tidak ada yang bisa di ajak bicara layaknya manusia dengan manusia di lingkungan rumah ini kecuali dengan pak Sasongko.
Pria paruh baya yang sehari2nya bekerja sebagai tukang kebun di rumah keluarga CIPTO, selain orangnya yang humoris, beliau juga sering memberikan wejengan.
waktu itu, siang hari terik.
Pak Sasongko memangkas rumput, pak Budi hanya duduk mengawasi, sembari menunggu perintah di hari pertamanya bekerja, untuk membuang sepi, pak Budi, bertanya perihal bangunan gazebo yang terletak di seberang.
mimik wajah cerah pak Sasongko, berubah.
"Masnya sudah pernah kesana?" tanya beliau.
"dereng pak, tapi kulo kok penasaran nggih, niku bangunan nopo toh pak" (belum pak, tapi saya penasaran, sebenarnya, itu bangunan untuk apa)
sembari memangkas rumput, pak Sasongko berpesan.
"lebih baik, gak usah di cari tahu mas, daripada nasib sampeyan nanti seperti" belum melanjutkan kalimatnya, pak Sasongko melirik pak Budi yang melihatnya dengan tatapan curiga
" sinten pak?" (siapa pak?)
"sudah, lupakan saja, kerja saja yang benar ya nak" tutur pak Sasongko.
bu Asirih menemui pak Budi, memberi pesan bahwa, hari ini, ndoro Sasri harus pergi ke rumah sakit untuk check-up, hal ini di lakukan selalu di hari kamis, seperti hari ini.
maka, saat itu juga, pak Budi menyiapkan mobilnya, menunggu, di teras rumah.
sebenarnya, ndoro Sasri masih bisa berjalan, namun langkahnya tertatih dan harus di bantu oleh tongkat kayu yang selalu menemaninya, rambutnya di sanggul, meski warnanya sudah memutih, namun, riasan beliau masih memperlihatkan sosok wanita yang sangat berkharisma.
"berangkat le" perintah beliau.
saat itu juga, pak Budi langsung menginjak gas mobilnya, perlahan, ia meninggalkan rumah itu. entah perasaan macam apa waktu itu, ketika keluar dari rumah itu, terasa hati menjadi lebih lega, seolah rumah itu membuat pak Budi tidak nyaman.
"le, kerasan karoh Griya mungkih"
Griya mungkih, itu adalah sebutan untuk rumah itu, tidak banyak yang tahu, bahkan warga desa itu sendiri, termasuk pak Budi bila tidak di beritahu oleh bu Asirih tentang sejarah rumah itu.
rumah turun temurun dengan adat yang masih terjaga.
"kerasan ndoro" kata pak Budi.
"panggil buk saja. awakmu guk Asirih, paham yo le" tutur ndoro Sasri, pak Budi pun mengangguk.
sosok ndoro Sasri, benar2 berwibawa, terlepas dari usianya yang sudah renta, beliau masih membuat segan siapapun yang beliau ajak bicara.
kurang lebih 2 jam, pak Budi menunggu, akhirnya ndoro Sasri keluar, ketika sudah masuk ke dalam mobil, pak Budi bertanya, apakah mau langsung pulang atau mampir ke suatu tempat, dengan tatapan tegas, ndoro Sasri memberi sebuah alamat.
saat melihatnya, pak Budi terhenyak sesaat.
"kita kesini buk"
KAMU SEDANG MEMBACA
Misthorpath
TerrorJangan pernah sembunyi, karena bagaimanapun ia akan tetap menemukanmu. Di lemari, bawah kasur, belakang pintu, atau di langit-langit. Kau yakin tidak ada yang memperhatikanmu saat kau tidur? Kau yakin hanya ada kau di kamarmu? Coba perhatikan sudut...