Bagian 44 : Ending Scene

1.3K 72 1
                                    

Entah berapa lama waktu yang terlewati selama ini. Aku terlalu sibuk untuk menghitungnya dan tiba-tiba semuanya berlalu begitu saja. Sejauh ini semuanya terlihat baik-baik saja. Kehidupanku mulai berubah dan bergerak menjadi lebih baik.

Aku sudah bukan siswa sekolah menengah lagi. Upacara kelulusanku sudah diadakan dua bulan yang lalu. Sejak saat itu aku bekerja bersama Jung hyung. Ya, kalian tidak salah membaca. Itu memang Jung Hyun, kakak Jungkook. Karena kemampuanku memang bagus, jadi Jung hyung menjadikanku karyawan di perusahaan.

Tunggu, jangan hakimi aku sebagai penerap nepotisme. Aku menerima ini juga karena alasan bahwa Jung hyung sangat meminta maaf atas kejadian di masa lalu itu. Selain itu dia juga memintaku untuk menjaga Jungkook sekalipun di jam kerja. Dan setelah itu aku dipecat dari perusahaan. Ah, apa itu terlalu frontal? Maksudku pindah pekerjaan. Jadi intinya aku ini hanya bodyguard anak itu. Padahal semua orang tahu jika badanku lebih kecil dan kurus dari pada dia.

Tapi setidaknya dengan pekerjaanku saat ini aku bisa membantu ibuku menghasilkan uang. Aku juga memiliki banyak waktu luang untuk menulis lagu. Belakangan Jungkook mengenalkan ku kepada beberapa produser dan orang-orang dari perusahaan rekaman. Aku bahkan terkejut karena dia mengenal orang-orang itu. Sepertinya selama ini aku terlalu meremehkannya.

Oh ya, menjaga Jungkook yang kumaksud bukan melindunginya dari penjahat atau apa. Jika masalah berkelahi akan lebih mudah jika Jungkook tidak melibatkanku karena aku hanya akan mengganggu. Meskipun Jungkook berkata tidak akan menyakiti dirinya sendiri, nyatanya dia masih sering melakukannya diam-diam. Jadi aku hanya perlu memastikan bahwa dia tidak melukai tubuhnya sendiri.

Lagi pula Jungkook menjadi lebih penurut belakangan ini. Entah mengapa aku merasa menjadi lebih banyak bicara ketika bersama dengannya. Bagaimana tidak, dia sangat sering memegang benda tajam dan aku harus mengomelinya agar menjauhi benda-benda semacam itu.

Setidaknya Jungkook tidak pernah mengalami luka parah seperti sebelumnya karena aku selalu mengawasinya. Luka terakhir yang dibuatnya hanya goresan tipis yang bahkan bisa hilang dalam waktu tiga hari. Tapi tetap saja aku harus sering mengomel agar dia tidak melakukannya lagi.

Ah, Jimin juga sudah dipastikan sembuh dua minggu yang lalu. Masih harus bolak-balik ke rumah sakit untuk pemeriksaan. Tapi setidaknya dia sudah tidak dirundung kematian. Aku beberapa kali bertemu dengannya saat mengantar atau menjemput Jungkook ke sekolah.

Jika boleh jujur aku tidak memikirkan pekerjaanku apa. Untuk saat ini aku hanya sedang bertekad untuk membuat Jungkook melawan masalah psikologisnya dan berhenti menyakiti dirinya sendiri. Lagi pula Jungkook dan kakaknya tidak menganggap aku bekerja, kecuali fakta bahwa Jung hyung selalu mengirim uang kepada ibuku. Bahkan jikapun itu tidak aku ketahui.

Jujur aku tidak pernah menerima uang secara langsung dari mereka. Tapi Jungkook sering mengajakku ke sana kemari dan membelikan banyak barang yang harganya tidak bisa dibilang murah. Jung hyung juga sering memberiku hadiah. Jika seperti ini rasanya aku malah seperti saudara bagi mereka. Aneh tapi menyenangkan.

"Akh!"

Mendengar suara lirih Jungkook membuatku langsung menoleh. Pandanganku turun ke arah pisau dan apel yang dipegangnya. "Ya! Berhenti melukai dirimu sendiri!"

Aku segera melepaskan benda-benda yang dipegangnya lalu menarik tissue untuk membersihkan cairan merah yang keluar dari sayatan di jarinya. Dalam hati aku mengumpati Jungkook yang terus-terusan menciptakan luka di tubuhnya. Aku tahu dia tidak sengaja melakukannya. Tapi tidak bisakah dia lebih berhati-hati ketika menggunakan benda tajam?

"Jangan menggerakkan tanganmu!" aku berujar kesal. Tanpa menunggu jawaban darinya, aku langsung berdiri dan mencari kotak obat. Setelah mendapatkannya di tempat biasa, aku segera kembali.

"Hyung, kenapa kau sering marah-marah sih?" kata Jungkook ketika aku meletakkan kotak obat di atas meja dan mulai mencari obat luka.

Aku menoleh, memandangnya dengan tajam. "Itu karena kau selalu membuat dirimu terluka. Berhenti terluka jika ingin aku diam." jawabku. Maknae itu merengut kesal. Meskipun begitu aku tidak terlalu memedulikannya dan segera mengobati lukanya.

"Hyung, rasanya aneh." ucap Jungkook tiba-tiba. Membuatku spontan mendongak untuk melihatnya. Tapi kemudian aku kembali sibuk dengan lukanya.

"Hmm?! Apa yang aneh?"

"Entahlah. Dulu semua ini tidak terasa. Tapi kenapa sekarang luka kecil seperti ini terasa sakit?"

Entah kenapa aku tersenyum mendengar ucapannya. Setelah memasang plester dengan benar, aku meletakkan alat-alat yang kugunakan ke kotaknya seperti semula. "Kau tahu jika itu sakit. Jadi berhenti terluka, oke?" ucapku.

Maknae itu mengangguk. Lihat, kan? Dia sangat penurut belakangan ini. Yah... Meskipun pada akhirnya dia akan melukai dirinya lagi. Tapi setidaknya dia tidak melakukannya dengan sengaja.

"Lima hari ke depan aku tidak akan datang. Saat aku kembali nanti tidak boleh ada luka, mengerti?" ucapku sembari meletakkan kotak obat itu di tempat yang lebih mudah dijangkau.

"Kau ingin kemana, hyung?"

"Aku sudah menjadi produser, jadi aku sibuk." banggaku.

"Cih, dasar sombong."

Aku tertawa kecil mendengar responnya. Terkadang dia terlihat manis jika hanya bersamaku, seperti adik yang manja kepada sosok kakaknya. Aku juga tidak keberatan jika dia menganggapnya seperti itu.

Dan aku senang karena semuanya berakhir seperti ini.

Silence [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang