Satu hari sebelum Project Black Code dijalankan.
"Apa?! Masih harus menunggu hingga besok?!" tanyanya dengan suara meninggi.
Profesor Arwan menganggukkan kepalanya. Ia mondar-mandir di depan Abraham dengan raut berpikir. Ia berusaha untuk meyakinkan rekannya itu.
"Begini Pak...meskipun IQ mereka di atas rata-rata, namun aku masih harus menguji otak mereka. Memasukkan 0R1 ke dalam tubuh mereka tak semudah seperti yang kau bayangkan."
Abraham memijat pelipisnya. Suasana menjadi hening beberapa saat karena tidak adanya obrolan di antara mereka.
"Selain itu, aku juga perlu menemukan gen tubuh terbaik di antara mereka dengan kemampuan otak yang kuat untuk bisa menghasilkan kemampuan eksperimen yang mendekati sempurna, atau bahkan bisa sempurna. Terlebih lagi, tidak semua tubuh subjek dapat menerima cairan 0R1 dengan mudah, apabila beberapa dari mereka mengalami reaksi, maka aku harus menyuntikkan cairan lain agar tidak berakibat fatal bagi otak maupun tubuh mereka." jelas Profesor Arwan.
Ia menekankan pada Abraham untuk tidak terburu-buru memulai eksperimen ini karena memang tidak semudah yang dibayangkan. Menguji otak juga tubuh manusia membutuhkan waktu.
Abraham mendengarkan penjelasan Profesor di hadapannya ini. Setelah berpikir beberapa saat akhirnya ia menyetujuinya.
"Baiklah aku mengerti. Lagi pula ini adalah project yang besar, aku tak ingin ada kesalahan. Lakukanlah yang terbaik, aku akan kembali lagi besok."
*****
Lias menyandarkan tubuhnya di sofa kamarnya. Matanya terlihat lelah, di hadapannya terdapat beberapa tumpukan kertas. Ia sedang menganalisa sesuatu.
"Ruam di kulit, muntah, kesulitan bernapas..."
"Mungkinkah dia mengalami anafilaksis?" tanyanya entah pada siapa karena ia sedang sendirian.
Wanita muda itu sedang meragukan hasil laporan otopsi yang dikerjakannya bersama Gita dua hari yang lalu. Korban meninggal karena terjatuh dari lantai dua tempat tinggalnya sendiri. Namun Lias merasa ada yang aneh dengan kematiannya.
Lias mengangukkan kepalanya seraya bergumam, "Yah kurasa begitu."
Wanita berambut sebahu itu mengeluarkan ponselnya untuk menelepon seseorang.
"Git, kurasa korban mengalami anafilaksis meskipun aku ragu akan beberapa hal."
"Kau masih menganalisanya? Lias, sudah berulang kali kukatakan untuk berhenti memikirkan kasus itu. Korban juga sudah tidak memiliki keluarga, dan otopsi telah selesai dilakukan dua hari yang lalu, jadi-"
"Iya aku tahu. Tapi kenapa di tubuhnya ditemukan obat antipsikotik? Bukankah obat itu untuk penderita skizofrenia? Bagaimana jika dia terjatuh dari lantai dua karena skizofrenia nya kambuh kemudian ia terserang syok anafilaksis?"
"Lias, kau-"
"Ah ya, aku baru ingat mengenai percakapan tetangga mereka yang sempat kudengar saat tim kita datang ke rumahnya. Ternyata korban memiliki satu orang anak yang berusia 19 tahun tapi entah ke mana. Hanya saja aku merasa aneh jika sang anak hilang begitu saja dengan kondisi ibunya yang mengalami alergi yang sangat parah."
"Jadi maksudmu sang anak meninggalkan ibunya begitu saja? Jangan mengarang cerita. Lagi pula ini bukan tugas kita untuk menyelidiki anak tersebut."
"Bisakah kau meminta bantuan pada-"
Tutt..
Panggilan telepon Lias dimatikan oleh Gita. Padahal ia belum selesai berbicara dan ingin meminta bantuan pada rekannya itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
BLACK CODE
Misterio / SuspensoKasus pembunuhan satu keluarga menuntun tiga orang detektif yang bekerja sama dengan dua dokter forensik untuk menyelidiki suatu kasus besar yang melibatkan perdagangan manusia hingga serangkaian kasus lainnya. Di samping itu, sebuah project besar b...