi tak pernah menunjukkan bahwa dirinya adalah putra dari guru Bagus.

MAAF༊*·˚ [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang