Bagian 37 : Akhir (?)

507 55 2
                                    

JIMIN POV

Entah apa yang terjadi sebelumnya, aku tidak ingat. Tapi begitu aku membuka mata, rasa sakit langsung menyambutku. Aku berada di ruangan yang tak kukenal. Kemudian hal selanjutnya yang kusadari adalah infus yang tertancap di punggung tanganku. Sudah pasti aku berada di rumah sakit.

Aku beranjak, menyamankan diri dalam posisi duduk menyandar. Sempat melirik jam dan memastikan waktu, lantas otakku memutar rekaman ingatan tepat sebelum semuanya terputus dan tersambung di sini. Sontak saja aku menoleh panik, memastikan tidak ada siapapun selain aku di sini. Nyatanya apa yang aku harapkan menjadi kenyataan karena tak seorang pun di sini selain diriku.

Tadi itu... Hyungdeul melihatnya, kan? Apa mereka menyadari sesuatu? Bagaimana reaksi mereka saat itu? Jika aku berakhir di rumah sakit seperti ini, berarti semua upayaku untuk menutupinya mulai hilang sepotong demi sepotong.

Tapi rasanya itu bukan masalah. Toh jika aku sudah seperti ini artinya aku memang sudah hampir mencapai batas. Aku tidak tahu, tapi mungkin waktuku memang tidak banyak lagi. Dan setelah itu semuanya akan berakhir, kan? Tapi apa yang akan terjadi selanjutnya? Aku tidak berani membayangkan.

"Jimin-ah..."

Kepalaku spontan menoleh begitu mendengar seseorang memanggil namaku. Tapi justru setelahnya aku membeku di tempat karena melihat Jin hyung dan Namjoon hyung yang berdiri di depan pintu.

Berbeda dengan reaksiku yang terkejut, Jin hyung langsung masuk dengan tergesa dan mulai menanyakan banyak hal yang bahkan tidak akan kujawab. Aku masih tidak menyangka jika mereka adalah orang pertama yang kulihat setelah bangun. Kupikir setidaknya Taehyung atau Jungkook yang akan berada di sini.

"Ya! Kau tidak mendengarkanku?"

Saat Jin hyung berteriak, barulah aku tersadar dari lamunanku. Tapi aku sama sekali tidak bisa menyembunyikan wajah bingung dan gelisahku di saat seperti ini. Sungguh aku benar-benar ingin tahu apakah mereka sudah mengetahuinya atau belum.

"Jimin-ah, kau baik-baik saja kan?" nada suara Jin hyung melembut. Tatapannya juga berubah menjadi cemas. Menyadarinya, aku langsung menggeleng tapi masih tidak berani bersuara.

Mendapat respon semacam itu, Jin hyung langsung  menoleh ke arah Namjoon hyung yang juga spontan mengalihkan atensinya ke yang tertua. "Namjoon-ah, panggil dokter." perintah Jin hyung dengan nada cemas yang begitu kentara.

Namjoon hyung sudah  akan berbalik dan bergegas pergi saat aku menghentikannya. Sontak keduanya menoleh dan memandangku. "Aku baik-baik saja, hyung. Mianhe." ucapku dengan suara serak yang bahkan terdengar bergetar di telingaku sendiri.

"Mana mungkin." Jin hyung malah semakin yakin pada opininya dan kembali memerintahkan Namjoon hyung untuk memanggil dokter. Padahal sungguh, aku tidak apa-apa. Kondisi seperti ini sudah biasa dan aku tahu akan semakin parah.

"Hyung..."

"Ne?"

"Di mana Taehyung?"

Aku bukannya tidak menghargai keberadaan Jin hyung di sini. Tapi aku benar-benar ingin mengomel kepada Taehyung yang meninggalkanku bersama dengan Jin hyung dan Namjoon hyung padahal dia tahu jika aku tidak ingin mereka berdua menyadari jika aku mengidap sebuah penyakit.

"Taehyung? Dia ada di ruangan sebelah dengan Yoongi dan Hoseok juga. Aku dan Namjoon juga barusan dari sana."

Jawaban Jin hyung membuatku harus mengernyit. Ruangan sebelah? Ada apa di sana? Siapa yang sakit? Mereka tidak mungkin sedang mengganggu anak kecil yang sakit karena dia sangat imut, kan?

Aku baru akan membuka mulut untuk bertanya saat tiba-tiba―seakan memang tahu apa yang akan kutanyakan―Jin hyung berkata, "Jungkookie. Dia pingsan di kelas. Kau tahu, tadi dokter berkata sangat aneh. Dia berkata jika mungkin Jungkook ingin bunuh diri. Aku memang sempat khawatir mendengar penjelasan dokter jika urat nadinya tersayat dan hampir putus. Tapi... Ya! Jimin-ah, kau mau apa?"

Aku tidak peduli dengan penjelasan Jin hyung. Kata 'bunuh diri' dan 'urat nadi yang hampir putus' sudah membuatku yakin jika Jungkook tidak mungkin baik-baik saja. Bagaimanapun aku harus melihat kondisinya.

"Jimin-ssi, berhenti!" Jin hyung kembali membuatku terduduk setelah aku bersusah-payah bangun. Aku jelas tak terima dan berusaha menjauhkan dirinya dariku. "Park Jimin, diam di sini. Kau ingin pingsan lagi?" Jin hyung sedikit membentak mendapat perlawanan dariku.

"Hyung, aku hanya ingin melihat Jungkook sebentar. Biarkan aku pergi, tolonglah." Ayo, Jimin-ssi. Gunakan semua keimutanmu untuk membuat Jin hyung luluh. Meskipun aku sangat benci melakukan ini, tapi tak ada cara lain.

"Diam di sini dan jangan membantah."

"Tapi, hyung..."

"Kubilang diam."

Percuma. Aku tidak akan bisa pergi ke manapun jika Jin hyung masih ada di sini. Dia tidak akan pernah membiarkanku beranjak sedikitpun dari sini. Tapi aku ingin melihat keadaan Jungkook. Apa yang terjadi padanya hingga semua ini terjadi? Dia bodoh sekali.

"Jika dokter sudah memeriksa kondisimu, maka terserah apa yang ingin kau lakukan."

Arah pandangan ku kembali kepada Jin hyung. Baguslah jika begitu. Dan lagi mungkin hyungdeul memang belum mengetahui perihal penyakitku. Itu lebih baik. Sebaiknya mereka tidak tahu dan jangan mencemaskanku.

Tidak lama kemudian Namjoon hyung kembali dengan seorang dokter. Jin hyung langsung menyingkir dan membiarkan dokter itu memeriksaku. Aku tentu saja hanya diam dan menurut. Itu akan lebih baik sehingga selanjutnya aku bisa menemui Jungkook.

"Jimin-ssi, kau memiliki riwayat penyakit?"

Aku tersentak sat tiba-tiba dokter itu bertanya. Tidak mungkin kan aku mengatakan yang sebenarnya. Hyungdeul ada di sini dan aku tidak bermaksud membiarkan mereka tahu. "Tidak ada." jawabku setenang mungkin, tak membiarkan dua hyungku itu curiga sedikitpun.

"Sebenarnya saya merasa Jimin-ssi perlu melakukan pemeriksaan lebih lanjut. Jadi..."

"Jwesonghamnida. Aku akan membicarakannya dengan keluargaku terlebih dahulu." aku memotong ucapannya dengan cepat. Bisa saja dokter muda itu menjelaskan prediksi nya. Aku sungguh tidak ingin hyungdeul tahu.

"Ah, baik jika begitu." si dokter mengangguk mengerti sembari tersenyum. "Kalau begitu beristirahatlah. Jika sudah merasa lebih baik kau boleh pulang, Jimin-ssi." lanjutnya tanpa menghilangkan senyumnya lalu berjalan keluar dari ruangan.

Setelah dokter itu sudah benar-benar menghilang, aku segera turun dari ranjang sembari mencoba melepas infus yang tertancap di punggung tanganku. Tapi Jin hyung langsung berteriak dan menghentikan hal yang kulakukan itu.

"Jimin-ah, apa yang kau lakukan?! Jangan dilepas!" Jin hyung menarik sebelah tanganku lalu memastikan jika infusnya masih terpasang dengan baik. "Kau tidak bisa sembarangan melepasnya, Jimin-ah." ucapnya lagi.

"Hyung, Jungkook..."

Jin hyung menghela nafas kemudian menegakkan tubuhnya. "Kau benar-benar mencemaskannya, ya? Mau bagaimana lagi. Ayo kubantu." Aku hampir membalasnya ketika dia menambahkan, "Jangan melawan dan jangan melepas infusnya." Lalu pupus sudah harapanku sebelumnya. Tapi akhirnya aku menurut dari pada terkurung di sini tanpa bisa kemana-mana, termasuk mendatangi Jungkook.

"Kau bisa berjalan? Perlu kursi roda?"

Aku menggeleng. "Bantu aku berjalan saja."

Silence [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang