Bagian 34 : Memang dia?

492 51 4
                                    

"Oh, halo. Namaku Kim Seok-Joong. Namamu Yoongi, kan? Senang bertemu denganmu."

Aku hanya bisa tersenyum canggung dan membalas perkenalan singkatnya. Sepertinya benar kata Jin hyung, sepupunya ini sangat mudah berkomunikasi dengan orang lain. Bahkan jika itu adalah orang asing sekalipun. Benar-benar seperti Jin hyung. Aku rasa mereka benar-benar mewarisi gen yang sama.

"Aku sudah dengar dari Seokjin, kau suka membuat lagu, kan? Aku senang sekali karena bertemu denganmu."

Aku harus mengatakan apa?

"Dia memang seperti itu, hyung. Lupakan saja jika kau berencana untuk membuatnya berbicara." tiba-tiba Jin hyung datang lalu meletakkan keranjang berisi buah-buahan di atas meja. "Aku barusan memetiknya." ujarnya lalu duduk di sebelahku.

"Aku pikir kebunmu tidak menghasilkan apapun." Seokjoong mengatakan itu sembari meraih sebuah stoberi dari keranjang.

"Aku merawatnya dengan baik. Kau tidak akan bisa membayangkan apa saja yang aku lakukan di sana."

"Aku tahu kau hanya menyiramnya saja. Selebihnya kau menyuruh pelayan, kan? Padahal mereka tidak dibayar untuk melakukan itu."

"Jangan bertingkah seolah kau memang benar-benar tahu, hyung." meskipun Jin hyung mengatakan itu, jelas sekali tidak respons nya secara tidak langsung mengisyaratkan bahwa yang dikatakan oleh Seokjoong-hyung?-memang benar.

Seokjoong hyung baru akan membalas ucapan Jin hyung saat tiba-tiba ponselnya berdering. Tatapanku turun ke ponsel yang tergeletak di atas meja. Aku tidak bermaksud melakukannya, tapi aku hampir melihat nama orang yang menghubunginya jika Seokjoong hyung tidak langsung mengambilnya dan menjawab telepon itu.

"Yeoboseyo?... Lagi? Kau benar-benar tidak bisa berhenti?... Tapi dia adikmu, bodoh!... Kau benar-benar membuatku bingung.... Mwo?! Kau gila, ya?"

Jin hyung yang awalnya terlihat tidak peduli langsung menoleh dan memandang Seokjoong hyung yang tiba-tiba berdiri dengan tidak santuy. Maaf untuk kata terakhir itu. Aku sendiri memang sudah memperhatikannya dari tadi.

"...Aku benar-benar akan menjebloskanmu ke penjara jika Kookoo terluka... Jangan lakukan apapun lagi, aku akan ke sana."

Setelah mematikan telepon, Seokjoong langsung menyambar jaketnya dengan buru-buru. "Aku pergi, Jin-ah." hanya itu yang dia katakan sebelum kemudian melesat pergi.

"Ya! Kemana, hyung?"

"...Jung Hyun."

Siapa?!

"Oh, astaga. Dia selalu seperti itu."

Aku menoleh, memandang Jin hyung yang kembali sibuk dengan ponselnya. Apa dia tidak mencurigai apapun? Setidaknya setelah mendengar nama Jung Hyun di sebut? Ah, mungkin aku memang berlebihan. Tapi apa itu bukan Jeon Jung-Hyun? Dan adiknya... terluka? Entah kenapa aku berpikir jika itu Jungkook. Tidak. Maksudku siapa Kookoo?

"Hyung, siapa yang ditemuinya?"

Jin hyung langsung menoleh ketika mendengar aku bertanya. Dia sempat terdiam sebentar sebelum kemudian menjawab, "Temannya. Seokjoong hyung selalu menemuinya jika datang ke sini."

"Siapa namanya?"

Jin hyung menaikkan sebelah alisnya, mungkin merasa aneh mendengar pertanyaanku. Tapi aku tidak peduli, jawabannya lebih penting. "Aku pikir kau dengar. Namanya Jung-Hyun." jawab Jin hyung dengan tenang.

Sekarang aku benar-benar kesal dengan respons nya itu. "Kau yakin itu bukan Jeon Jung-Hyun?" tanyaku memastikan.

Jin hyung kembali terdiam, seolah sedang berpikir. "Seingatku Seokjoong hyung pernah menyebut nama lengkapnya. Aku rasa marganya memang Jeon. Kau mengenalnya?"

Dan kau masih bisa memasang wajah tenang seperti itu? Aku tidak pernah berkenalan dengannya. Tapi jelas-jelas itu adalah nama yang sama dengan nama kakak Jungkook. "Apa kau yakin itu bukan kakak Jungkook?"

Satu detik.

Dua detik.

Tiga detik.

Empat.

Lima.

Enam.

Tujuh.

Loadingnya lama sekali.

"Apa nama kakak Jungkook adalah Jeon Jung-Hyun?"

Astaga! Dia bodoh sekali. Jadi benar jika itu adalah dia. Ah, mendadak perasaanku tidak enak.

"Yoongi-ya, benar atau tidak?"

"Seharusnya kau tahu, hyung."

"Maknae selalu memanggilnya Jung hyung. Aku tidak tahu jika namanya Jeon Jung-Hyun."

Tidak ada gunanya mendebatkan ini.

"Aku pergi."

Tanpa menghiraukan Jin hyung yang bertanya kenapa dan kemana aku pergi, aku langsung berdiri dan berjalan keluar dari rumahnya. Sejujurnya aku hanya ingin mematikan apa yang terjadi. Tapi aku bahkan tidak tahu di mana mereka. Ah, bodohnya aku. Tunggu. Rumah Jimin ada di sebelah rumah Jungkook, kan?

Aku segera mengambil ponsel dari dalam saku lalu menghubungi Jimin. Berharap saja jika Jungkook sedang bersama Jimin. Setelah itu aku akan tenang, sungguh.

"Yeoboseyo? Ada apa meneleponku, hyung?"

Oh, cepat sekali dia menjawab telepon dariku. "Jungkook bersamamu?" tanyaku tak ingin berbasa-basi.

"Jungkook? Aku bahkan tidak melihatnya seharian ini. Tapi kurasa dia tidak keluar rumah."

"Apa hyungnya di rumah juga?"

"Sepertinya begitu. Mobilnya ada di sana, jadi sepertinya memang tidak keluar rumah. Tapi, hyung, kenapa tiba-tiba menanyakan itu?"

"Hanya penasaran. Tidak ada yang aneh di sana?"

"Kau ini kenapa sih, hyung? Aku sama sekali tidak mengerti. Aneh bagaimana? Rasanya semuanya biasa saja. Kau yang aneh karena tiba-tiba menanyakan itu, hyung."

"Teleponnya kututup."

"Lho? Kau hanya ingin..."

Aku tidak peduli dan langsung mematikan telepon. Di saat seperti ini aku malah tidak tahu harus melakukan apa.

***

Halo, semuanya. Maaf karena part ini terlalu pendek dan ga jelas. Aku bingung mau nulis apa. Maaf kalo yang udah sempet-sempetin baca malah kecewa. Otak aku lagi buntung. Maaf, ya. Maaf. But makasih yang udah mau baca. Aku akan persiapkan part selanjutnya supaya lebih baik. See you~

20 April 2020
Tertanda

SitiAzizah903

Silence [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang