"Ini bukan obat untuk penyakit biasa. Sepertinya penyakit berat seperti... kanker mungkin. Aku tidak bisa memastikannya sebelum mengeceknya di lab."
Aku menggeleng lemah. Sial! Sudah berapa hari berlalu dan aku masih memikirkan kalimat-kalimat itu. Aku meminta kakak Daehyun—yang merupakan tetanggaku dan dia adalah dokter—untuk mengecek obat yang aku ambil dari Jimin. Tapi hasilnya sama sekali tidak seperti yang aku pikirkan. Mendadak aku menyesal karena mencaritahu. Sekarang aku tidak bisa tenang karena terus mengingatnya. Kali ini aku benar-benar harus bertanya langsung kepada Jimin.
Ini tidak mungkin seperti kasus gila yang pernah aku baca dari sebuah novel, kan? Orang tuanya tahu, kan? Tapi dia sama sekali tidak terlihat menjalani pengobatan apapun. Setiap kali Bangtan berkumpul, dia selalu ada di sana. Ah, memang belakangan dia sering tiba-tiba pergi saat kami berkumpul. Apa itu karena kejadian seperti kemarin?
Tapi Jimin bahkan tidak pernah melewatkan satu momen pun untuk tertawa. Dia terlihat baik-baik saja dari sudut pandang manapun. Apa memang mungkin jika dia mengidap penyakit parah atau apa? Atau memang mataku yang tidak bisa melihat sisi lemahnya?
Entahlah. Aku benar-benar tidak mengerti kenapa dia malah diam saja. Sekarang aku yakin jika dia dan Jungkook memang bersepakat untuk mati cepat. Buktinya Jungkook menjadi sering terluka dan Jimin tiba-tiba terlihat sakit. Oh, baik. Pemikiranku tidak layak untuk dipublikasikan. Maafkan aku, Author-nim.
Kenapa kau meminta maaf? Bukankah aku yang menulis ini?
Tentu saja karena kau menulis jika aku meminta maaf kepadamu, memang apa lagi? Apa kau pikir aku sudi meminta maaf jika kau tidak membuatku melakukan itu?
Sial.
Hei, kau tidak boleh mengumpat di sini. Itu tidak baik jika reader-nim membacanya. Kau ini memberikan contoh yang tidak baik.
Begini, Reader-nim. Kalian tidak boleh meniru Author-nim. Berbicaralah dengan baik, jangan pernah mengumpat. Itu tidak baik, oke? Jadi jangan melakukannya, ya.
Kau lebih sering mengumpat dari pada aku.
Itu kan karena kau menulis jika aku mengumpat. Jika kau tidak melakukannya, maka aku tidak akan mengumpat. Jangan mencari pembenaran, Author-nim. Kau membuat kesalahan, jadi akui itu.
Terserah. Maafkan saya, Readers.
Baiklah, mari kita lupakan masalah itu. Kalian tahu terkadang aku kehilangan kendali saat berkomunikasi dengan Author-nim. Sepertinya dia membuatku terdengar seperti laki-laki cerewet yang mengatakan terlalu banyak hal. Meskipun aku tidak menyukai itu, tapi dia terus melakukannya. Dia benar-benar menghancurkan image swag yang aku pegang teguh.
Oh?! Kalian ingin aku membicarakan Jimin saja? Baiklah. Lagi pula aku tidak ingin membicarakan Author tidak jelas itu.
Sebenarnya aku ingin melupakannya, tapi kalian mengingatkanku. Entah apa yang akan aku lakukan saat bertemu dengannya. Lagi pula jika aku bertanya pun dia pasti tidak akan menjawabnya. Kemarin aku mendapat momen yang bagus, tapi Taehyung menghancurkannya. Sekarang aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan agar mendapatkan momen seperti itu lagi.
Mengancamnya dengan kalimat 'aku akan memberitahukan ini kepada orang lain' juga tidak mungkin. Dia pasti sudah memikirkan balasan yang bagus untuk itu. Dia tidak bodoh, pasti tidak akan terpengaruh dengan ancaman yang sama untuk yang kedua kalinya.
"... Yoongi-ssi, kau tidak mendengarkan?"
Aku tersentak kaget ketika mendengar suara seseorang tepat di sebelahku. Spontan aku mendongak dan melihat Kim ssaem di sana. Mati aku. Apa sedari tadi aku terlalu sibuk melamun? Kenapa Jin hyung juga tidak memperingatkan ku? Dia hanya melihatku bersama dengan teman sekelasku yang lain. Sialan memang.
"Jwesonghamnida, songsaenim." ucapku.
"Ada apa? Kau sakit? Wajahmu pucat."
Ah, maaf sebelumnya. Tapi kulitku memang pucat, songsaenim. Ini bukan berarti aku sakit. Sudah tiga tahun mengajar kelasku dan selalu meminta bantuanku, tapi dia sama sekali tidak menyadari jika warna kulitku memang seperti ini? Ah, baiklah. Sepertinya aku memang tidak penting. Aku hanya lembar terakhir buku tulis yang selalu dicoret-coret tidak jelas.
"Baiklah, aku tidak akan mempermasalahkannya sekarang." Kim ssaem akhirnya mengatakan itu ketika aku terdiam dengan pikiranku. Mungkin dia berpikir jika aku memang sakit dan tidak ingin menghukumku dengan alasan itu. Mungkin ini pertama kalinya aku merasa jika warna kulitku berguna.
"Kau boleh ke ruang kesehatan." kata Kim ssaem lagi.
"Ah, aku baik-baik saja."
Kim ssaem nampak masih meragukan ku. Tapi kemudian dia hanya mengangguk pelan dan berkata, "Kalau begitu perhatikan penjelasan kali ini." lalu berjalan ke depan lagi.
Aku menghela nafas lalu menunduk singkat. Aku tidak sakit, tapi memikirkan semuanya membuat kepalaku pusing. Sudahlah. Aku tidak ingin ketahuan melamun lagi dan mendapat hukuman. Sekarang aku harus fokus pada rumus-rumus memusingkan di depan sana.
"Apa yang kau maksud menjijikkan? Aku bahkan tidak melakukan aegyo atau apa."
Aku hanya diam. Seberapa berisiknya mereka menjahili Jimin aku tetap diam. Aku hanya sedang berpikir kenapa mereka berdua—Jimin dan Taehyung—ingin menyembunyikan hal semacam itu dari kami. Maksudku ini bukan masalah biasa. Ini masalah hidup dan mati. Kanker itu... Ah, aku bahkan tidak bisa memastikan apakah itu kanker. Pernyataan itu masih asumsi. Bukankah aku tidak berhak untuk mengklaim bahwa itu benar. Tapi... aku hanya cemas saja.
"Mungkin kau memang terlahir menjijikkan." kata Jin hyung dengan senyum menyebalkannya.
"Apa maksudmu, hyung? Astaga, itu benar-benar menyakitiku." Jimin berlagak dramatis.
Lihat, kan? Sudah kubilang dari sudut pandang manapun dia terlihat baik-baik saja. Aku bahkan sempat ragu saat kakak Daehyun mengatakan jika obat yang kuambil dari Jimin bukan obat biasa. Yah... begitu jika saja aku tidak melihatnya berdarah-darah hari itu.
Jimin, Taehyung, dan Jungkook terlalu pandai bersandiwara dan menyembunyikan banyak hal. Meskipun aku mencaritahu mereka pasti akan tetap bersandiwara hingga akhir. Aku hanya ingin tahu, seberapa banyak topeng yang mereka siapkan untuk menyembunyikan semuanya? Seolah baik-baik saja? Bodoh. Mereka pikir tidak ada yang mencemaskan mereka?
Aku sudah lelah memikirkan semua ini. Jika saja mereka mau bekerja sama dan berhenti berpura-pura, pasti semuanya akan menjadi lebih mudah. Tapi kenapa mereka malah menyembunyikan semuanya? Entah sudah berapa kali aku mengajukan pertanyaan itu.
"Ah, aku lupa mengerjakan tugas." kami langsung menoleh memandang Jimin yang tiba-tiba mengatakan itu. "Aku akan mengerjakannya sekarang. Sampai nanti!" lalu dia beranjak pergi dengan sedikit terburu-buru. Sakit lagi?
Entah mereka kompak atau apa, Taehyung dan Jungkook berdiri bersamaan. Mereka saling pandang sejenak sebelum kemudian Taehyung berkata kepada kami yang masih duduk, "Kurasa aku juga belum mengerjakannya. Sampai nanti, hyung."
"Aku akan mengganggu mereka." ujar Jungkook sebelum kemudian ikut melesat mengikuti Taehyung.
Jadi intinya... Jungkook pasti mengetahui sesuatu, kan? Lebih baik bertanya kepadanya dari pada kepada Jimin secara langsung. Maafkan aku, tapi aku tidak suka jika rasa penasaranku tidak terjawab.
Jadi benar atau tidak, Jimin-ssi?
KAMU SEDANG MEMBACA
Silence [END]
Fiksi Penggemar[방탄소년단 x 민윤기] Min Yoon Gi lebih dikenal dengan nama Suga, dewan sekolah yang tampan dan terkenal ternyata mengalami trauma. Entah mengapa dia lebih nyaman mengobrol dengan notebook kecil yang selalu dibawanya kemanapun. Satu hal yang sangat disukain...