M 21

20.4K 2K 224
                                    


Happy Reading 🌱

“Kamu yakin, Le?”

“Insyaallah, Azmi yakin, Bah.”

Kyai Kholil melempar pandangan pada Nyai Halimah. 

Nyai Halimah tak bisa berkomentar apa-apa lagi. Ia hanya mengangguk pada suaminya. Memberi isyarat bahwa ia menerima apapun yang menjadi keputusan suaminya. Kyai Kholil mengambil nafas panjang sebelum ia memberi keputusan pada putranya.

“Lina sendiri bagaimana? Apa kamu sudah menanyakan kesediaannya?”

“Sudah.”

“Lalu?”

“Dia bersedia, Bah.”

Lagi-lagi Kyai Kholil menghela nafasnya.

“Baiklah, kalau itu sudah menjadi keputusanmu. Lalu kapan rencana kamu untuk meminangnya? Kita harus ke Kalimantan?”

“Azmi belum membicarakan itu dengan Lina. Kalau Abah dan Umi tidak keberatan, Azmi ingin berbicara dengan Lina terlebih dahulu.”

“Terserah kamu saja! Kalian mungkin bisa mengobrol di rumah Fahmi. Mintalah Ana dan Fahmi untuk mendampingi kalian. Biar Abah yang memberi kabar pada Pakdemu, dan kyai Ramdan.”

“Enggeh, Bah!”

Gus Azmi beranjak dari duduknya. Seolah tak ingin mengulur waktu, ia langsung berpamitan pada kedua orang tuanya untuk pergi ke pesantren Al-Furqon.

“Umi gimana? Ridho?” tanya Kyai Kholil selepas Gus Azmi pergi.

“Insyaallah Umi akan selalu ridho pada pilihan anak-anaknya, Bah. Umi hanya khawatir, Azmi akan menyakiti hati orang lain, jika ternyata ia hanya menjadikan Lina sebagai pelarian dari rasanya pada Ana.”

“Doakan saja, Mi. Meskipun pada awalnya, pilihannya pada Lina hanya karena ingin menghapus lukanya, semoga di akhir cerita, ia benar-benar bisa menemukan kebahagiaannya dengan Lina. Doa ibu akan lebih diijabah oleh Allah.”

“Maafkan Umi, Bah! Seandainya saja umi tidak bertanya pada Nyai Arofah tentang Azmi dan Fahmi waktu itu.”

“Sst, tidak boleh berkata seperti itu. Abah malah lebih bangga, punya istri yang berani mencari kebenaran, meski akan menyakiti keluarganya sendiri. Pasti anak-anak kita akan menerima hikmah yang jauh lebih besar dari kejadian ini. Ikhlas, Mi!”

“Astaghfirullahal adzim ….” Lirih Nyai Halimah.


🌱🌱🌱


“Kak Azmi masih mau begini?” tanya Aisy lirih saat Gus Azmi tengah bersiap-siap di kamarnya hendak ke rumah Gus Fahmi.

“Apa lagi, Aisy?”

“Jangan berpura-pura tidak tahu, Kak. Aisy tahu, Kak Azmi memilih Lina hanya sebagai pelarian ‘kan?"

Gus Azmi masih dengan aktifitasnya, seolah tak merasa terganggu dengan todongan Ning Aisy.

“Kenapa harus Lina? Orang yang paling dekat dengan Ana. Apa Kak Azmi berencana untuk menjadikan Lina tameng agar Kak Azmi masih bisa dekat dengan Ana?”

Kali ini Gus Azmi berhenti memasukkan sesuatu ke dalam tasnya.

“Benar, itu maksud Ka Azmi.”

Ning Aisy mengangguk-anggukkan kepalanya sambil mendekati Gus Azmi.

“Sadar Kak Azmi! Kak Azmi malah akan semakin terluka jika terus menerus berada di dekat Ana. Seharunya Kak Azmi pergi menjauh, bukan malah mencari alasan agar bisa dekat dengan Ana.”

MAAF༊*·˚ [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang