Pt. 7

140 5 0
                                    

setelah melihat dan memastikan tidak ada orang disana, ia membuka pintu itu, yg memang tidak di kunci. Sri melangkah masuk, melihat kamar mbah Tamin, tidak ada yg istimewa, selain benda yg sama yg ia temui di dalam kamarnya, lalu, mata Sri tertuju pada sebuah almari tua.

ia menemukan pakaian mbah Tamin, tidak ada apapun disana, bahkan di antara selipan almari, dari atas hingga bawah. lalu, mata Sri tertuju pada sebuah meja yg sudah usang, disana, ada sebuah laci kecil, dengan jantung berdegap kencang, Sri membukanya, kemudian, melihat isinya.

disana, ia menemukan pasak jagor (boneka isi rumput teki) bentuknya sudah sangat berantakan akibat di cabik dan di tusuk, masalahnya, Sri tahu benda apa itu, itu adalah benda yg sering di gunakan untuk media santet, apa yg sebenarnya orang tua itu lakukan.

tidak hanya itu saja, ada beberapa benda lain, sebuah cincin akik dengan batu merah, dan terakhir, sebuah foto yg usang, dibelakangnya tertulis "keluarga Atmojo" ketika Sri memperhatikan foto itu, ia memekik ngeri, ada mbah Krasa dan seluruh keluarganya yg pernah ia lihat.

kaget, takut, dan merinding, itu yg Sri rasakan, cepat-cepat ia mengembalikan semuanya, menutup laci itu lagi, kemudian melangkah keluar, saat Sri membuka pintu, ia tersentak, melihat Erna dan Dini menatapnya kaget.

"lapo koen" (ngapain kamu)

Sri terdiam, ia berusaha tetap diam

"gak popo, aku di kongkon si mbah, mberseni kamare mambengi" (semalam, si mbah nyuruh saya bersiin kamarnya)

meski curiga, Erna dan Dini menerima alasan Sri, ia melewatinya begitu saja, namun, perasaan Sri pagi itu, sudah porak poranda dengan pemikiran-pemikiran gilanya.

sejak hari itu, setiap kali berpapasan dengan si mbah, Sri seperti terguncang, ia tidak bisa menutupi ketakutanya, namun, dari cara melihat si mbah, tampaknya beliau tau sesuatu dan itu, membuat Sri tidak tenang.

ia seringkali merasa, mbah Tamin memperhatikan gerak geriknya.

tapi malam itu, Sugik, sopir yg mengantar mereka datang, ia berbicara empat mata dengan mbah Tamin, seakan ada sesuatu yg mendesak, wajah mbah Tamin tampak mengeras, Sri begitu penasaran, namun kali ini, ia menahan diri

sampai akhirnya, pembicaraan itu selesai, si mbah mendekat

"aku bakal melok Sugik nang kediamane Krasa, tolong, jogo omah iki, iling omonganku, yo ndok, mbah percoyo ambek awkmu, tetep lakonono tugasmu, iling yo, paling emben si mbah kaet muleh"

(saya akan pergi sama Sugik ke kediaman Krasa, tolong jaga tempat ini, ingat ucapanku)

(lusa mungkin saya baru pulang)

Sri mengangguk, lalu memanggil yg lainya, mereka semua menatap satu sama lain, ada keraguan di mata mereka bila mengingat kejadian sebelumnya, namun, tidak ada yg memprotes ucapan si mbah, karena takut, beliau akan marah lagi seperti sebelumnya.

Malam itu, ketika mbah Tamin sudah pergi, Sri merasa ia harus memeriksa kamar beliau lagi, ia tahu, masih ada yg harus ia cari tahu, termasuk teka teki apa yg sebenarnya terjadi, mungkinkah keluarga Krasa tidak tahu menahu perbuatan orang tua ini, Sri menunggu waktu yg tepat.

Sri menunggu Erna dan Dini terlelap, maka manakala ia sudah yakin, 2 temanya sudah tertidur, Sri melangkah keluar dari ranjangnya, ia melangkah menuju kamar mbah Tamin yg hanya terpisah sekat antara kamar Dela yg memang tanpa pintu itu.

sejenak, Sri menguatkan diri, lalu, masuk

ia membuka pintu, membiarkanya tetap terbuka, sementara ia mulai mencari dimana ia terakhir kali memeriksa benda keramat itu, anehnya, ia tidak menemukanya.

di cari dimanapun, Sri tidak menemukanya, apakah si mbah membawanya, Sri terdiam, berpikir, sampai, sesuatu melintas

sesuatu seperti baru saja melintas di belakangnya, melewati kamar mbah Tamin, Sri melangkah memastikanya, ia tidak tahu menahu apa itu, tiba-tiba, mata Sri tertuju pada isi dari ranjang mbah Tamin, ia menduga benda itu ada disana, maka, Sri mulai perlahan membukanya.

Sri membuka semuanya, namun, ia tidak menemukan benda itu juga disana, manakala Sri masih berusaha mencari, terdengar suara pintu di tutup dari belakang, Sri terhenyak sejenak, sebelum berbalik melihatnya.

Sri terdiam, melihat Dela menatapnya dengan senyuman menyeringai.

"cah cilik wani men nggolek masalah" (masih anak kecil berani sekali cari masalah) kata Dela seraya tetap berdiri menahan pintu, kepalanya menggedek ke kiri dan kanan, seakan menertawakan Sri yg tengah meringkuk, ketakutan.

"kok isok" (kok bisa) kata Sri, ia tak kuasa gemetaran

"coba pikirno ndok" (coba pikirkan nak) kata Dela, "lapo wong tuwek situk iku, mbukak kerandaku trus gak nyancang aku, rupane, kanggo awakmu toh, menungso iku lucu kadang yo" (kenapa orang tua itu membuka keranda ini, lalu tidak mengikatku dengan benar, rupanya untuk kamu ya)

(manusia itu terkadang lucu ya)

Sri terdiam, ia tiba-tiba berpikir, apa mbah Tamin sengaja membuka keranda itu, sial, harusnya Sri berpikir bahwa kepergian beliau bukankah sesuatu yg aneh, namun untuk apa ia melepaskan makhluk ini.

Dela merangkak, ia mendekati Sri yg sudah meringkuk, namun aneh, si Dela hanya melihat wajah Sri sembari tetap tersenyum.

"awakmu gak bakal mati ndok, carane garai aku wegah njupuk nyowomu" (kamu tidak akan mati nak, caranya membuatku malas mengambil nyawamu)

"tak kandani nek koen kepingin eroh, onok opo nang kene,"
(saya kasih sesuatu bila kamu ingin tahu sesuatu, ada apa disini)

Sri masih diam, ia tidak dapat berbicara banyak, ketakutan sudah memenuhi seluruh badanya.

"wet ringin nang etan, tata watu sebelah kidul, bukak'en isine"

(ada sebuah pohon beringin di timur tempat ini, cari sebuah batu tertata lalu buka isinya)

Dela berdiri, membuka pintu, lalu menutupnya lagi, Sri yg masih terjebak dalam ketakutanya, perlahan berdiri, melihat Dela yg kembali tidur, tidak lupa ia menutup kerandanya, lalu ke kamar

MisthorpathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang