Pt. 5

129 5 0
                                    

namun, ada satu lagi yg harus ia cari kebenaranya, bila benar, pertanyaanya lengkap, begitupun jawabanya, tidak hanya Dela yg hidup di ujung maut, tapi, mereka bertiga semua, terjerat dalam satu garis weton yg sama.

sejahat itu keluarga ini, untuk harga nyawa mereka semua

lalu, terdengar suara orang mengetuk pintu.

Erna pun sama, ia langsung berdiri

"mbah Tamin muleh Sri, ayo takon mbah asu iku, pokoke kudu di jelasno onok opo ambeh cah gendeng iki" (Mbah tamin pulang Sri, ayo kita tanya orang tua anj*ng itu, dia harus menjelaskan semuanya, ada apa sama anak gila ini"

Erna pergi,

Sri baru ingat pesan mbah Tamin, ia langsung bergegas bersiap menghentikan Erna, Sri lari mengejar Erna, untungnya, ia masih sempat mencengkram lengan Erna, mereka terdiam di depan pintu rumah.

suara ketukan itu, terdengar lagi, setiap ketukanya, terdiri dari 3 ketukan,

semakin lama, ketukanya semakin cepat, semakin cepat, semakin cepat.

sampai, tidak ada ketukan lagi.

Erna dan Sri saling berpandangan, bingung, keheningan menenggelamkan mereka di dalam rumah itu, sebelum,

sesuatu, menggebrak pintu dengan keras, hingga membuat mereka tersentak

mereka hanya diam, berusaha tidak bersuara, lalu, dari belakang, seseorang melangkah masuk.

Dini, melihat 2 temanya, terlihat kacau balau, ia bingung, kemudian berujar, "ga krungu mbah Tamin nyelok ta, ndang di bukak lawange" (kalian gak denger mbah tamin manggil, buka pintunya)

"he, ojok ngawor koen" (jangan ngawur kamu) celoteh Erna, namun Dini memaksa, bahkan Sri yg memegang tanganya, Dini pelototi, sampe akhirnya mereka mengalah,

Dini membuka pintu, disana, mbah Tamin berdiri, ia hanya diam, menatap mereka semua, sebelum melangkah masuk ke rumah

anehnya. malam itu, wajah mbah Tamin tampak merah padam, ia tidak berbicara kepada mereka, tidak membahas kenapa pintunya tidak langsung di buka padahal ia sudah memanggil-manggil daritadi.

namun, Sri, merasa, mbah Tamin tahu, bahwa ia, baru saja lalai terhadap Dela.

Sri dan yg lain, mengikuti mbah Tamin, beliu, masuk ke dalam kamar Dela, lalu perlahan, ia membuka keranda bambu kuning, ia membukanya, kali ini, tanpa mengikat Dela terlebih dahulu, seakan ingin mengulang kesalahan Sri.

hanya Sri dan Erna, yg memandang hal itu dengan ngeri.

Sri mendekat perlahan, seakan ingin melihat lebih dekat apa yg orang tua itu lakukan, lalu, tiba-tiba, mata Dela terbuka, ia melihat mbah Tamin, menatapnya cukup lama, sebelum menangis meraung layaknya gadis kecil.

"Loro ki, loro" (sakit ki, sakit sekali)

Dela hanya menangis.

mbah Tamin hanya bisa membelai rambut Dela, berusaha menenangkanya, pemandangan itu seperti melihat seorang ayah dan anak yg saling mengasihi, namun, Sri masih belum mengerti, kenapa, seakan Dela yang ini berbeda dengan Dela yg Sri dan Erna temui tadi.

apa yg terjadi sebenarnya?

"sing sabar yo nduk, mari iki puncak lorohmu" (sabar ya nak, sebentar lagi adalah puncak rasa sakitmu) ucap mbah Tamin, ia masih mengelus rambut Dela.

lalu, Dela melirik, Sri dan yg lain yg hanya diam mematung, tatapanya, seakan mengucapkan "terimakasih sudah mau merawat saya"

mbah Tamin lalu mengikat tangan dan tali Dela, tergambar wajah sedih disana, ia masuk ke dapur, mengambil sebuah kain putih besar, saat mbah Tamin kembali ke kamar Dela, Dela menangis semakin keras, ia berulang kali mengatkan.

"ojok ki, ojok balekno aku nang kono" (jangan ki,-

-jangan kembalikan saya kesana)

namun, mbah Tamin tetap meletakkan kain putih itu, menutupi sekujur tubuh Dela yg meronta-ronta, terakhir, mbah Tamin membakar kemenyan, sebelum memegang, kepala Dela, dan terdengar, suara raungan yg mengguncangkan seisi rumah itu.

Sri dan Erna sampai beringsut mundur, sosok didalam kain itu terus meraung layaknya iblis yg Sri saksikan tadi, kali ini, Dini tampak terguncang, bingung, ada apa sebenarnya disini.

terdengar suara marah dari dalam kain. ia adalah wujud tadi yg Sri saksikan, "Menungso bejat"

(manusia berengsek)

mbah Tamin terus menekan kepalanya, membuat suara itu semakin menjerit marah, setelah kurang lebih 5 menit mbah Tamin melakukan itu, perlahan, sosok itu mulai tertidur, dan mbah Tamin membuka kain itu, ia melihat Dela memejamkan matanya.

"Sri, Erna, melok aku" (kalian ikut saya) kata mbah Tamin memanggil mereka, sementara Dini, tetap di kamar, hanya dia yg belum mengerti apa yg terjadi disini.

mbah Tamin duduk di teras rumah, kegelapan hutan, benar-benar mencekam kala itu, Sri dan Erna berdiri, menunggu, sebelum

mbah Tamin menunjuk sesuatu di antara pepohonan, "awakmu isok ndelok ikuh" (kalian bisa melihatnya)

"nopo to mbah" (apa ya mbah) kata Sri, bingung.

"mrene" (kesini)

mbah Tamin, menempelkan jemarinya, menekan mata Sri, sengatan ketika mbah Tamin menekan mata Sri, membuat-

pengelihatanya memudar perlahan, setelan mencoba memfokuskan matanya, Sri melihat lagi apa yg di tunjuk mbah Tamin.

bagai petir di siang bolong, Sri melihat, banyak sekali makhluk yg tidak bisa dia gambarkan kengerianya, mungkin ada ratusan, atau ribuan, seakan mengepung rumah

butuh waktu lama, sampai Sri akhirnya tidak sanggup lagi melihatnya, sehingga mbah Tamin menutup kembali pengelihatan itu, mencabut sesuatu dari ubun-ubun Sri, 

dengan mata menerawang, ia mengatakan kepada Sri.

"Sedo bengi mangkuk nang rogo iku ngunu undangan gawe lelembut"

(raga yang di buat mati adalah sebuah undangan bagi makhluk seperti mereka) kata mbah Tamin, 

"awakmu lali, perintahku Sri, iku ngunu bahaya, isok mateni Dela, ojok sampe lali maneh yo Sri" (kamu lupa dengan perintahku, itu sangat berbahaya, bisa membunuh Dela, jangan ulangi ya)

MisthorpathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang