Bagian 27 : Benarkah?

425 58 3
                                    

JUNGKOOK POV

Ah, aku lelah. Entahlah, aku tidak mengerti mengapa aku merasa lelah. Padahal ini adalah hal yang terlampau biasa bagiku. Lantas mengapa hingga saat ini aku masih tidak terbiasa dengan semuanya?

Rasa sakit ini... entah sudah sejak kapan terus aku rasakan. Sepertinya aku sudah terlalu lelah untuk mengeluhkan semua ini. Meskipun aku selalu merasakannya, tapi tubuhku tak juga bisa beradaptasi. Atau memang beginilah tubuh manusia bekerja?

Seberapa banyak luka yang kudapat kali ini? Aku bahkan terlalu malas untuk mengingatnya. Aku ingin hidup tenang-sebentar saja-tapi semua ini terus terjadi dan terulang untuk yang kesekian kali. Entah sampai kapan.

Aku memandang sekeliling. Rasanya sepi setelah hyungdeul pergi. Tapi bukankah ini sudah biasa? Aku juga tidak bisa membuat mereka terlibat dengan Jung hyung. Itu salah satu alasan mengapa akhirnya aku meminta mereka pulang.

Yeonjin ataupun tiga temannya yang memukuli aku tempo hari sudah benar-benar tidak bisa kabur lagi dari situasi ini. Awalnya aku ingin membuat mereka terjauh dari masalah, tapi ternyata sulit untuk berbicara baik-baik dengan mereka. Jadi jika sekarang mereka kesulitan, maka aku tidak akan merasa bersalah.

Lagi pula di sini aku yang selalu menjadi korban. Rasanya melelahkan, sungguh. Meskipun pada kenyataannya akulah yang selalu merasa sakit, tapi akhirnya orang-orang itu mendapat ganjarannya. Yah... meskipun tetap saja sakit ini harus kurasakan.

Aku selalu mencoba untuk melupakan hal-hal yang katanya tidak perlu aku pikirkan. Aku rasa ada banyak hal yang lebih baik kuingat dari pada hal-hal mengerikan yang seharusnya aku lupakan. Tapi meskipun otakku berpikir demikian tetap saja terkadang aku merasa begitu ketakutan saat berada di situasi yang sama.

Sakit. Terkadang sakit yang berlebihan. Aku ingin bisa menghadapi semuanya. Tapi tidak bisa. Semua ini terlalu sulit untuk diterima nalar yang menjalar dalam relasi akal dan pikiran. Tidak, memang aku tidak bisa menerimanya begitu saja.

"Ah, memang selalu seperti ini."

Tanganku terangkat, mengusap pelan tumpukan perban putih yang membebat kepalaku yang terluka. Sakit, tentu saja. Aku tidak ingin berbohong dengan mengatakan bahwa semuanya baik-baik saja padahal aku kesakitan di saat yang sama.

Mataku terpejam sejenak, mencoba menghilangkan putaran memusingkan yang selalu tampak saat aku membuka mata. Aku menghela nafas panjang. Rasanya nafasku tercekat, sesak.

"Jungkook-ah."

Suara yang terdengar begitu familiar itu langsung membuat mataku terbuka bahkan sebelum aku menyadari apapun. Aku melihat Jung hyung berdiri di dekatku dengan tatapan mengintimidasi.

"Hyung..."

Jung hyung nampak menghela nafas lalu duduk di kursi samping ranjang. Aku hanya memperhatikannya, sama sekali tidak berniat untuk mengatakan apapun saat dia terlihat kesal seperti ini. Aku tahu. Lagi-lagi aku terluka dan dia pasti tidak akan senang mendengarnya. Tidak, dia kan sudah melihatnya.

Aku tidak tahu apa yang dia lakukan kepada Yeonjin. Jujur saja saat mendengar jika Jung hyung sudah mengurus masalah ini membuatku sedikit khawatir. Aku tidak tahu apa yang mungkin Jung hyung lakukan. Dan terkadang aku merasa bersalah saat menyadarinya.

Aku tersentak kecil saat tiba-tiba Jung hyung menyentuh rambutku. Mataku bergerak memandangnya, tapi dia hanya diam. Pandangannya itu... terkadang nampak teduh dan hangat seperti saat ini, tapi di lain waktu bisa terlihat menakutkan.

"Seberapa parah ini?" tanyanya.

Aku menggeleng pelan kemudian sedikit menunduk. "Aku tidak tahu, hyung."

Silence [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang