M 50

16.6K 2K 442
                                    

Assalamualaikum?

kemarin nggak up heheh :D

oh iya? masih betah di rumah saja?


Happy Reading🌱

"Ana dirampok? Eh, maksud saya, Ning Ana?" Lina tampak terkejut mendengar Gus Azmi berbicara di telepon.

Gus Azmi mengangguk lalu duduk di sebuah kursi rotan memanjang di balkon villa tempat mereka menginap. Jarinya sibuk mencari nama Bagus di antara deretan nama pada nomor kontaknya.

Lina meletakkan baju-baju yang tadinya hendak ia tata ke dalam lemari. Bergegas membawa segelas air dan menyusul Gus Azmi ke balkon. Setelah meletakkan gelas air di atas meja, ia berdiri di samping Gus Azmi. Memilih untuk tidak duduk sekursi dengan Gus Azmi karena khawatir suaminya akan merasa risih.

"Kalau boleh tahu, bagaimana kejadiannya, Gus? Saya khawatir Ana kenapa-napa."

Gus Azmi menghentikan scroll hapenya. Ia melempar pandangan ke depan. Menatap kerlip lampu dari beberapa rumah dan jalan yang terlihat seperti tumpukan bintang beragam warna di bawah sana.

"Aku hanya membantunya. Kebetulan bertemu dengannya saat aku membeli minum di sebuah minimarket, di dekat pasar." Gus Azmi menjawab pertanyaan Lina.

"Ana sendirian?"

"Aku tidak tahu. Bilangnya rombongan."

"Jadi kaos kaki itu ...."

"Apa yang kamu pikirkan, Lina?"

Gus Azmi menoleh ke arah Lina yang langsung menundukkan pandangan karena tak berani menatapnya.

"Maaf, Gus." Lina berucap lirih penuh penyesalan.

"Aku memang masih mencintai dia, tapi aku juga masih punya akal yang sehat. Aku mengerti tanggung jawabku, Lin. Meski aku masih belum sepenuhnya bisa melakukannya terhadapmu. Aku harap, kamu mau bersabar dan tidak terlalu memaksaku."

"Enggeh, Gus."

Lina menggigit bibirnya, menahan perih yang mulai dirasanya. Mungkin ia sudah mulai jatuh cinta pada Gus Azmi. Hingga mendengar ucapan Gus Azmi tadi, membuatnya hatinya terasa ditusuk jarum yang tak terlihat.

Gus Azmi menghela nafas perlahan. Manik matanya mengikuti arah perginya Lina ke dalam. Kerudung hitam yang menutupi sebagian dari tubuh Lina membuatnya terpaku. Menyesali setiap ucapan dan sikap yang pernah ia haturkan pada wanita lembut itu.

Perlahan ia pun mendekat pada Lina yang mulai sibuk dengan barang di kopernya lagi. Hati dan logikanya berperang. Sampai kapan ia harus terus menerus hidup dalam bayangan Ana, sementara di sampingnya ada seorang gadis yang juga tak kalah baik dan cantik. Ia hanya perlu belajar untuk membuka diri pada gadis itu.

"Lin ..." panggilnya lirih.

Lina cepat mengusap bening Kristal yang akhirnya jatuh juga di pipinya, lalu segera berbalik pada suara di belakangnya.

"Astaghfirullah ...!"

Lina berseru kaget saat mendapati Gus Azmi yang sudah berdiri tepat dibelakangnya. Tubuhnya hampir saja terjatuh ke atas tempat tidur kalau Gus Azmi tidak cekatan menarik tangannya.

Kini tubuh mereka merapat dengan degup jantung seirama. Wajah Lina mulai bersemu merah, dia salah tingkah. Sedangkan Gus Azmi memilih untuk mengedarkan pandangan ke arah lain.

"Aku minta maaf ...," ucap Gus Azmi lirih lalu pergi meninggalkan Lina ke luar ruangan.

Tangan terkepal menggenggam erat ponselnya. Pikiran dan hati Gus Azmi masih belum bisa dipaksakan untuk menatap Lina lebih lama sebagai istrinya. Karena semakin ia berusaha untuk mendekat, bayangan Ana di pelupuk matanya juga terasa makin dekat. Akan sangat berdosa baginya jika harus menunaikan kewajiban sebagai seorang suami dengan membayangkan bahwa Lina adalah orang yang dicintainya. 

MAAF༊*·˚ [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang