M 24

15.9K 1.9K 108
                                    

Jamgan lupa tinggalkan jejak ye ❤❤

Happy Reading🌱


Ning Aisy yang tetap tak setuju dengan keputusan kakaknya memilih untuk lebih dulu pergi ke Arab Saudi.

Sementara abah dan uminya masih mau menunggu hingga proses lamaran Gus Azmi selesai.

Lina dan Gus Azmi sepakat untuk tidak melaksanakan pernikahan yang berlebihan. Cukup di pesantren, dan dihadiri oleh keluarga dekatnya saja. Lina yang sudah tidak mempunyai ayah, memasrahkan semuanya pada Kyai Jakfar.

Satu bulan sebelum hari ini, Gus Azmi, Kyai Kholil, beserta Kyai Jakfar terbang menuju Kalimantan untuk meminang Lina pada ibunya. Tepat dua minggu setelah Gus Azmi mengkhitbah Lina lewat Kyai Jakfar dan Nyai Sakdiah. Hari itu pula, bersamaan dengan perginya Ning Aisy ke Arab Saudi.

Tidak ada pertunangan. Cincin untuk Lina pun, cincin yang semula diberikannya pada Ana. Ana sempat mengerutkan keningnya saat Gus Azmi menitipkan cincin itu padanya. Namun Lina, hanya tersenyum seraya berkata, “aku sudah tahu, kalau cincin itu awalnya milik kamu!” Sontak saja, ucapan itu membuatnya terperangah.

Ana tengah merangkai bucket bunga untuk Lina di ruangan Gus Azmi bersama beberapa khadamah  dari dhalem Kyai Kholil. Sementara Lina sedang menerima perawatan khas pengantin di ruangan sebelahnya. Kamar Ning Aisy lebih tepatnya.

Gus Azmi berdehem pelan seraya mengetuk pintu yang tengah terbuka itu. Ana dan para khadamah di sampingnya langsung menoleh dan serentak berdiri saat tahu siapa yang tengah berdiri di bingkai pintu. Ana pun demikian. Ia ikut berdiri dan menundukkan wajahnya di depan Gus Azmi.

“Boleh masuk?” tanya Gus Azmi pelan.

Ana melirik para khadamah yang masih menunduk, tak berani menjawab pertanyaan Gus Azmi.

“Ada yang bisa kami bantu, Gus?” tanya Ana akhirnya.

Gus Azmi membuang muka sejenak. Seperti tengah berusaha menekan kegugupannya.

“Aku …, aku juga mau minta tolong Ana kalau tidak keberatan.”

Masih dengan menunduk, Ana menjawab, “kalau saya bisa bantu, insyaallah, Gus.”

“Kamarku di sebelah sana. Kalau Ana ada waktu, bisa tolong sekalian dekorasikan? Aku tidak mau terlalu berlebihan, mungkin sekedar di tambah wewangian saja.”

“Oh, enggeh.” Ana mengulum senyumnya. Begitu juga dengan para khadamah di sampingnya.

“Syukron!” Gus Azmi pergi tanpa salam.

“Kenapa senyum-senyum?” tanya Ana pada khadamah yang kembali melanjutkan pekerjaannya tapi tetap mengurai senyum.

“Gus Azmi, romantis juga nggeh, Ning.”
Ana tertawa lirih seraya menggeleng-gelengkan kepalanya.

🌱🌱🌱

Lina memperhatikan tangannya yang tengah dihias hena saat Ana masuk ke kamarnya sambil membawa sepaket lulur pengantin.

Santri yang membantu menghias telapak tangan Lina berdiri sejenak saat Ana datang, lalu duduk kembali setelah Ana mempersilahkan mereka duduk.

“Apa itu, Ning?” tanya Lina.

“Dih, Ning lagi. Aku pergi nanti loh, kalau manggilnya begitu terus. Apa aku juga harus panggil kamu, Ning?” Ana sedikit tak suka.

“Mohon maaf, Ning. Sudah kebiasaan.”

“Kebiasaan buruk!” sungut Ana.

“Oya, kalau sudah henanya, nanti tolong bantuin saya ambilkan sampir ya, Mbak!” Ana menyentuh salah satu pundak dari dua orang santri yang tengah menghias tangan Lina.

MAAF༊*·˚ [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang