Kasus pembunuhan satu keluarga menuntun tiga orang detektif yang bekerja sama dengan dua dokter forensik untuk menyelidiki suatu kasus besar yang melibatkan perdagangan manusia hingga serangkaian kasus lainnya.
Di samping itu, sebuah project besar b...
Abraham dan Oscar berada di ruang interogasi, namun berbeda ruangan. Sebuah ruangan persegi dengan satu meja dan dua kursi. Salah satu dinding terdapat kaca yang dapat dilihat dari ruangan lain.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
*ilustrasi ruang interogasi.
BRAKK!! "Jadi kau adalah dalang dibalik semua eksperimen manusia itu? Bahkan sembilan belas tahun yang lalu?!" tanya Fredi tak percaya. Ia telah mendengarkan semua pengakuan Abraham mengenai project black code. Fredi benar-benar emosi mendengar Abraham menceritakan semuanya dengan detail. Bahkan mengenai kasus Martin dan dua detektif lainnya yang berasal dari tim nya. Ulah black boss untuk membunuh tiga rekannya ternyata adalah perintah dari Abraham.
"Letnan, bukankah seharusnya kau memberiku sebuah trofi penghargaan? Daripada harus menangkapku seperti ini." ucapnya dengan mengangkat kedua tangannya yang diborgol. Rautnya begitu santai dan tak merasa bersalah. Ia seolah bangga dengan perbuatan kotor nya.
Fredi mendecak kesal, "Ck, trofi? Sudah gila kau rupanya. Hanya demi uang kau membunuh anak-anak tak bersalah itu!"
Abraham menaikkan sudut bibirnya, menampilkan senyum liciknya. Senyum yang sangat berbeda dari yang biasanya ia tampilkan dihadapan banyak orang yang mengenalnya sebagai seorang yang dermawan dengan segala kebaikannya.
"Aku adalah orang yang berjasa. Kau tahu? Project black code yang ku jalankan telah berhasil. Dan anak-anak luar biasa itu akan mengubah dunia dengan kemampuan hebat nya. Kalian para manusia lemah tak akan bisa melawannya."
Fredi mengernyitkan dahi. Ia memang mengetahui tentang project black code yang dijalankan Abraham. Berhasil? Apa yang dimaksud pria itu? Setahu Fredi, anak-anak dari eksperimen itu telah dibunuh. Entah apa yang Abraham coba katakan mengenai keberhasilan project black code tersebut. . . .
Sementara itu di ruang interogasi lain namun di waktu yang sama...
Oscar menyeringai, ia sama sekali tak merasa bersalah atau takut terhadap perbuatannya. Ia justru bangga bisa mengatakan semua 'prestasi' nya di hadapan Agam.
"Jadi kau mengakui semua perbuatanmu?! Kau bekerja sama dengan Abraham untuk menjalanlan project black code. Menjadi dalang dibalik situs segreto, menjalankan situs Redroom yang berisi pornografi, penyiksaan, pembunuhan brutal secara live, dan bahkan kau menjadi pembunuh bayaran. Ah ya, kau juga melakukan perdagangan manusia, menjual potongan tubuh korban yang telah kau mutilasi. Kau sadar akan hukuman yang akan kau terima nantinya? Oscar Neandro?!"
Oscar memajukan tubuhnya yang terhalang meja. Ia tersenyum miring, "Wah kau sudah tahu sebanyak itu? Bukankah artinya pengakuan ku tadi membuang-buang waktu? Oh ya, kenapa kau yang menginterogasiku? Seharusnya aku dapat hak istimewa karena kakakku detektif handal disini."
Mendengar hal itu, Zayyan yang memperhatikan dari ruangan lain dibalik kaca merasa kesal. Tangannya mengepal, ia sungguh muak mendengarkan tiap kata yang keluar dari mulut dari adiknya sendiri. Jika bukan karena perintah Fredi sang ketua tim, ia sudah masuk kedalam ruang interogasi dan bertindak sesuai caranya.