1 LL

599 8 0
                                    

Riuh.

suara motor dan angkot bersahut-sahutan, tidak ada yg mau mengalah, dari kursi penumpang angkot biru laut, dua lelaki paruh baya menatap jalanan, ekspresi wajah mereka khawatir. "jancuk" sahut salah seorang dari mereka, "isok telat iki" (bisa terlambat ini) 

Lelaki yg satunya menoleh, ia mengkerutkan dahi, menatap kawannya, "mbok pikir koen tok sing gopoh" (kamu kira, cuma kamu seorang yg khawatir)

"halah" "wes mlayu ae, gak nutut iki nek nuruti ngene iki" (lari saja yuk, gak sempat ini kalau kita nungguin ini)

mereka sepakat, 

lantas, mereka melompat dari dalam angkot, mulai berlari menuju jalanan stasiunt, berjibaku dengan orang lalu lalang, mereka abaikan keringat didahi, menembus lautan orang yg sibuk dengan urusan mereka masing2, satu yg mereka harus tuju, kereta yg akan membawa mereka pergi. 

"goblok koen Gus, mene nek kate onok urusan, ojok tambah ngejak maen gaplek" (bodoh kamu gus, kalau besok ada urusan seharusnya gak kamu ajak aku maen gaplek)

Agus, lelaki gondrong dengan kumis tipis itu tertawa sembari menghela nafas panjang, ia merasa geli atas apa yg terjadi 

"Halah. nyocot! sing penting kan menang, oleh duwek akeh" (bacot, yang penting kemarin menang kan, dapat duit banyak) ucap Agus, gemas, ia jitak kepala Ruslan, kawan yg akan menemaninya

sebelumnya, Agus dan Ruslan setuju, daripada nganggur, lebih baik mereka ikut kawan, 

meski hanya sebagai kuli bantuan, tapi setidaknya, darisana mungkin hidup mereka akan berubah, tidak lagi harus mendengar kiri kanan tetangga yang mengecap mereka sebagai pengangguran yg gak punya masa depan. kereta melaju, jauh. meninggalkan kota kelahiran Agus, 

disini, kehidupan baru bagi Agus dan Ruslan, akan dimulai. 

Agus yg pertama turun, diikuti Ruslan, mereka melihat sekeliling, harusnya, kawan mereka akan menjemput di stasiunt ini, namun, ia hanya melihat orang lalu lalang, tidak ada tanda kawan mereka

"asu arek iki Gus, dibelani adoh2 gak disusul" (anj*ng, anak ini, dibelain jauh2 eh, 

-gak dijemput)

Agus mengangguk setuju, lantas, ia duduk, mengeluarkan sebatang rokok yg ia simpan di kantung celana, sial. gumamnya, hidupnya sulit, sebatang rokok yg bengkok pun, terpaksa ia hisap, kini, jadi kuli terdengar masuk akal baginya, seenggaknya, ia bisa makan nasi lg 

Ruslan hanya melihat orang2, lebih tepatnya, melihat perempuan2 cantik yg lalu lalang, tidak ada rokok untuknya, jadi, daripada melamun, Ruslan tahu bagaimana memaksimalkan kemampuannya untuk menikmati pemandangan

tak beberapa lama, terdengar suara teriakan familiar, ia datang 

"ayok"

Agus dan Ruslan mengikuti. "numpak opo iki" (naik apa kita) ucap Ruslan, 

"numpak bis lah, iki jek adoh ambek nggone" (naik bus lah, ini tempatnya masih jauh soalnya)

Agus tidak banyak komentar, ia sudah diberitahu, kerjaan mereka tidak jauh dari kuli untuk bendungan 

disepanjang perjalanan, Agus hanya melihat jalanan, mereka menaiki Bus antar kota, menjelaskan setidaknya kemana mereka akan pergi.

MisthorpathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang