Pt. 11

132 6 3
                                    

mbah Tamin pun ikut undur diri, ia mengatakan bahwa setelah ini, apa yg mereka alami di rumah gubuk alas itu, masih belum ada apa-apanya, dengan apa yg akan mereka saksikan dengan mata kepala sendiri, ada kilatan mata dengan sudut bibir melengkung, mbah Tamin, punya rencana lain.

Sugik belum kembali, kabarnya, ia akan menjemput sore hari, Sri masih belum tahu dimana Dela sekarang berada, yg jelas, Alas itu bukan tempat dimana Dela di sembunyikan lagi, entah tempat seperti apalagi, Sri merasa, ia sedang di persiapkan untuk sesuatu, sesuatu yg lebih besar.

ketika Sri sedang mempersiapkan perbekalan yg akan ia bawa, Sri melihat Dini berdiri di luar pintu kamar, tempat ia beristirahat sebentar sebelum perjalanan berikutnya, entah apa yg dilakukan Dini, membuat Sri akhirnya mendekatinya, mempertanyakan apakah ada yg ingin ia sampaikan

wajah Dini'pun tidak tertebak sama sekali, namun, setelah dirasa ia cukup menahan diri, Dini berujar dengan suara gemetar.

"siji takan kene, sing bakal urip sampe iki mari, Sri, sepurane nak aku bakal ngelakoni opo ae ben isok tetap urip"

(satu dari kita yg akan tetap bertahan hidup sampai semua ini selesai, saya minta maaf, saya akan melakukan apapun untuk tetap bertahan hidup)

ucapan Dini, membuat Sri kebingungan, apa yg ia ucapkan, darimana ia dengar, setelah Sri mempertanyakan itu, Dini menunjuk telinga cacat

ia berujar dengan nada yg lebih percaya diri.

"sak durunge kupingku pedot, Dela mbisiki aku, siji sing bakal selamet kanggo Kembang klitih"

(sebelum telingaku putus, Dela membisikkan sesuatu kepadaku, satu dari kita yg akan selamat untuk berbagi sari bunga dari sisa Santet ini)

sebuah mobil hitam yg Sri kenal barusaja masuk ke kediaman Atomojo, Sugik melangkah keluar, Sri dan Dini pun melangkah masuk, setelah berpamitan dengan mbah Krasa, Sugik pun mengantar Sri dan Dini, menuju tempat dimana Dela sekarang berada.

"aku melok berduka ambik kancamu Sri, mbak Din" (aku ikut berduka ya Sri, mbak Din) kata Sugik, ia tidak henti-hentinya memandang Sri dan Dini, yg sejak pertama mereka masuk, tidak ada interaksi diantara mereka, seakan memilih untuk diam bersama, hal itu, membuat canggung

benar dugaan Sri sebelumnya, jalan yg mereka tempuh bukan jalan menuju alas itu, melainkan jalan menuju ke luar kota, menuju sebuah desa, karena ketika mobil masuk ke sebuah gapura, suasana sepi dari kehidupan Desa ketika malam, langsung menyambut mereka.

banyak rumah yg masih menggunakan gedek (bambu anyam) di samping kiri kanan, setiap jengkal rumah, saling berjauhan, dari dalam mobil, Sri hanya bisa mengamati, bahwa tempat ini, tidak berbeda jauh dari nuansa ketika mereka tinggal di hutan, masalahnya, Sri belum melihat satu-

manusia pun disini, seakan ini adalah sebuah Desa mati.

mobil masuk ke sebuah gang, dengan pemandangan yg sama, batu kerikil keras di sepanjang jalan, menambah kesan bahwa Desa ini pasti desa pinggiran, jauh darimana-mana, dan ketika mobil berhenti, saat itulah, Sri melihatnya

mbah Tamin tengah berdiri di sebuah rumah, menyerupai gaya bangunan pondok dengan atap melebar, rumah dengan kayu jati menjadi corak bahan utama, sekana memberitahu Sri ini adalah tempat yg ia janjikan.

mbah Tamin berdiri, di teras rumah, disampingnya, ada Dela.

hal yg membuat Sri dan Dini tidak bisa berhenti melihat hal itu, mereka seakan ngeri dengan pemandangan itu, Dela berdiri persis disamping mbah Tamin, senyumanya, menjadi pembuka dari sambutan yg tidak pernah Sri bayangkan.

MisthorpathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang