Bagian 26 : Aku dan... siapa?

489 54 4
                                    

TAEHYUNG POV

Ini benar-benar tidak menyenangkan. Padahal tadi Jimin hyung terlihat baik-baik saja. Tapi begitu sampai di rumah dia langsung lesu. Melihat dia seperti itu benar-benar tidak menyenangkan.

Aku melemparkan tubuhku ke atas tempat tidur. Jimin hyung yang duduk di kursi—yang menghadap jendela—hanya melirikku sekilas sebelum kemudian mengembalikan atensinya ke objek awal. Aku pikir dia tahu jika aku kesal, tapi ternyata dia hanya diam dan tidak peduli.

Benar-benar menyebalkan. Jimin hyung menyebalkan.

Akhirnya aku hanya diam dan menarik sebuah buku dari rak kecil yang ada di samping tempat tidur. Terkadang aku heran mengapa setiap saat ada buku baru di sini. Tapi karena bukunya selalu bertambah, maka harus ada beberapa buku yang dipindahkan. Terkadang saat aku ingin membaca buku-buku lama ternyata sudah tidak ada. Jika benar-benar menginginkannya, maka aku harus mencarinya di perpustakaan—yang menurutku cukup besar—yang terkadang membuatku betah di sana berlama-lama. Meskipun ada begitu banyak buku di sana, tapi mereka disusun dengan baik. Jadi aku tidak begitu kesulitan jika akan mencarinya. Sekarang aku berpikir mengapa Jimin hyung sangat senang mengoleksi buku. Hanya mengoleksi, kau tahu. Terkadang dia tidak benar-benar membacanya.

Entahlah, itu bukan urusanku. Setiap kali aku bertanya Jimin hyung hanya akan menjawab, "Karena aku ingin." dan sama sekali tidak akan menjelaskan apapun. Jadi aku menyerah untuk bertanya dan memilih untuk menikmatinya saja. Lagi pula karena buku-buku yang dibelinya selalu menarik untuk dibaca, jadi aku akan dengan senang hati membacanya.

Jika dipikir-pikir akulah yang lebih banyak membaca buku yang dibelinya. Aku sering datang ke sini hanya untuk membaca dan itu menyenangkan. Aku tahu jika Jimin hyung akan membeli sebuah buku baru jika semua buku yang ada di kamarnya ini sudah dibaca olehku. Seolah-olah dia memang sengaja membeli buku-buku ini agar aku bisa membacanya. Oh, tunggu dulu. Jangan-jangan memang seperti itu.

Entahlah. Jikapun benar bukankah itu bagus? Aku akan berterima kasih kepada Jimin hyung jika memang itu yang terjadi. Mungkin memang itulah yang ingin dia lakukan. Atau tidak? Ah, lupakan saja.

Ah, aku mengingat sesuatu. Banyak orang yang bertanya-tanya mengapa aku memanggil Jimin hyung dengan embel-embel hyung. Padahal dia hanya lebih tua dua bulan dariku. Kami lahir di tahun yang sama dan sekarang memiliki umur yang sama. Bahkan terkadang Jungkook dan hyungdeul akan mempertanyakan itu.

Jawabannya mudah saja. Aku adalah anak sulung yang memiliki dua dongsaeng. Rasanya aku selalu memiliki alasan untuk bersenang-senang dengan mereka, tapi terkadang juga menyebalkan. Terkadang aku ingin tahu bagaimana rasanya memiliki seorang hyung.

Meskipun hyungdeul memperlakukanku dengan baik, tapi aku tidak bisa menganggap mereka seperti saudara kandungku. Mereka tetap berbeda, ada hal yang mengganjal di sana. Aku lebih nyaman jika Jimin hyung yang kuanggap sebagai saudara kandungku. Entahlah, aku tidak tahu kenapa begitu. Mungkin karena aku lebih sering bersamanya dari pada dengan hyungdeul.

Jadi mengapa aku memanggilnya dengan embel-embel hyung adalah karena aku ingin memiliki hyung. Aku rasa itu bukan alasan yang terlalu penting dan serius.

"Taehyung-ah, sebenarnya kau sedang membaca atau tidak?"

Aku sedikit tersentak saat mendengar suara Jimin hyung secara tiba-tiba. Masalahnya tadi suasana di sini sangat hening. Karena Jimin hyung tiba-tiba bertanya, jadi aku spontan menoleh dan memandangnya. Entah sejak kapan dia sudah pindah ke meja belajar dan sibuk dengan buku-buku di hadapannya.

"Ah, aku hanya sedang memikirkan sesuatu." jawabku sebelum kemudian mulai membaca buku yang kuambil. Kupikir Jimin hyung akan kembali sibuk dengan aktivitasnya, tapi setelah sekian detik aku diam lalu menoleh ke arahnya ternyata Jimin hyung masih memperhatikanku. "Apa?" tanyaku merasa tidak nyaman dengan tatapan anehnya.

Silence [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang