Pt. 10

128 5 0
                                    

Sri dan Dini duduk di luar rumah, di dalam, ia bisa melihat mbah Krasa tampak berbicara serius dengan mbah Tamin, entah apa yg mereka bicarakan, namun Sri tidak tahu lagi harus apa, ia hanya ingin pamit saja, namun, siapkah dia dengan konsekuensi bila ia memilih pamit.

seperti halnya dirinya, Dini pun sama, bila pekerjaan dengan gaji besar itu memiliki resiko di luar nalar seperti ini, tidak akan ada orang waras yg mau menerimanya.

setelah menunggu lama, Sri dan Dini di panggil untuk menghadap mbah Krasa.

Sri dan Dini melangkag masuk, ia di persilahkan duduk, memandang wanita yg selalu saja membuat Sri merasa segan setiap melihat matanya.

"aku melok sedih ambek nasih kancamu ndok" (saya ikut sedih mendengar nasib temanmu) "tapi, aku wes jamin keluargane, bakal oleh kewajibane-

sing pantes diterimo" (tapi, saya sudah menjamin keluarganya akan dapat semua kewajiban yg memang pantasi dia dapatkan)

"sak iki, opo sing kepingin mok omongno nang ngarepku" (sekarang, katakan, apa yg ingin kamu bicarakan sama saya)

"kulo bade mundur mbah" (saya mau mundur)

mbah Krasa memandang Sri, cukup lama, ada jeda keheningan diantara mereka. 

suasana itu sama sekali tidak mengenakan bagi Sri dan Dini, sebelum, mbah Krasa tersenyum.

"boleh" (bisa) "tapi, aku ra jamin nyowomu yo ndok" (tapi aku tidak mau menjamin nyawamu ya)

Sri dan Dini melihat satu sama lain, mereka tidak mengatakan apapun lagi.

"sak iki yo opo, mundur?" tanya mbah Krasa, matanya mengintimidasi.

"mboten mbah" kata Dini dan Sri bersamaan.

mbah Krasa mengangguk puas.

"asline, raperlu onok korban, nak podo nurut ambek si mbah, mek butuh norot tok ndok, opo angel, ngerungokne wong tuwo" (aslinya tidak perlu ada korban, kalau kalian mengikuti apa yg si mbah katakan, cuma butuh nurut saja. apa susahnya dengerin orang tua)

mbah Tamin, menatap Sri

Sri menyimpan sesuatu yg selama ini ia tahu, bahwa dalang di balik semua ini adalah si mbah Tamin sendiri, namun, Sri masih merasa ia tidak memiliki bukti apapun, mata mbah Tamin seperti mengawasinya, tidak memberinya ruang leluasa untuk bicara dengan mbah Krasa secara pribadi.

namun entah, bagaimana sekelebat pikiran itu muncul, Sri lantas mengatakan apa yg ia temukan di kamar mbah Tamin, bahkan, Sri menunjukkan boneka yg ia temukan di bawah pohon beringin, sebuah pesan dari cucunya Dela Atmojo.

mendengar itu, mbah Krasa mengerutkan kening. ia, diam

mbah Krasa memandang mbah Tamin yg sedari diam sembari berdiri, lalu, ia tertawa, cukup membuat Dini dan Sri tersentak, seakan ucapan Sri hanya omong kosong.

lalu, mbah Krasa mengatakanya. "koen rung cerito ta nang cah-cah iki, opo sing asline kedaden?" (kamu belum cerita-

ke anak-anak ini apa yg sebenarnya terjadi?) ucap mbah Krasa tenang, 

"kemeroh" (sok tau) kata mbah Tamin, beliau, mengambil sesuatu di sakunya, boneka yg sama, termasuk foto keluarga Atmojo, Sri terlihat bingung. apa yg terjadi sebenarnya.

MisthorpathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang