Bagian 1 : Hidupku (tak) Normal

3K 193 3
                                    

Normal?

Saat ini pun sekolah masih sepi. Aku sudah biasa datang di jam seperti ini. Aku tidak tahu ini bisa disebut normal atau tidak.

Tapi sepagi ini ada satu hal yang mengganggu pikiranku. Aku yang sebenarnya adalah orang yang enggan berada di keramaian harus berurusan dengan hal yang kubenci itu.

Dewan sekolah? Ayolah, aku bukan orang yang cocok dengan jabatan itu. Jika kau ingin tahu, aku lebih senang berada di kamarku dan menggarap sebuah lagu.

Aku? Supel? Jangan bercanda. Jika kau berpapasan denganku, jangan harap kau akan mendapat seulas senyum dariku. Kau hanya akan menerima tatapan tajamku, jadi jangan terkejut.

Aku bukanlah orang ramah yang akan menyapamu. Sebaliknya, mataku ini terlalu teliti untuk melihat kesalahanmu. Jadi kusarankan satu hal, lebih baik kau menghindari ku.

Aku masuk ke dalam kelasku. Sama seperti dugaanku, tidak ada siapapun di sana. Dan seperti kebiasaan ku, aku langsung membuka note book ku setelah meletakan tas dan duduk di kursiku.

Apa yang ku lakukan? Sudah jelas, bukan? Aku sudah membicarakannya. Satu-satunya kegiatan yang akan kulakukan adalah menulis lirik sebuah lagu. Dan benar, itulah yang kulakukan sekarang.

Oh ya, mungkin kalian akan bertanya mengapa aku datang sepagi ini. Jawabannya adalah aku ingin menulis lagu dengan tenang.

Asal kalian tahu, orang-orang di sekitarku itu seperti lalat bagiku. Ya, mereka begitu mengganggu. Jika boleh memilih, aku tidak ingin berada di antara mereka.

"Seperti biasanya, kau datang sangat pagi ya."

Aku menoleh ke arah sumber suara. Dan di sana aku bisa melihat sosok Jin. Ah, tiba-tiba aku merasa tidak nyaman memanggilnya dengan nama Jin. Mungkin lebih baik jika aku menyebutnya Seokjin. Baiklah, aku tahu jika itu memang namanya.

Dan, yah... Tak ada respon lain dariku setelahnya. Akibatnya dia hanya menghela nafas pelan dan berjalan kembali lalu duduk di kursi yang berada di sampingku.

"Seperti biasa. Benar-benar Min Yoon Gi." ucapnya setelah melirik note book yang sedang ku pegang.

Aku tidak merespon. Pria yang lebih tua beberapa bulan dariku itu memang cerewet. Jika bukan karena dia memang duduk di sampingku, aku sudah mengusirnya sebelum dia masuk ke dalam kelas.

"Hei, kau sudah melihat daftar kelompok bahasa? Kita harus mengumpulkan tugasnya dua hari lagi." Seokjin sialan itu lagi-lagi bersuara.

Aku tetap diam dan fokus pada huruf-huruf yang baru saja kutulis. Kupikir dia akan menyerah setelah tidak mendapat respons dariku.

"Biar kutebak. Kau sama sekali tidak peduli dengan kelompok, bukan? Kau memang selalu begitu ya."

Apa urusanmu?

"Kurasa juga tidak ada yang ingin satu kelompok denganmu."

Dan aku memang tidak membutuhkannya.

"Seharusnya kau bersikap lebih ramah. Aku tidak akan—"

"Bisakah kau diam?"

Oh, dia benar-benar diam setelah mendengar ucapanku. Tentu saja dia melakukannya. Aku bahkan sempat heran dengan nada sinis yang kental dalam suaraku. Tapi beginilah aku. Jadi ya sudahlah.

Aku menghela nafasku dan menutup note book yang ada di tanganku. Entah mengapa aku merasa bersalah setelah berkata dingin kepadanya.

Tapi apa yang harus aku lakukan? Meminta maaf? Rasanya egoku terlalu tinggi untuk melakukannya. Tidak, tidak. Aku tidak akan melakukannya.

Silence [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang