M 54

12.9K 1.6K 99
                                    

Hai,

Gimana nih hari ketiga puasa?

Makin seru nih pasti.

Happy Reading 🌱

Lina menunggu Gus Azmi di pelataran masjid sambil memakan roti yang tadi sudah dibelikan suaminya di minimarket sebelum ke masjid. Sesekali senyumnya terlihat karena mengingat kejadian tadi. Wajah gugup Gus Azmi yang terekam jelas di matanya.

Bagus membawa beberapa buah kesukaan Ana yang ia beli di minimarket dekat rumah sakit selepas subuh. Minimarket dua puluh empat jam itu disediakan memang untuk pengunjung rumah sakit yang mungkin membutuhkan sesuatu saat jam kantin rumah sakit tutup. Ia mengetuk pintu kamar Ana pelan. Menunggu hingga Gus Fahmi membukakan pintu untuknya seusai menjawab salam.

"Saya bawa buah untuk Ana." Bagus menyodorkan kresek ke depan Gus Fahmi.

"Masyaallah. Terima kasih, ayo masuk." Gus Fahmi membuka pintu lebih lebar setelah menerima buah pemberian Bagus.

Bagus menunggu hingga Gus Fahmi selesai menutup pintu. Baru kemudian ia meneruskan langkah mengikuti Gus Fahmi yang berjalan menghampiri Ana. Senyumnya langsung tersungging saat mendapati Ana yang terkejut dengan kedatangannya.

"Loh, Kak Bagus sepagi ini kok sudah di sini?" tanya Ana heran.

"Kak Bagus gak pulang, kok."

"Hah?" Ana terbelalak.

"Yang bener?" tanya Gus Fahmi yang sibuk mengeluarkan buah dari dalam kresek.

Bagus tersenyum. "Ana, gimana keadaannya?" tanyanya kemudian.

"Kak Bagus tidur di mana semalam?" Ana balik bertanya.

Bagus melirik pada Gus Fahmi yang juga tengah menatapnya.

"Santri mah bisa tidur di mana saja. Iya 'kan, Guse?"

Ana menoleh pada Gus Fahmi yang kini juga melihat padanya. Ia menggeleng cepat, seolah tak sepakat dengan jawaban Bagus. Ana kembali menatap Bagus dengan alis bertaut. Bagus tersenyum, tatapan Ana kembali seperti beberapa tahun silam. Ananya.

"Sudah, ah! Kalau Ana terlalu perhatian sama Kak Bagus lagi, bisa-bisa Gus Fahmi kabur beneran, loh."

"Astaghfirullah, kejamnya," ucap Gus Fahmi.

Ana menurut. Apa yang dikatakan Bagus, benar. Ia tak bisa memberi perhatian yang berlebihan untuk orang lain sekarang. Sementara Bagus tertawa lirih mendengar ucapan Gus Fahmi.

"Dokter biasanya datang jam 08.00. Saya mau pulang dulu sebentar, takut orang tua saya khawatir."

"Kak Bagus emang gak ngubungin, budhe?"

"Sudah tadi malam."

"Kak Bagus bilang, kalau Ana ..."

"Gak, lah. Orang tua Ana saja tidak diberi tahu, gimana Kak Bagus mau ngasih tau, mama?"

Ana menghela nafas lega.

"Terima kasih, Gus! Rencananya, kami akan tetap memberi kabar pada mereka," ujar Gus Fahmi, tulus.

"Sama-sama, Gus Fahmi. Saya mengerti. Lagipula, ini bukan ranah saya."

Ketiganya tersenyum lega.

"Ya sudah, kalau begitu, saya permisi dulu. Assalamu'alaikum ...."

Bagus pergi setelah Ana dan Gus Fahmi menjawab salamnya. Ana menoleh pada Gus Fahmi sambil menyipitkan mata.

"Kenapa?" Gus Fahmi tersenyum seraya menyiapkan buah yang akan di makan Ana.

MAAF༊*·˚ [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang