Bagian 35 : Apa Lagi yang Akan Terjadi?

431 51 2
                                    

Ini masih terlalu pagi untuk siswa sepertiku datang ke sekolah. Tapi seperti biasa aku memang selalu datang di saat seperti ini. Lagi pula dipandangi banyak orang ketika aku melewati koridor bukan hal yang bagus untuk kulakukan.

Sebenarnya aku sedang memikirkan banyak hal. Ah, sepertinya tidak. Hanya saja aku masih memikirkan Seokjoong hyung dan apa yang terjadi kemarin. Sampai saat ini aku masih tidak bisa menghubungi Jungkook. Aku benar-benar berpikir jika orang yang ditemui Seokjoong hyung adalah Jeon Jung-Hyun. Dan aku menjadi berpikir jika Jungkook terluka karena itu. Maksudku―Mengenai ingatanku itu―Jeon Jung-Hyun adalah... Pembunuh.

Ah, memang tidak seharusnya aku berburuk sangka. Bagaimanapun Jeon Jung-Hyun adalah kakak Jungkook. Bukankah secara tidak langsung aku sedang mengatai Jungkook sebagai adik dari pembunuh? Maafkan aku, Jungkook-ah.

Tapi aku masih mengingatnya. Aku yakin jika yang berdiri di hadapanku saat itu tidak lebih dari anak berumur sekitar dua belas atau tiga belas tahun. Dia benar-benar masih muda. Seperti siswa sekolah menengah. Jika dipikir-pikir mungkin seumuran dengan Jeon Jung-Hyun. Ah, tapi apa anak sekolah menengah bisa melakukan pembunuhan seperti itu? Membunuh laki-laki dewasa pula. Apa aku sudah gila? Jika dipikir-pikir sekali lagi terdengar tidak mungkin. Tapi apa ada orang lain saat itu? Aku bahkan tidak melihat siapapun.

Bahkan hanya memikirkannya saja sudah membuatku merasa tidak nyaman. Seharusnya kulupakan saja. Lagi pula itu sudah sangat lama. Bahkan melaporkannya ke polisi juga tidak akan ada gunanya.

Aku baru akan masuk ke dalam kelas ketika melihat seseorang di tangga. Karenanya aku menghentikan langkahku dan malah memperhatikannya. Itu... Jungkook? Wah, tepat sekali. Aku bosan mencari-carinya sejak kemarin.

Dengan segera aku berjalan menyusul Jungkook yang sudah hampir sampai di lantai berikutnya. Sepertinya dia tidak dalam keadaan baik. Itu hanya asumsiku karena melihat langkahnya yang terhuyung-huyung. Tapi sepertinya memang begitu.

"Ya!"

Aku segera menahan tubuhnya yang nyaris ambruk. Bahaya sekali. Ini di tangga. Apa jadinya jika dia benar-benar terjatuh? Beruntung jika dia bisa mempertahankan posisinya dengan berpegangan pada sesuatu. Tapi jika dia tidak sempat melakukannya dan terjatuh ke bawah, apa yang mungkin terjadi selanjutnya?

"Hyung?"

"Jungkook-ah, itu bahaya sekali." aku nyaris berteriak ketika mengatakan itu. Bagaimana mungkin aku tidak terkejut melihat keadaannya yang seperti ini.

"Mianhe."

"Kau sakit? Kenapa masuk?"

Dia hanya menggeleng pelan lalu meraih pegangan tangga. "Maaf merepotkan mu, hyung. Aku baik-baik saja." ujarnya lalu berjalan lagi. Padahal jika dilihat dari dekat seperti ini tubuhnya gemetar. Aku tidak yakin dia bisa sampai di kelasnya tanpa terjatuh.

Aku menghela nafas lalu mengikutinya. Hanya berjaga-jaga. Dia harus melewati satu tangga lagi untuk sampai ke kelasnya. Masih beruntung jika dia tidak pingsan dan benar-benar menggelinding seperti yang sempat aku pikirkan.

Sepertinya Jungkook menyadari jika aku mengikutinya. Tapi dia memilih untuk tidak peduli dan terus berjalan. Lagi pula aku yakin jika dia sedang berpikir untuk mengabaikanku dari pada berdebat dan membuang tenaganya yang sedikit itu.

Sekarang aku lebih penasaran kenapa kondisinya menjadi seperti ini. Ada hubungannya dengan Seokjoong hyung? Aku tidak ingin menebak-nebak, tapi ini sedikit menantang. Ah, bukan. Maksudku bukankah aku sebaiknya tahu? "Jungkook-ah, kau pernah mendengar nama Kim Seok-Joong?" tanyaku.

"Kenapa bertanya, hyung?"

Jawab saja apa susahnya sih? Kenapa dia malah balas bertanya? "Aku bertemu dengannya kemarin dan dia menyebut nama hyungmu. Jadi kupikir dia mengenalmu." ujarku dengan jujur.

Aku meliriknya. Tidak terlalu kentara, seolah dia memang berniat menutupinya, tapi aku yakin dia sedikit terkejut ketika mendengar ucapanku. "Apa yang dia bicarakan, hyung?"

Sepertinya dia memang tidak ingin ada yang tahu. "Entahlah. Dia berbicara di telepon dan aku tidak tahu apa yang mereka bicarakan."

Aku kembali melirik Jungkook. Dia benar-benar terlihat mencurigakan akhir-akhir ini. Sebenarnya ada masalah apa dengannya? Aku tidak bisa memikirkan kemungkinan apapun.

"Jadi apa kau mengenalnya?" tanyaku lagi. Persetan dengan kesan acuh yang selalu menguar dariku. Sekarang aku hanya ingin tahu apa yang sebenarnya disembunyikan maknae itu.

"Ah, aku memang pernah bertemu dengannya." meski akhirnya Jungkook benar-benar menjawab, tapi nada suaranya terdengar ragu. Aku semakin yakin jika dia menyembunyikan sesuatu.

"Kau tahu jika dia sepupu Jin hyung?"

"Ne?"

Oh, baik. Dia tidak tahu. Padahal hyungnya dan Seokjoong hyung terlihat sangat dekat―jika berdasarkan ucapan Jin hyung. Apa Seokjoong hyung tidak mengatakan apa-apa tentang Jin hyung kepadanya? Bahkan Jin hyung tidak tahu jika Jeon Jung-Hyun―teman Seokjoong hyung―adalah kakak Jungkook.

"Apa itu benar?" tanya Jungkook.

"Tentu saja."

Ada apa lagi dengan ekspresinya itu? Apa yang ditakutkannya sekarang? Tapi aku sangat yakin jika maknae itu tidak akan mengatakan apapun meskipun ditanya.

"Sepertinya mereka teman baik, ya." ujarku sembali membantu Jungkook menaiki anak tangga, meskipun dia berkata bisa melakukannya sendiri. Siapa juga yang akan percaya jika melihat keadaannya sekarang?

Awalnya aku mengacuhkannya, tapi ketika aku melihat pergelangan tangannya yang tertutup kain hitam―yang dililitkan―tiba-tiba aku merasa aneh. Dia tidak menyembunyikan lukanya lagi, kan?

"Sudah, hyung. Jangan mengikutiku terus." ujarnya setelah tiba di ujung tangga. Hanya perlu melewati dua kelas untuk sampai di kelasnya. Jujur saja aku tidak suka dengan caranya mengusirku.

"Sebelum itu aku ingin memastikan sesuatu."

Maknae itu sedikit menelengkan kepalanya, nampak tak mengerti dengan apa yang kuucapkan. "Apa yang ingin kau pastikan, hyung?" tanyanya.

Aku meraih tangan kirinya. Jungkook nampak sedikit terkejut, tapi aku tidak peduli. "Kau tidak keberatan kan jika aku memastikannya?" aku bukan bertanya, tapi sedang memastikan bagaimana reaksinya.

"Apa yang ingin kau pastikan, hyung?" itu terdengar seperti pertanyaan sebelumnya. Atau memang sama? Entahlah, aku tak peduli.

"Ku anggap kau tidak keberatan." aku mengalihkan pandanganku ke lilitan kain di pergelangan tangannya. Aku tahu jika Jungkook bereaksi seperti itu berarti dia memang terluka. Jadi aku segera membuka ikatan kain itu untuk melihat luka apa yang didapatnya sekarang.

"Hyung, jangan..."

"Aku hanya memastikan, Jungkook-ah." aku memotong ucapannya.

"...sakit."

Seketika gerakanku terhenti. Benar kan jika dia terluka. Tapi yang membuatku terpaku bukan kenyataan itu, melainkan fakta bahwa dia baru saja mengatakan 'sakit'. Aku bersungguh-sungguh, dia tidak pernah mengatakan itu dengan sengaja. Bahkan terkadang terpaksa mengakuinya. Apa memang sesakit itu? Memangnya luka seperti apa?

"Mian." aku segera mengikat kembali ujung kain itu dengan hati-hati. Ini gila. Aku tiba-tiba menjadi begitu mencemaskannya. "Ayo ke kelasmu saja." aku melepaskan tangan kirinya setelah memastikan kain itu terikat dengan benar. Kemudian menarik tangannya yang lain agar segera ke kelasnya.

Aku tidak tahu apa lagi yang akan terjadi setelah ini.

Silence [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang