Bagian 18 : Full of Pain

594 73 4
                                    

JUNGKOOK POV

Rasanya ini tidak benar. Aku tidak ingin melakukan ini, tapi semuanya bukan hal yang mudah untuk dijelaskan. Aku tidak ingin ada masalah, jadi begini saja. Lagi pula hanya aku yang terluka. Ini bukan masalah besar. Tidak perlu melibatkan siapapun.

Aku masih sempat berbalik, memandang hyungdeul yang masih memperhatikanku. Dengan cepat mengangkat kedua sudut bibirku, tersenyum lebar lalu melambai singkat ke arah mereka. Kemudian tanpa mengatakan apapun aku masuk ke dalam mobil di mana Jung hyung sudah menungguku.

"Kau menunggu lama, hyung?" tanyaku sembari memandang Jung hyung yang sepertinya memperhatikan aku sedari tadi.

"Tidak juga." Jung hyung tersenyum singkat. Pandangannya beralih ke arah hyungdeul yang masih melihat ke arah sini. "Kau tidak ada rencana bersama mereka? Kau bisa pergi jika ingin." ucapnya seraya kembali menatapku.

"Tidak ada kok. Mereka hanya berpikir jika aku pulang sendiri dan ingin mengantarku pulang. Tapi aku sudah mengatakan jika hyung menjemputku." jelasku.

"Oh benarkah?"

Aku segera mengangguk. Senang rasanya jika memiliki hyung yang baik sepertinya. Yah... meskipun ada banyak hal tidak menyenangkan yang harus kuterima. Tapi ketika melihat dia begitu menyayangiku... entahlah. Semuanya mulai terasa samar di otakku.

Jung hyung menyalakan mobil lalu mulai menjalankannya untuk pulang. Sebenarnya dia hanya menjemputku dan setelah itu harus kembali ke kantor. Dia baik, kan? Bahkan saat sedang sibuk selalu menyempatkan diri untuk memberiku perhatian.

"Kakimu kenapa?"

Aku spontan menoleh ketika mendengar pertanyaannya itu. Sejenak terdiam ketika menyadari apa yang akan terjadi jika aku mengatakan yang sebenarnya. Tapi karena dia menatapku curiga setelah aku tidak juga menjawab akhirnya aku bersuara, "Aku terjatuh saat bermain basket."

"Terjatuh?"

Mati kau, Jungkook. Seharusnya aku tidak terdiam seperti tadi. Jung hyung sudah tidak mungkin percaya pada ucapanku jika dengan jelas aku tidak bisa langsung menjawab pertanyaannya.

"Ada yang ingin mencelakaimu lagi?" aku dapat merasakan nada dingin saat Jung hyung menanyakan itu. Dia benar-benar membuatku gugup. Otakku tidak bisa berpikir.

"Tidak, tentu saja. Aku hanya tidak berhati-hati dan membiarkan tali sepatuku tidak terikat." aku berusaha berkata setenang mungkin ketika mengatakannya.

"Ah..." tolong percaya saja, hyung. "Apa perlu ke rumah sakit? Untuk memastikan saja." tanyanya.

Aku hampir saja menghela nafas lega. Tapi aku segera menahannya dan mengatakan, "Ini tidak separah itu kok." dengan senyum yang tidak pernah hilang dari wajahku.

"Kau selalu meremehkan lukamu. Itu sangat menyebalkan, Jeon Jungkook." kata Jung hyung dengan penekanan di kalimat terakhirnya.

"Ini benar-benar tidak separah itu, hyung. Aku bahkan bisa melompat-lompat jika..."

"Kau mati jika melakukan itu."

Lagi-lagi aku hanya bisa terpaku saat Jung hyung memotong ucapanku. Ah, bukan. Bukan ini yang kumaksud banyak hal tidak menyenangkan yang harus aku terima. Bukan. Tapi jujur saja ini memang tidak menyenangkan.

Jika kalian berpikir bahwa Jung hyung adalah kakak yang overprotektif, maka dugaan itu juga salah. Dia tidak begitu. Jung hyung selalu mengizinkanku melakukan apapun. Tapi ketika dia melihatku terluka—entah sekecil apapun—dia akan langsung terlihat kesal.

Mungkin dia tidak akan memarahiku—setidaknya jarang. Tapi dia pasti akan mendiamkanku dengan wajah kesalnya hingga berjam-jam, bahkan berhari-hari. Tentu dia tidak akan mengacuhkanku. Jung hyung selalu merawat lukaku dengan baik, tapi sama sekali tidak mau mengatakan apapun. Dan itu membuat aku benar-benar tidak bisa melakukan apapun dengan tenang.

Ah, tentang kalimat menyeramkan seperti "Kau mati jika melakukannya." atau "Silakan jika kau sudah bosan hidup." memang sering aku dengar setelah membuat kesalahan. Jung hyung bisa menjadi lebih menyeramkan dari pada Suga hyung asal kalian tahu. Tapi setidaknya dia tidak pernah benar-benar membunuhku. Buktinya sekarang aku masih dalam wujud manusia dan bisa menceritakan semuanya kepada kalian.

Tapi jujur saja itu sangat mengerikan. Bayangkan saja kakakmu mengancam akan membunuhmu setelah kau membuat kesalahan. Dia sedang dalam keadaan marah. Kalian tahu bagaimana ekspresinya? Aku yakin jika kalian tidak akan ingin melihatnya. Aku harap dia tidak benar-benar marah kepadaku.

"Maafkan aku, hyung." cicitku dengan suara nyaris tidak terdengar. Kalian juga akan takut jika dalam posisiku.

"Jungkook-ah."

Tubuhku sedikit terdorong ke depan saat Jung hyung menghentikan mobilnya. Bukan di rumah. Ini masih jauh dari rumah. Kenapa mendadak aku takut? "Ne?"

Jung hyung menoleh, memandangku dengan ekspresi dingin. "Katakan siapa yang melakukannya." bahkan suaranya bisa membuatku lemas seketika.

"A... apa maksudmu, hyung?"

"Jangan pura-pura bodoh."

"Tapi aku tidak mengerti."

Ah, tidak. Mataku terasa panas. Jangan lagi. Jangan menangis di hadapan Jung hyung. Tidak ada yang perlu ditangisi, Jeon Jungkook. Aku tidak boleh menangis.

"Katakan, Jungkook-ah."

"Argh!" aku memekik sakit ketika Jung hyung mencengkeram lenganku yang terluka. "Hyung, sakit."

"Jungkook-ah, katakan!"

Tidak ada gunanya. Sudah kuduga Jung hyung tidak akan percaya begitu saja. "Yeonjin. Jee Yeonjin." jawabku dengan tergugu.

Jung hyung segera melepaskan cengkeramannya dari lenganku. Ah, ini bahkan benar-benar sakit. Aku rasa ini memang tidak akan sembuh dalam waktu singkat. Aku harus lebih berhati-hati lagi.

"Maaf, Jungkook-ah. Apa itu sakit? Astaga!"

Jung hyung segera memeriksa luka di lenganku. Aku bahkan dapat melihat bercak merah yang merembes mengotori perban—yang bahkan baru diganti. "Sakit, hyung."

"Maaf, sungguh."

Jung hyung segera melepaskan perban yang membebat lenganku lalu mengambil yang baru beserta obat luka. "Astaga, ini parah sekali." aku dapat mendengar gumamannya ketika dia akan membersihkan darah yang keluar.

"Katakan jika sakit."

Sakit? Ya, ini sakit. Sangat sakit. Tapi aku tidak bisa mengatakannya. Tidak apa-apa. Hanya sakit. Aku sudah terbiasa. Setidaknya aku masih bisa merasakan hal selain sakit ini.

"Argh hyung..."

"Tahan sebentar." Jung hyung mendongak, memandangku sebelum kemudian sibuk dengan aktivitasnya.

Sakit sekali.

"Ah, maafkan aku. Itu pasti sakit sekali." kata Jung hyung setelah selesai membebat lenganku dengan perban yang baru.

Ya, sakit sekali.

"Jangan menangis, Kookie. Maaf, tolong maafkan hyung."

Dari pada sakit aku lebih takut, hyung.

"Ya, uljima." Jung hyung langsung menarikku dan mendekap erat tubuhku. Tapi aku takut. Hanya itu. Aku hanya takut. Jangan meninggalkanku, hyung.

Silence [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang